Haluan 01 November 2011

Page 8

8

SELASA, 1 NOVEMBER 2011 4 DZULKAIDAH 1432 H

DANAU MANINJAU KIAN LETIH

Lagi, Ikan Mati Massal MANINJAU, HALUAN—Bebanyang mangkin sarat, akumulasi pencemaran dan cuaca ekstrim, kembali membuat ikan-ikan mengapung dalam kondisi mati massal di Danau Maninjau. Bencana kembali berulang, berbagai pidato pejabat dan dan teori pencegahan, tidak mangkus. Kenapa? Para petani ikan Keramba Jala Apung (KJA) di Danau Maninjau, Kecamatan Tanjung Raya, Agam, mengalami masa sulit. Kini ikan dalam KJA mulai banyak yang mati. Seperti disampaikan Camat Tanjung Raya, Syatria, S.Sos, M, Si, Senin (31/10) di ruang kerjanya. Penyebabnya, cuaca ekstrim sejak beberapa pekan terakhir memicu bertiupnya angin kencang. Kondisi itu diperparah dengan semakin berkurangnya siraman sinar matahari, sehingga perbedaan suhu air permukaan dengan air di lapisan bawah, menyebabkan situasi kurang kondusif untuk kehidupan ikan. “Di satu sisi, akibat pencemaran air danau oleh planton, menyebabkan kandungan oksigen dalam air semakin menipis. Walau demikian, kematian ikan belum begitu parah,” jelasnya. Hal senada disampaikan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Agam, melalui Sekretaris DKP, Ir. Ermanto, M.Si. Menurutnya, hasil pemantauan Minggu (30/10), ikan yang mati ditemukan pada 3 lokasi, yaitu di Muaro Tanjung, Nagari Koto Kaciak, dekat Hotel Maninjau Indah Nagari Maninjau, dan di Nagari Tanjung Sani. “Kondisi terparah adalah di Muaro Tanjung,” ujar Ermanto. Upaya yang dilakukan petani ikan di Muaro Tanjung adalah dengan menambah oksigen ke dalam KJA, melalui pemompaan udara menggunakan mesin pompa. Upaya tersebut cukup berhasil. Buktinya, ikan yang semula mabuk, segar kembali. Upaya lain, yang dianjurkan pihak DKP Agam adalah meminta petani ikan mengurangi kepadatan populasi ikan dalam KAJ. Semula satu petak KJA berukuran 5 x 5 meter diisi benih ikan sampai 6.000 ekor, dikurangi menjadi 2.000 ekor. Kerugian petani ikan di Muaro Tanjung berbeda antara versi DKP Agam dengan pihak Kecamatan Tanjung Raya, dan Wali Nagari Koto Kaciak. Menurut DKP Agam kerugian berkisar antara 700 kg sampai 1 ton. Namun Camat Tanjung Raya, dan Wali Nagari Koto Kaciak, Herman Tanjung menyebutkan kerugian sekitar 2 ton. Di Muaro Tanjung terdapat sekitar 1.000 unit KJA, yang dikelola Kelompok Pembudidaya Ikan Muaro Tanjung. Biasanya, ikan dalam KJA di sana aman dari bencana. Tetapi kini, ikan dalam KJA di sana paling parah diterjang bencana matinya ikan. Herman Tanjung memperkirakan, penyebab kematian ikan adalah keurangan oksigen. Untuk itu diperlukan upaya memompakan udara ke dalam KJA. Mesin pompa yang ada, milik kelompok hanya 12 unit. “Kami perlu penambahan mesin pompa untuk kebutuhan penyelamatan ikan dalam KJA. Permohonan tambahan pompa sudah dsmpaikan lngsung kepada pihak DKP Agam, Minggu kemaren, saat rombongan Sekretaris DKP meninjau kondisi ikan di Muaro Tanjung,” ujar Herman. Permintaan batuan mesin pompa tersebut, menurut Ermanto bisa dipenuhi, 5 sampai 10 unit tahun anggaran 2012. Karena mesin pompa tersebut sangat dibutuhkan petani ikan. “Dulu sudah kita bantu 2 unit,” ujar Ermanto.Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD Agam, Drs. Martias Wato Dt. Maruhun meminta petani ikan KJA di perairan Danau Maninjau mengurangi kepadatan isi KJA mereka. Kalau biasa diisi 5.000 benih ikan, kini kuragi mejadi 2.000 ekor. Wali Nagari Tanjung Sani, Y. St. Sarialam mengaku sudah mengingatkan petani ikan KJA, agar mematuhi anjuran tersebut. Mayoritas petani ikan sudah mematuhinya. Kalaupun ada yang membandel, jumlahnya tidak banyak. Bupati Agam H. Indra Catri telah mengingatkan petani ikan KJA di perairan Danau Maninjau, agar tidak menebaran benih ikan ke dalam KJANovember dan Desember 2011. Karena diperikirakan cuaca ekstrim pada bulan dimaksud akan sangat merugikan petani ikan. “Cuaca ektrim, sabar dulu. Jangan berjudi dengan nasb, karena kondisi lagi tidak memungkinkan,” ujarnya beberapa waktu lalu. (msm)

