Haluan 01 Maret 2011

Page 8

8

SELASA, 1 MARET 2011 M 26 RABIUL AWAL 1432 H

INFO SIGAP Mengemudi Saat Banjir

BANJIR — Musim hujan sangat identik dengan terjadinya banjir. Karena itu, warga yang tinggal di daerah rawan banjir harus selalu waspada akan bencana ini. Termasuk juga mengetahui bagaimana cara mengemudi kendaraan saat mengarungi banjir.

Mensiasati Bencana Alam

ADA bencana alam yang memang tak terhindarkan. Ada bencana alam yang mustahil manusia melakukan intervensi atas kejadiannya. Sebutlah itu bencana alam akibat gempa tektonik dan gempa vulkanik. Beberapa bencana alam baru saja terjadi lagi secara beruntun di negeri kita. Gempa tektonik yang menyebabkan tsunami menerjang Kepulauan Mentawai di Sumatera Barat, dan gempa vulkanik yang disebabkan oleh erupsi Gunung Merapi di Jawa Tengah dan Yogyakarta, atau longsor di Wasior. Semuanya mengakibatkan kerusakan dan korban jiwa. Bencana alam semacam itu, sekali lagi, memang tidak mungkin ditolak oleh manusia. Tidak

OLEH : ERICK RIDZKY (BNPB PUSAT)

JANGAN remehkan gempa kecil. Itu mungkin pelajaran yang bisa kita petik dari gempa 5 skala Richter di Yogyakarta 21 Agustus 2010. Akibat gempa yang kekuatannya tak seberapa, sejumlah bangunan rusak, termasuk bagian Keraton Yogyakarta. Tujuh orang dilaporkan luka-luka, tiga di antaranya menderita patah tulang.

ada yang bisa menahan gunung berapi agar tidak memuntahkan lahar dan meletus. Tidak ada yang bisa menahan pergerakan lempeng kulit bumi agar tidak bergerak. Manusia harus menerimanya sebagai sebuah takdir yang pasti. Tapi mensiasati bencana agar tidak menimbulkan efek kerusakan atau korban jiwa manusia, adalah suatu hal yang mungkin, dan karena itu perlu dilakukan. Memahami karakteristik wilayah yang rawan gempa adalah sangat mungkin diketahui oleh

manusia. Karena itu, dengan pengetahuan karakteristiknya, manusia perlu melakukan adaptasi terhadapnya. Misalnya, bagaimana memilih konstruksi bangunan yang sesuai, menggunakan peralatan yang bisa memberi peringatan dini (early warning), bagaimana melakukan evakuasi mendadak, dan sebagainya, adalah bagian dari upaya yang bisa dilakukan oleh manusia untuk menyiasati bencana agar tidak menimbulkan korban yang lebih banyak. Dalam upaya penyiasatan bencana inilah sebenarnya kita masih selalu saja menunjukkan kekurangan yang tidak seharusnya terjadi. Tidak bekerjanya alat deteksi gempa, atau kelalaian memberi peringatan dini tsunami, adalah dua contoh yang bisa kita

tunjuk, yang masih saja terjadi baru-baru ini. Akibatnya, tsunami di Mentawai menelan korban jiwa yang cukup besar, lebih dari 300 orang. Mensiasati efek bencana juga seharusnya menjadi concern masyarakat sendiri. Misalnya kepatuhan terhadap imbauan evakuasi dan ketaatan untuk tidak memasuki daerah terlarang. Seharusnyalah kita banyak belajar dari pengalaman kita sendiri yang sangat cukup untuk mengajarkan kita bagaimana selalu sigap mensiasati terjadinya bencana sehingga efek kerusakannya bisa diperkecil. Apalagi jika disertai penerangan masyarakat dan latihanlatihan yang terus dimasyarakatkan bagaimana mengevakuasi diri bila terjadi bencana.

Jangan Remehkan Gempa Kecil

Sejarah juga mencatat gempa kecil yang mengakibatkan kerusakan bahkan korban tewas. Gempa dengan kekuatan 3,4 skala Richter , yang bahkan tak terekam dalam situs US Geological Survey (USGS), terjadi pada Minggu 17 Januari 2010 sore, berpusat di Provinsi Guizhou, 100 kilometer barat daya ibu kota Guiyang. Gempa itu memicu dua longsor di lokasi berbeda. Saat itu setidaknya menewaskan tujuh orang karena tertimpa batuan besar. Seperti dimuat Seattle Times, juru bicara Biro Gempa Guizhou, Tian Xian, saat itu satu

orang dinyatakan hilang, sembilan luka dengan dua di antaranya menderita luka serius. Skala Richter, yang merupakan salah satu parameter gempa bumi dikembangkan oleh Charles Richter pada tahun 1935. Skala ini logaritmik, dengan dasar 10. Amplitudo gempa yang nilai 3,0 adalah sekitar 10 kali amplitudo yang skor 2.0. Energi yang dilepaskan, akan meningkat dengan faktor sekitar 32. Skala ini diukur menggunakan seismogram, sebagai jarakwaktu tibanya gelombang getaran gempa dari titik awal gempa ke titik terjauh yang terkena im-

paknya. Berdasarkan parameter ini, seperti dimuat laman Earthquakes.bgs.ac.uk, jarak jangkau gempa berkekuatan 1,0 SR setara dengan 30 pound bahan peledak TNT atau ledakan yang menghancurkan sebuah bangunan. Sementara itu, gempa 4,0 SR setara dengan jarak jangkau bom atom ukuran kecil. Dan daya-jangkau gempa 5,0 SR—yang dikategorikan sebagai gempa berkekuatan ‘moderat’— setara dengan 32 kiloton TNT atau bom atom yang dijatuhkan di Nagasaki, 9 Agustus 1945. Skala Richter tak bisa serta-

