Haluan 13 September 2011

Page 11

11

SELASA, 13 SEPTEMBER 2011 M 14 SYAWAL 1432 H

Miskomunikasi “Abadi” .............Sambungan dari Hal.1 Soal Ganti ..................................Sambungan dari Hal.1 Berbagai usaha sebenarnya sudah dilakukan, tidak saja oleh kubu yang bertikai (Pemko dan pedagang pasar), namun juga lembaga dan kelompok-kelompok lain yang merasa ikut punya tanggung jawab mencari titik temu. Tapi hasilnya tetap nihil. Apa pasal? Kalau boleh dilihat dari sisi komunikasi, terutama komunikasi politik, maka dapat kita lihat betapa telah terjadi miskomunikasi antara pihak yang bertikai. Syarat untuk terciptanya komunikasi yang sehat tidak terpenuhi karena kedua belah pihak memulai komunikasi dengan mengedepankan keharusan untuk terpenuhinya keinginan masingmasing. Istilah lain dari kepentingan yang dipaksakan itu adalah ego masing-masing. Ego akan menjadi kawan ketika ia diolah sedemikian rupa, menjadi mesin pendorong komunikasi. Olahan yang sedemikian rupa mensyaratkan keinginan yang ikhlas untuk sedikit “mundur” dari tuntutan atau agenda masing-masing pihak. Kalau pihak Pemko merasa berkewajiban menuntaskan programnya dalam hal membongkar dan membangun pasar pada lokasi-lokasi yang sudah ditetapkan, maka mestinya rencana itu ditinjau ulang agar kemudian niat itu “bertemu ruas

dengan buku” dengan maunya pedagang pasar. Peninjauan kembali menuntu Sebaliknya, pihak pedagang pasar sudah sepantasnya pula untuk arif, bahwa pasar yang akan dibangun tentu pasti lebih baik mutu dan penataan lingkungannya. Jika pedagang pasar meragukan, mereka seyogyanya punya cara lain dalam rangka “mengawal” janji walikota dalam hal mewujudkan penataan pasar yang lebih baik itu. Walikota bisa saja, sebagai misal, “ditekan” untuk mau merombak lagi pasar jika seandainya pasar yang sudah terbangun nanti masih jauh dari harapan pedagang pasar. Perjanjian yang sifatnya mengikat dan ditandatangani oleh kedua belah pihak di atas segel mungkin bisa jadi alternatif. Hal lain yang juga perlu dikritik adalah dari segi cara, terutama cara pihak pemko memaksakan rencananya di lapangan. Kejadian di hari lebaran adalah bukti bahwa pihak pemko beserta jajaran di bawahnya seolah-olah selalu mencari “jalan tembus” agar keinginannya tercapai, meskipun jalan itu mesti diwujudkan dengan cara “main belakang”. Kuat dugaan, pemagaran lokasi pasar dilakukan secara paksa, di saat pedagang pasar dianggap oleh pihak pemko sedang lengah dan sibuk

berhari raya. Ke depan, jika seluruh elemen ingin masalah ini selesai, maka dituntut keinginan yang kuat dari seluruh pihak untuk mengutamakan ketimbang kepentingan dan keinginan masing-masing. DPRD kota Padang harus lebih proaktif dan memposisikan diri sebagai penengah yang bermental ninik-mamak. Perlu diingat pula, resiko dari masalah yang semakin kompleks juga semakin tinggi. Ibarat pertengkaran antara suami-istri, maka sejatinya suami dan istri itulah yang paling tahu bagaimana menyelesaikan masalah. Jika ada pihak-pihak “luar” yang coba membantu menyelesaikan kekusutan, maka mereka seharusnya tetap sadar bahwa funsi mereka hanya sebagai pendorong agar kedua belah pihak menemukan jalan kebenaran untuk penyelesaian. Lebih jauh, kacamata dan standar hati nurani mesti dinomorsatukan. Itikad baik mereka juga perlu senantiasa dikontrol oleh masyarakat. Saya kuatir, semakin banyak yang “sepertinya” ingin membantu menyelesaikan konflik Pemko dengan pedagang pasar raya Padang justru pada akhirnya memperkeruh suasana. Ujung-ujungnya tetap jualah pihak yang paling lemah (pedagang pasar) yang akan marasai.