SESAR MENTAWAI BERGESER

Lima Hari, Lima Gempa AKIBAT TERCEMARIkan dalam keramba jala apung (KJA) Kelompok Perikanan Muaro Tanjung, Nagari Koto Kaciak, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam sejak Minggu (30/10) banyak yang mati. Kondisi itu mencemaskan anggota kelompok tersebut. Dalam gambar nampak sebagian gugusan KJA, dari 1.000 unit KJA di Muaro Tanjung. MIAZUDDIN

HUTAN TERJAGA, BEBAS BENCANA

Sumbar Dapat SK Hutan Nagari Perdana

PADANG, HALUAN—Setelah lama diperjuangkan, akhirnya Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, mengeluarkan SK penetapan areal kerja hutan nagari di Sumatera Barat. Tepatnya di Nagari Simanau kecamatan Tigo Lurah Kabupaten Solok seluas 1.088 ha dan di Jorong Simancung Nagari Alam Pauh Duo Kecamatan Pauh Duo Kabupaten Solok Selatan seluas 650 ha. Dengan ini diharapkan, hutan menjadi terjaga dan masyarakat terbebas dari bencana. Keputusan Menteri ini terbit pada 3 Oktober lalu dengan SK 572/ Menhut-II/ 2011 untuk Simanau dan SK. 573/ MenhutII/ 2011 untuk Simancung. Rencananya SK ini, akan diserahkan langsung oleh Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Barat ke Kelompok Masyarakat Simanau pada Selasa (1/11) dan Simancung Rabu (2/11). “Keluarnya SK Areal Kerja Hutan Nagari, merupakan bagian dari pengakuan negara terhadap kemampuan pengetahuan dan tekhnologi lokal lokal yang telah tumbuh dan berkembang ditengah masyarakat nagari didalam mengelola sumberdaya hutan secara berkeadilan dan berkelanjutan dengan basis peraturan hukum lokal mereka,”sebut Direktur Eksekutif KKI Warsi Rakhmat Hidayat, salah satu Ornop yang akif mendampingi masyarakat untuk pengelolaan sumberdaya hutan berbasis masyarakat di Indonesia. Dalam siaran persnya, Senin (31/10), Rakhmat menyatakan, pengakuan ini merupakan bukti mulai bergesernya bentuk pengelolaan hutan dari pengusahaan berbasis kayu menjadi berbasiskan masyarakat. Dimana praktek masa lalu telah membuat terjadinya deforestasi dan degradasi hutan yang sangat parah, serta meningkatnya konflik dan kemiskinan. Sehingga paradigma baru pengelolaan sumberdaya hutan berbasis masyarakat akan mampu meningkatkan peran serta serta hak akses dan kontrol. “Walau ini baru permulaan dan luasan yang diberikan masih dalam skala kecil, akan tetapi sebagai langkah awal kita patut berbangga,”sebutnya. Disebutkannya dari Hutan Nagari yang berada di kawasan lindung seperti yang didapat masyarakat Simanau dan Simancung, masyarakat dapat memanfaatkan jasa lingkungan, hasil hutan bukan kayu, dan perdagangan