Semuanya merupakan bagian dari upaya mensiasati bencana alam bila sewaktu-waktu terjadi. Seyogianyalah setiap calon kepala daerah yang akan maju dalam pemilukada di daerahdaerah yang rawan bencana alam, diuji kemampuan dan programnya untuk masalah bencana alam ini. Hal itu dimaksudkan agar kelak ketika dia memimpin, masyarakat dapat terus dibina sehingga memiliki kebiasaan cepat tanggap dan cepat sikap ketika ada tanda bencana atau ketika bencana terjadi tiba-tiba. Kita janganlah menjadi bangsa yang tidak pernah belajar dari pengalaman, termasuk belajar dari pengalaman mengalami bencana. Bencana alam memang ada yang tidak bisa dielakkan, tapi bencana alam bisa disiasati. (h/metro)

merta disamakan begitu saja secara paralel sebagai alat ukur daya-rusak sebuah gempa. Intensitas dan efeknya pada permukaan tanah tak hanya bergantung pada besaran skala ini, tapi juga pada seberapa jauh jaraknya dari pusat gempa, kedalaman gempa, dan kondisi geologis—jenis dataran tertentu bisa memperbesar skala getaran menjadi lebih dahsyat. Saat ini, karena dinilai tak begitu akurat, banyak geolog tak lagi menggunakan Skala Richter, tapi beralih pada skala Local Magnitude (ML) atau Moment Magnitude (MW). *****

SIAPA pun tak ingin berada dalam situasi yang tak mengenakkan, seperti terjebak saat banjir di jalanan. Bagaimana ini bisa terjadi? Ada banyak alasan. Salah satunya, kurangnya informasi. Informasi pun banyak macamnya. Salah satunya, bagaimana sebaiknya mengemudi saat banjir. Kiat-kiatnya pun banyak. Salah satunya ini dia, ketika Anda mau tak mau harus menempuh banjir: Perhatikan tinggi air, ia faktor utama dalam menentukan tehnik mengendali kendaraan. Juga pusatkan konsentrasi dan kehati-hatian untuk menguasai laju kendaraan tanpa mengganggu pengguna jalan lainnya. Mereka semua sedang mengalami masalah yang sama. Jika tinggi air mencapai seperempat ketinggian roda, mengemudilah dengan posisi gigi tiga, kopling dilepas. Usahakan kecepatan stabil dan tidak menginjak rem dengan mendadak. Jika tinggi air mencapai separuh ketinggian roda, kemudikan dalam posisi gigi dua, kopling diinjak seperempat kedalaman. Kecepatan stabil. Bukan berarti dengan kecepatan tinggi namun yang sesuai dengan situasi sekitar. Jika ketinggian air melebihi separuh tinggi roda, konsentrasi perlu dimaksimalkan. Gigi di posisi satu. Injak kopling hingga setengah kedalaman. Dan nikmatilah tantangan ini seakan Anda dalam suatu petualangan yang mengasyikkan. Stress hanya akan memperburuk situasi dan membuat khawatir orang-orang sekendaraan yang berada dalam lindungan Anda. Jika tinggi air sudah sama, alias roda terendam seluruhnya, tidak diperlukan lagi tehnik mengemudi, tapi tehnik meminta pertolongan… Harap diingat. Kiat-kiat ini berlaku jika kendaraan dalam kondisi sehat. Karenanya, jika musim hujan tiba, periksalah kesehatan ban, wiper, knalpot, mesin, terutama komponen yang peka terhadap air seperti aki, busi dan alternator. (h/msi)

BPBD-BMKG Luncurkan Sirene Tsunami di Sulut

MANADO — Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika telah meluncurkan pemanfaatan sirene tsunami di Sulawesi Utara, sebagai bentuk penyampaian informasi dan peringatan dini ketika terjadi fenomena alam membahayakan itu. “Ada dua unit sirene tsunami yang kami pasang di Sulut, dan sudah diuji coba di tengah masyarakat,” kata Kepala BPBD Sulut, Hoyke Makarawung, di Manado, Kamis. Dua unit sirine yang diluncurkan langsung oleh Wakil Gubernur Sulut itu, telah ditempatkan di Kota Manado dan Bitung dengan jangkauan radius sekitar tiga kilometer. Sirene tsunami yang diproduksi di Jepang itu, menggunakan INA-Tews (Indonesia Tsunami Early Warning System), sebagai aplikasi teknologi terkini yang memungkinkan untuk memberikan sistem informasi peringatan dini bencana alam. Alat itu bisa digunakan di berbagai wilayah di Indonesia termasuk Sulut dan sangat fleksibel, digunakan dari komunitas kecil maupun besar, terhubung dengan peringatan sistem daerah dan nasional. Sementara itu, Wagub Sulut Djauhari Kansil mengatakan, tersedianya fasilitas sirene tsunami ini menjadi harapan bagi pemerintah daerah dan masyarakat terbangun kekuatan kolektifitas organisasi masyarakat sipil pada upaya penanggulangan bencana. Menurutnya, dari aspek geografis, geologis dan hidrologis di Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, di mana banyak terletak lempengan bumi dan patahan. Beberapa lempengan seperti lempeng eurasia, lempeng Indo Australia dan lempeng pasifik, menyebabkan negara kita rawan terhadap bencana, antara lain gempa bumi, tanah longsor, banjir, badai dan letusan gunung berapi. (h/ant)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.