Jajak dan Darwin .......................Sambungan dari Hal.1 “Kami bertiga sama-sama berangkat dari Jawa Barat pada Sabtu (10/9) siang. Rencananya kami ke Sumbar untuk bekerja, karena ada tawaran pekerjaan di sebuah pulau di Kota Padang, yang ditawarkan oleh teman kami Hasan yang tinggal di Lubuk Basung. Tapi rencana ini berujung buruk,” ujar Oni (29), salah seorang rekan korban asal Jawa Barat saat ditemui Haluan di Rumah Sakit M Djamil Padang, Senin (12/9). Mata kedua rekan Jajak tampak lembab. Hasan mengaku tak tak mengetahui persis peristiwa kecelakaan bus Permata Bunda yang ditumpanginya itu. Saat kejadian ia tertidur. Kejadian itu sendiri berlangsung sekitar pukul 05.10 WIB. Ia terbangun ketika mendengar suara benturan yang keras. “Yang saya tahu, bus kami mengalami kerusakan pada mesin bagian belakang dan diparkirkan di pinggir jalan. Teman saya Jajak berusaha menolong sopir untuk memperbaiki mesin. Kejadian kecelakaan itu sendiri saya tidak tahu. Saya hanya mendapat kabar, ada mobil Avanza hitam yang melaju kencang dan menabrak mobil kami dan Jajak serta sopir,” ujar Oni sedih. Saat ke luar dari mobil, ia sempat melihat tubuh Hasan bagian pinggang ke bawah mengalami luka berat dan mengeluarkan darah segar. Melihat hal itu, ia segera menggotong teman akrabnya tersebut untuk dibawa ke rumah sakit. “Setelah kejadian, saya melihat Jajak dan sopir dalam posisi berpelukan dan telungkup. Mungkin

mereka saling berteriak dan saling menyelamatkan ketika kecelakaan itu terjadi. Akibat kejadian ini, sopir bus kami tewas di tempat, sementara Jajak tewas di rumah sakit,” ujar Oni. Jajak tewas setelah sempat mendapatkan perawatan intensif di RSUP M Djamil Padang selama beberapa menit. Korban dimandikan di rumah sakit tersebut, sebelum dibawa oleh rekannya Hasan dari Lubuk Basung. Korban dibawa sekitar pukul 13.00 WIB dari RSUP M Djamil Padang, untuk diangkut ke kampung halamannya. “Keluarga Jajak telah saya telepon. Mereka sangat terpukul dan telah siap-siap menunggu kedatangan jenazah Jajak,” tambah Oni. Sementara itu, Kasat Lantas Polres Padang Pariaman AKP Adek Chandra mengatakan, kecelakaan maut yang menelan dua orang korban jiwa ini terjadi sekitar pukul 05.10 WIB. Saat kejadian, bus Permata Bunda berada di posisi arah Bukittinggi menuju ke Padang, sementara mobil Avanza juga berada pada posisi yang sama. “Peristiwa ini terjadi di kawasan Kayu Tanam, Kabupaten Padang Pariaman. Sebuah mobil jenis Toyota Avanza dengan plat nomor BM 1712 GL menabrak bus Permata Bunda dengan nomor polisi B 7183 WB, yang mengakibatkan dua korban jiwa. Kedua orang yang tewas tersebut adalah sopir bus yakni Darwin (36) warga pungung Kasiak, Kecamatan Lubuk Alung, Kabupaten Lubuk Alung, dan penumpang bus Jajak (32) warga Pandeglang, Serang, Jawa