karbon. Disamping manfaat ekologi yang selama ini telah dimanfaatkan masyarakat, utamanya sebagai pengatur tata air dan pengendali iklim. Menurut Rakhmat, jauh sebelum keluarnya Permenhut No.49 tahun 2008 tentang Hutan Desa/ Hutan Nagari. Sebenarnya praktekpraktek terbaik pengelolaan hutan sudah ditunjukan sejak lama oleh masyarakat nagari di Sumatera Barat. Pendekatan Parak, rimbo larangan, rimbo hulu air merupakan salah satu bukti kemampuan masyarakat didalam mengelola hutan yang terbukti baik secara ekologi, namun juga bermanfaat secara ekonomi, sosial serta budaya. “Untuk proses perizinan hutan nagari ini, sudah berlangsung selama hampir 1,5 tahun, diawali dengan pengajuan oleh kepala nagari kepada bupati, bupati ke Mentri Kehutanan. Dalam proses pengajuan izin ini tentu akan ada verifikasi yang akan dilakukan untuk memastikan tidak terjadinya tumpang tindih dan persoalan lain dikemudian hari, dan kita bersyukur proses ini telah dilalui masyarakat Simanau dan Simancung,”sebut Rakhmat. Warsi, telah melakukan fasilitasi hutan nagari di Simanau dan Simancuang sejak Awal 2010, kegiatan yang dilakukan diantaranya kesepakatan penentuan areal, pembentukan kelompok, mekanisme kelompok, diskusi rutin kelompok, kebun bibit untuk rehabilitasi lahan, penyusunan draft rencana kelola hutan nagari. Ke depan diharapkan, pengelolaan hutan oleh masyarakat akan semakin luas, apalagi jika dilihat dari komposisi kawasan hutan Sumatera Barat yang kawasan hutan mencapai 2.600.286 Ha (61,48 %). “Semoga hadirnya SK perdana Hutan Nagari di Sumatera Barat ini, akan mendorong kelompok masyarakat lainnya untuk mengajukan usulan serupa, sehingga kawasan hutan yang dikelola masyarakat semakin luas dan harapannya tentu, supaya hutan terjaga masyarakat sejahtera dan kearifan serta teknologi juga pengetahuan lokal masyarakat tetap menjadi landasan pengelolaan,”pungkas Rakhmat. Jadi Pilot Projek Terpisah, Kepala dinas Kehutanan Sumatera Barat Ir Hendri Oktavia Msi, juga menyambut baik keluarnya SK hutan nagari ini, sejalan dengan program Dinas

Kehutanan Sumbar sekaligus menunjang program Kementrian Kehutanan dalam pemberian akses kepada masyarakat untuk mengelola kawasan hutan negara. Sebagaimana diketahui pemberian hak kelola hutan kepada masyarakat telah menjadi skala perioritas Kementrian Kehutanan. Seiring dengan terbitnya PP 6/ 2007 (yang kemudian direvisi dengan PP 3/ 2008) akses masyarakat terhadap pengelolaan sumber daya hutan mulai dibuka dan difasilitasi, melalui upaya-upaya pengembangan dan percepatan program pemberdayaan masyarakat sekitar hutan. Hutan Kemasyarakatan, Hutan Desa/nagari dan sebutan sejenis, Hutan Tanaman Rakyat dan Kemitraan, merupakan model yang dapat dipilih masyaralat dalam mengelola kawasan hutannya. “Dengan adanya hutan nagari ini, akan membuka akses kepada mayarakat yang berada disekitar kawasan hutan untuk mengelola kawasan hutan secara legal, jika sebelumnya masyarakat dilarang masuk kawasan kini sudah ada legalisasi, salah satunya dalam bentuk hutan nagari,”sebut Hendri. Dikatakannya melalui hutan nagari ini, masyarakat dapat mengelola kawasan hutan, guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan mereka. Dengan mengedepankan prinsip-prinsip pengelolaan hutan yang berazaz pengelolaan kehutanan yang adil dan lestari. “Hutan Nagari merupakan hutan negara yang pengelolaannya dilakukan oleh masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. Hak Pengelolaan Hutan nagari diberikan pada kawasan hutan lindung ataupun hutan produksi yang belum dibebani hak, yang kawasannya berada di wilayah administratif nagari. Kawasan tersebut merupakan penyangga utama penghidupan masyarakat desa,”kata Hendri. Disebutkan Hendri, hutan nagari di Simanau dan Simancung akan menjadi pilot projek pengelolaan hutan berbasis masyarakat di Sumatera Barat. “Ke depan kita akan terus mendorong nagari-nagari yang berbatasan langsung dengan hutan, baik hutan produksi ataupun hutan lindung untuk mengajukan hak kelola hutan nagari, tujuannya supaya masyarakat dapat sejahtera dengan hutan yang ada disekitarnya,”sebutnya. (dn/rel)

PADANG, HALUAN—Aktivitas gempa tektonik di Sumatra belakangan ini cenderung meningkat. Peningkatan aktivitas gempa ini diduga akibat pergeseran patahan di sepanjang Sesar Mentawai.