Barat,” ujar Adek Chandra. Adek Chandra mengaku, sopir bus tewas di lokasi kejadian, sementara Jajak sempat dirawat selama beberapa menit di Rumah Sakit M Djamil Padang. Namun, karena kondisi korban sudah sangat kritis, akhirnya warga Asal Pandeglang itu menghembuskan nafasnya yang terakhir. Adek Chandra menjelaskan, di saat bus tersebut rusak, sopir bus turun dari mobilnya dan melakukan pengecekan di mesinnya bagian belakang. Salah satu penumpang Jajak turun dan melihat sopir memeriksa mesin mobil bus tersebut. Tak lama kemudian datang dari arah yang sama dua unit mobil yakni mobil travel dan Avanza dengan kecepatan tinggi. Setiba di lokasi tersebut, ternyata Avanza yang dikendarai Edianto (33) ini langsung menabrak kedua korban tersebut, sementara mobil travel berhasil menghindari bus yang berada di depannya. “Jajak mengalami patah tulang pada kedua kakinya, sehingga dibawa ke rumah sakit. Namun, akhirnya penumpang init tewas juga. Sementara jenazah sopir langsung dibawa ke rumah duka. Saat ini, kami sudah mengamankan sopir Avanza tersebut dan kini masih dalam pemeriksaan penyidik. Sementara petugas masih mengumpulkan bukti-bukti di lokasi kejadian. Dugaan sementara, sopir Avanza tersebut lalai dalam mengemudikan kendaraannya di jalan raya,” ungkapnya. (h/nas/wan)

DPR Harus .................................Sambungan dari Hal.1 Disamping itu, Priyo mengharapkan peran nyata dari tokoh masyarakat dan tokoh lintas agama untuk membantu aparat keamanan dalam mengatasi konflik yang terjadi di Ambon tersebut. “Semua pihak harus dapat menahan diri, tidak terprovokasi pihak-pihak tertentu agar kondisi keamanan di Ambon dapat tercipta kembali,” ujarnya. Terkait dengan bentrokan di Ambon tersebut, Priyo meminta Komisi I DPR segera memanggil Panglima TNI, Kapolri, Kepala BIN, Menko Polhukam dan BAIS untuk menggelar rapat kerja bersama, guna menyikapi terjadinya kembali bentrokan tersebut. “Kami akan membahas soal pecah bentrokan kembali di Ambon ini bersama Pimpinan Komisi I DPR. Untuk selanjutnya Komisi I memanggil sejumlah pihak terkait untuk membahas kondisi di Ambon tersebut,” ujar Priyo Budi Santoso. Panggil BIN Secara terpisah, Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengatakan bahwa komisinya segera memanggil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutanto untuk mendapat penjelasan dari pihak BIN terkait kondisi keamanan terakhir di Ambon dan penyebab terjadinya bentrok warga tersebut. “Sebenarnya Selasa (13/9) besok (hari ini-red) kita ada jadwal rapat dengan BIN. Jadi momen agenda rapat itu akan kita mafaatkan juga untuk mencari tahu di balik aksi saling serang antar kelompok yang kembali terjadi di Ambon tersebut,” kata Mahfudz. Mahfudz mengatakan, sejauh ini Komisi I belum memperoleh informasi lengkap terkait insiden konflik baru di Ambon ini. Karenanya komisi I terus mengumpulkan informasi dari berbagai pihak. “Sejauh ini pemerintah, dalam hal ini Menko Polhukam memang telah memberikan informasi sementara atas kondisi keamanan di Ambon saat ini. Termasuk informasi awal

faktor pemicu atas terjadinya gesekan ini,” imbuh Mahfudz. Sementara untuk mengusut tuntas kasus kerusuhan yang kembali terjadi di Ambon ini, Mahfudz pun meminta agar segera dibentuk tim pencari fakta (TPF) dengan melibatkan tokoh masyarakat. “Agar kasus ini dapat segera ditangani cepat dan tidak meluas, perlu segera diungkap penyebab bentrokan dengan menugaskan TPF yang independen,” kata politisi dari PKS itu. Terhadap permintaan Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso, agar Komisi I DPR segera menggelar rapat koordinasi dengan memanggil Menko Polhukam, Kapolri, Panglima TNI dan Kepala BIN untuk membahas konflik baru di Ambon ini, Mahfudz mengatakan, sangat mungkin rapat koordinasi termasuk dengan Komisi III sekaligus, untuk membahas masalah tersebut. “Karenanya hal ini masih akan dibicarakan diinternal Komisi I terlebih dahulu. Namun yang pasti Komisi I akan segera memanggil Kepala BIN besok hari,” tegasnya. Sementara itu, menanggapi konflik di Ambon, Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq di Jakarta, kemarin minta pers untuk lebih berhati-hati dan tidak mempropaganda pemberitaan yang bisa memperluas konflik terkait kasus di Ambon, Maluku. Korban Tewas 6 Orang Situasi keamanan di Ambon mulai kondusif. Korban tewas akibat bentrok dipicu salah pengertian menjadi 6 orang, luka berat 31 orang dan luka ringan 139 orang. Sejumlah korban luka ringan sudah diperbolehkan pulang. Sementara korban luka berat tersebar pada tiga RSUD di Ambon. Data terbaru tersebut disampaikan Gubernur Maluku, Karel Alberth Ralahalu usai rapat koordinasi Muspida dengan tokoh agama dan masyarakat di kantor Gubernur

Maluku, Jl. Pattimura, Ambon, Senin (12/9). Data dari Muspida Pemprov Maluku, korban yang masih diinapkan pada tiga RS yang tersebar di Ambon berjumlah 26 orang. Korban yang diinapkan di RSU Al Fatah sebanyak 10 orang, RSUD Dr Haulussy sebanyak 12 orang, dan RS Bhakti Rahayu sebanyak 4 orang. Bentrok massa di Ambon, pecah Minggu 11 September siang. Hal ini disebabkan salah paham soal tewasnya seorang tukang ojek yang mengalami kecelakaan tunggal. 3 rumah, 2 mobil dan 4 sepeda motor dirusak massa. Polri menerjunkan 400 personel polisi dari Makassar dan Surabaya. Murni Bentrokan Kepala Divisi Humas Mabes Polri Anton Bachrul Alam menegaskan, kasus kerusuhan yang terjadi di Ambon, Minggu (11/9) murni kasus bentrokan yang tidak punya kaitan apa pun dengan isu SARA dan politik. Karena itu, Anton Bachrul Alam minta masyarakat tidak mudah terpancing dengan isu yang beredar bahwa kasus kerusuhan Ambon memiliki motif politis. “Kita imbau kepada masyarakat bahwa itu murni masalah kecelakaan, bentrokan. Kita mengimbau kelompok-kelompok masyarakat menahan diri dan serahkan pada aparat keamanan,” ujar Anton di Mabes Polri, Jakarta, Senin (12/9). Sampai saat ini, kata dia, situasi di Ambon sudah kondusif, walau pun di beberapa titik kerusuhan masih berada dalam pengawasan petugas keamanan. “Untuk situasi dan kondisi ambon sudah kondusif, tadi malam sudah dikendalikan situasi. Sampai tadi pagi sudah aman,” kata Anton. Hal itu, kata dia, tidak terlepas dari peran serta tokoh masyarakat, agama, dan pemerintah setempat yang segera tanggap sehingga tidak mudah terprovokasi. (h/sam/dn/ant)

kepada masyarakat setempat. Estimasinya, penyempitan jalan di empat titik itu mencapai panjang sekitar 1,2 kilometer. Pada jalan yang sempit dengan lebar jalan sekitar tiga meter itu, kendaraan roda empat yang melintas harus antre. Jika ada mobil berlawanan arah melintas, maka pengendara harus rela bersabar dengan sistem buka tutup. Artinya, arah yang satu harus berhenti untuk memberikan kesempatan melintas bagi arah yang berlawanan. Begitu juga sebaliknya. Tapi, di tempat titik tertentu, seperti di Jorong Campago, Nagari Malalak Utara, warga setempat berinisiatif mengatur lalu lintas sambil menjalankan kotak sumbangan. Tidak hanya jalan yang sempit, tapi beberapa jembatan di jalur alternatif ini merupakan jembatan sempit, yang membuat kendaraan roda empat harus melintas satu persatu. Untuk di sepanjang Kecamatan Malalak terdapat empat jembatan sempit, dua di antaranya masih terbuat dari kayu. Jembatan sempit itu juga ditemui di beberapa titik di Kecamatan Patamuan, Kabupaten Padang Pariaman. Ketika Haluan menemui sejumlah masyarakat setempat pada Sabtu (10/ 9) lalu, sebagian besar warga di Kecamatan Malalak menginginkan jalur tersebut diselesaikan dengan cepat. Tapi bukan berarti pemerintah