Namun pihak terkait belum memastikan sejauhmana pergeseran tersebut terjadi. Tapi dugaan sementara, pergeseran itu tidak terlalu signifikan. Sesar Mentawai tersebut tidak hanya berlokasi di sekitar Mentawai, tetapi mencakup seluruh Sumatra. Pakar gempa asal Sumbar Badrul Mustafa mengungkapkan, Sesar Mentawai dimulai dari sekitar anak Gunung Krakatau di Selat Sunda yang menuju ke sekitar megathrust dekat palung, kemudian ke utara sejajar dengan Sumatra yang melewati sisi kanan Pulau Enggano, Pagai Selatan, Pagai Utara, Sipora, Siberut, terus ke Nias. Di Pulau Nias Sumatra Utara, sebagian Sesar Mentawai masuk dalam pulau, hingga berakhir di Pulau Simeulue Aceh. Untuk pulau-pulau di depan Sumatra ini, aktivitas gempa dari Sesar Mentawai, jauh lebih besar terasa, dibandingkan darat Sumatra. Dari catatan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), peningkatan aktivitas gempa dalam seminggu belakangan ini dimulai tanggal 26 Oktober 2011. Pada tanggal tersebut, gempa berkekuatan 5,4 SR mengguncang di wilayah 42 kilometer tenggara Sipora Mentawai sekitar pukul 10.38 WIB. Gempa ini berlokasi di 2.59 LS - 99.67 BT, dengan kedalaman 29 kilometer. Tanggal 28 Oktober 2011, gempa berkekuatan 4,9 SR mengguncang Aceh, dan terjadi di wilayah 152 kilometer barat daya Banda Aceh. Gempa yang terjadi sekitar pukul 15.14 WIB itu berlokasi di 5.06 LU 94.03 BT, dengan kedalaman 51 kilometer. Pada 29 Oktober 2011, gempa kembali terjadi di wilayah 15 kilometer barat daya Pagai Utara Mentawai. Gempa yang terjadi pukul 21.13 WIB itu berkekuatan 5,1 SR dengan kedalaman 25 kilometer di lokasi 2.83 LS - 100.01 BT. Tanggal 30 Oktober 2011, aktivitas gempa kembali bergeser ke Aceh. Gempa itu terjadi di wilayah 54 kilometer barat daya Sigli NAD, yang berkekuatan 5 SR dengan kedalaman 10 kilometer. Gempa yang terjadi pukul 09.02 WIB itu berlokasi di 4.94 LU - 95.76 BT. Belum sampai 10 jam, aktivitas gempa kembali bergeser ke Bengkulu. Gempa yang terjadi sekitar pukul 18.52 WIB itu terjadi di wilayah 81 kilometer tenggara Muko-muko Bengkulu. Gempa tersebut lebih besar dibanding sebelumnya, dan mencapai 5,7 SR dengan kedalaman 10 kilometer di lokasi 3.28 LS - 101.33 BT. Bahkan gempa ini juga dirasakan oleh sejumlah masyarakat di Kota Padang. “Melihat episentrum gempa di blok atau segmen gempa di Sipora dan Pagai Mentawai dengan kedalaman yang dangkal, kemungkinan itu berasal dari pergeseran sepanjang Sesar Mentawai,” ujar Badrul Mustafa. Menurut Badrul, walau Sesar Mentawai tidak seaktif Sesar Sumatra, tapi ada bagian-bagian di Sesar Mentawai yang cukup aktif. Namun aktivitas gempa di sepanjang Sesar Mentawai ini menurut Badrul tidak beresiko besar terhadap aktivitas gempa darat di sepanjang patahan Sumatra, kecuali di daratan Kepulauan Mentawai dan Enggano Bengkulu. Meski tidak memiliki potensi tsunami dari aktivitas Sesar Mentawai, namun aktivitas gempa yang terjadi antara Sumatra, Sipora dan Pagai akibat Sesar Mentawai ini dikhawatirkan bisa memicu bagian sesar di Siberut. Tapi yang memicu tsunami di Siberut bukan dari Sesar Mentawai, melainkan tumbukan lempeng Indo-Australia yang menunjam di bawah Eurasia (Sumatra). “Jika gempa terjadi di Siberut akibat subduksi lempeng Indo-Australia, maka ia berpotensi tsunami. Itupun kalau memenuhi empat syarat, yakni episentrum di dasar laut, kedalaman dangkal 30 kilometer ke bawah, kekuatan gempa 6,5 SR ke atas dan terjadi pergerakan batuan secara vertikal di daerah megathrust Siberut,” jelas Badrul. Jika gempa dan tsunami yang berpusat di Siberut terjadi, Badrul mengatakan, Pulau Siberut akan terangkat setinggi satu setengah meter hingga dua meter. Kejadian yang sama setelah tsunami ditemui ketika gempa dan tsunami terjadi di Pagai Utara tahun lalu. “Selama siklus gempa 200 tahun, daratan Siberut terbenam satu setengah meter hingga dua meter. Tapi jika gempa besar nantinya terjadi, maka pulau itu akan terangkat kembali. Tapi kalau untuk Kota Padang tidak mengalami perubahan yang signifikan,” tambah Badrul. (h/wan)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.