bisa berbuat sewenang-wenang terhadap warga dengan menetapkan harga murah sebagai ganti rugi tanah. Menurut keterangan sejumlah warga, lambannya proses ganti rugi tanah itu disebabkan oleh petugas Pekerjaan Umum (PU) yang selalu tarik ulur tentang harga ganti rugi. Masyarakat selalu dijanjikan, tetapi realisasinya sangat lamban sekali, dan petugas PU selalu menetapkan harga terendah kepada masyarakat. “Kami minta surat tertulis ketetapan nilai ganti rugi rumah dan bangunan yang baku dari pemerintah. Tapi PU selalu berkilah dan sampai saat ini belum juga ditempel dan belum kami ketahui. Bagi yang tidak mengerti bisa tertipu. Salah seorang warga kami ada yang menjual Rp27 juta, padahal tanahnya berukuran sekitar 30 kali 10 meter, yang di atasnya terdapat rumah ukuran 7 kali 6 meter, sawah dan kolam ikan. Itukan harga yang sangat murah, seharusnya dinilai Rp70 juta” ujar Zulfikar (62), salah seorang warga Campago, Nagari Malalak Utara, Kecamatan Malalak kepada Haluan. Saat ini, Zulfikar memiliki tanah seluas 100 kali 35 meter yang berada di jalur Simaka dan belum ada kesepakatan dengan pemerintah terhadap ganti rugi tanah. Bahkan salah seorang petugas PU pernah mengajak bertemu sebelum puasa dan mengatakan uangnya telah ada.

Namun setelah bertemu di Kantor Camat Malalak, ternyata petugas itu hanya menawar harga ganti rugi tanah, tanpa menepati janji, sehingga ia pulang dengan kecewa. “Dulu saya butuh uang dan saya menawar sangat murah, yakni Rp15 juta. Tapi waktu itu, petugas PU masih menawar dan bilang kalau uangnya belum ada. Sekarang kebutuhan uang itu tidak mendesak lagi, dan saya menjualnya dengan harga normal Rp40 juta. Untuk tanah seluas 100 kali 35 meter, saya pikir itu masih cukup murah, karena tanah saya tanah parak,” ujar Zulfikar. Zulfikar menilai petugas PU tidak profesional dalam menangani permasalahan ganti rugi. Bahkan ia sempat diancam oleh petugas PU jika tidak menjual murah, maka pemerintah akan mengambil alih tanah tanpa dibayar sepeserpun. Padahal dulunya, anggota PU pernah mengatakan, kalau proses ganti rugi tanah tidak akan merugikan masyarakat. Di Campago, Nagari Malalak Utara, Kecamatan Malalak ini, panjang jalan sempit diperkirakan 350 meter. Sebanyak 28 KK di tempat ini telah mendapat ganti rugi. Sementara 6 KK masih belum mendapat ganti rugi. Di tempat jalan sempit ini masih ada 2 rumah, 1 petak sawah, 1 heler, dan 2 parak yang akan digusur jika proses ganti rugi tanah telah rampung.

Kue Bulan...................................Sambungan dari Hal.1 Yang paling terkenal adalah kisah sang pemanah Huo Yi yang berhasil memanah 8 matahari di langit sehingga menyisakan satu saja. Banyaknya matahari itu membuat bumi sangat panas sehingga orang-orang menderita karena kekeringan dan kelaparan. Sumber-sumber air mengering, tanaman rusak. Atas keberhasilan Huo Yi, raja menghadiahinya pil panjang umur. Namun kekasih Huo Yi, Chang Er, menelan pil itu sehingga mendapat kehidupan abadi di bulan sebagai Dewi Bulan. Huo Yi menyesali kejadian itu, namun tak bisa mengubah keadaan. Untuk mengobati kerinduan, setiap tanggal 15 bulan ke-8, ia duduk minum teh dan menikmati kue sambil menunggu Chang Er menampakkan diri ketika bulan purnama. Versi lainnya adalah penghormatan kaum petani kepada Dewi Bulan pada tanggal itu karena panen yang berlimpah. Para petani lalu membuat dan mempersembahkan sejenis kue berisi bulatan kuning telur utuh yang menjadi simbol bulan purnama sebagai rasa syukur kepada Dewi Bulan. Seiring waktu, tradisi itu terus dilaksanakan warga keturunan China di seluruh dunia. Dipercaya, kue bulan adalah simbol kemakmuran dan panjang umur yang perlu dilestarikan. Festival Kue Bulan juga dirayakan

oleh warga Tionghoa di Indonesia yang masih menjalankan tradisi. Pada hari istimewa itu, mereka berkumpul bersama keluarga untuk menikmati hidangan istimewa dan kue bulan sambil minum teh China. Juga ada tradisi menghantarkan kue bulan kepada kerabat dan sahabat diiringi harapan baik bagi semua orang. Kue bulan terdiri dari bermacam rasa, mulai dari rasa tradisional hingga kreasi modern. Rasa tradisional terbuat dari kacang merah, biji teratai putih dan teratai merah dipadu telur asin. Sedangkan kreasi modern terbuat dari bermacam bahan. Dongeng populer China berkisah, pada masa pemerintahan Kaisar Yao (2000 SM), terdapat seorang pemanah ulung bernama Hou Yi. Kala itu, bumi dikitari 10 matahari yang bergantian menyinari bumi. Namun, suatu hari, kesepuluh matahari muncul bersamaan sehingga bumi pun panas tak terkira. Sang kaisar memerintahkan Hou Yi memanah sembilan matahari hingga tersisa satu matahari saja. Singkat cerita, atas keberhasilannya, Hou Yi pun diberi ganjaran pil keabadian. Pada suatu hari, seorang penjahat bernama Feng Meng menyelinap ke kediaman Hou Yi dan bermaksud mencuri pil keabadian. Agar tidak jatuh ke tangan yang salah, Chang Er (istri Hou Yi) menelan pil itu.

Tiba-tiba, Chang Er mendapati dirinya terbang ke langit menuju bulan. Untuk menghargai pengorbanan Chang Er dan menyerukan perdamaian di muka bumi serta sebagai ungkapan rasa syukur, masyarakat China mewujudkannya melalui kue yang manis dan buah-buahan. Tradisi ini lalu berkembang menjadi Festival Kue Bulan (mooncake), yang diperingati setiap hari ke-15 bulan kedelapan kalender China. Konon, hingga kini dipercaya bahwa selama pertengahan musim gugur, saat bulan bulat penuh dan bersinar benderang, tampak siluet bayangan Chang Er, yang kemudian dikenal sebagai Dewi Bulan. Itulah sekelumit kisah si kue bulan, yang merupakan salah satu versi dari sekian banyak versi asalusul kue manis bundar berukir tulisan China itu. Mooncake lazim dibuat untuk memeriahkan pesta atau sekadar berkumpul bersama keluarga sambil meneguk teh China yang pahit. Mooncake juga kerap dihadirkan dalam perayaan rutin tahunan sebagai penanda akhir musim panen. “Masyarakat yang merayakan Festival Kue Bulan bisa menikmatinya bareng orang-orang yang dicintai dengan makan bersama dan menyantap kue tersebut,” ujarnya. (h/naz/berbagai sumber)

Program GPP .............................Sambungan dari Hal.1 APBD sebesar Rp57,4 miliar, terancam dibentuk panitia khusus (Pansus) untuk menelaah sejauh mana capaian program utama Gubernur Provinsi Sumatera Barat ini oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Barat. Ide dipansuskannya program tersebut muncul dalam rapat koordinasi, antara tim program GPP dan SSSP Pemprov Sumbar dengan DPRD Sumbar. Tim tersebut terdiri dari dinas pertanian, peternakan, kelautan dan perikanan dan instansi yang mengurus masalah perekonomian masyarakat. Rapat tersebut berlangsung alot, dengan memfokuskan pembahasan pada salah sasaran, dan ditungganginya program tersebut oleh kelompok tertentu. Komisi II sebagai leading sector dari program GPP dan SSSP, menyampaikan fakta-fakta kurang berjalannya program tersebut. Katanya, sebagai mitra kerja, Komisi II telah melakukan peninjauan secara langsung ke lapangan. Kunjungan dilakukan tanpa memberi tahu dinas terkait, termasuk dinas di kabupaten/ kota. Daerah yang dikunjungi sebanyak enam daerah kabupaten/kota. “Dari persyaratan disampaikan, apa yang ditemukan tidak sesuai dengan petunjuk teknis pelaksanaan (juklak). Misalnya pengajuan bantuan dengan proposal, petani jelas tidak dapat membuat proposal jika tidak dibantu,” ujar Ketua Komisi III DPRD Sumbar HM. Nurnas, Senin (12/9) dalam rapat itu. Beberapa kriteria juga dilanggar dalam proses penyaluran, seperti kedekatan kelompok tani dengan senra produksi, ketersedian penyuluh, kondisi wilayah dan sebagainya. “Contoh di Sijunjung, bantuan diberikan tapi tidak ada kandang, jauh dari pasar dan rumah potong,

termasuk sentra produksi,” katanya. Begitu juga Kelompok Tani Saiyo di Sijunjung, yang diberikan bantuan tidak sesuai permintaan. Misal bantuan diminta sapi, tapi ada bantuan lain yang diberikan. “Ketika ditanya pada petani, katanya memang tidak pernah membuat proposal bantuan, selain sapi. Belum lagi kelompok tani di Sungai Sariak Padang Pariaman, terima bantuan lebih dari Rp1 miliar, tapi prosesnya tidak jelas,” tuturnya. Dari kunjungan dilakukan, katanya program yang berjalan perlu dievaluasi, termasuk dengan membentuk pansus. Selain itu, komisi juga menilai kalau program itu harus dibuka, bila perlu melalui media massa. Hujan Interupsi Rapat koordinasi dipimpin oleh ketua DPRD Sumbar Yultekhnil, didampingi Wakil Ketua DPRD Sumbar HM. Asli Chaidir dan Sekretaris Daerah Pemprov Sumbar Ali Asmar, juga diinterupsi bertubitubi oleh anggota dewan. Menurut mereka, program tersebut tidak transparan dan terbuka bagi masyarakat, terutama dalam penentuan pemberian bantuan untuk kelompok tani. “Kondisinya memang perlu dievaluasi, untuk yang sudah dijalankan sebaiknya bentuk pansus, yang belum berjalan harus diperbaiki,” kata anggota Komisi III DPRD Sumbar Bachtul. Sementara Kepala Dinas Peternakan Sumbar Edwar mengatakan, proses pemberian bantuan sudah sesuai prosedur. Pembentukan kelompok dilakukan di tingkat kabupaten/kota. Setelah dilakukan seleksi oleh kabupaten/kota, maka dibentuk tim teknis. Tim tersebut juga melakukan kajian, mana kelompok tani yang layak dibantu. “Setelah

itu ada, baru provinsi menetapkan sesuai yang diajukan oleh daerah kabupaten/kota,” ujarnya. Untuk program yang ditemukan oleh Komisi II, katanya itu program dari dana APBN, bukannya dari APBD Provinsi. Dana dari APBD sampai saat ini belum lagi berjalan programnya. “Dana APBD untuk program itu besarnya Rp6,8 miliar dan Rp3,2 miliar di antaranya aspirasi anggota dewan. Saat ini programnya belum jalan, masih dalam proses tender,” ujarnya. Begitu juga disampaikan Kepala Dinas Pertanian Sumbar Djoni. Menurutnya bantuan diberikan sudah sesuai ketentuan, termasuk ketentuan ketersediaan tenaga penyuluh. Nurnas melihat, masalah itu memang harus dijelaskan, agar tidak menimbulkan fitnah. “Termasuk dugaan adanya program itu ditunggangi,” ujarnya. Sementara Mochlasin dari Fraksi PKS DPRD Sumbar mengingatkan, agar anggota dewan tidak terjebak. Maksudnya terjebak dalam penilaian, yang seharusnya belum patut disimpulkan. “Apa yang jadi temuan, itu hanya bagian kecil. Artinya, perlu laporan menyeluruh dari program itu. Jadi sampai dengan bagian kecil itu, membuat yang besar dilupakan,” katanya. Sikap berbeda disampaikan oleh Djonimar Boer. Program tersebut menurutnya berjalan dengan baik dan itu terlihat di lapangan. “Dari yang saya lihat di kampung, programnya berjalan baik, masyarakat juga senang. Namun yang harus diperhatikan, kalau ternak lele sudah selesai, mau dikemanakan,” katanya. Setelah membahas dengan kritis, anggota dewan sepertinya sepakat, kalau rakor hanya untuk evaluasi dan perbaikan kedepan. (h/rud)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.