kelas08_bahasa-dan-sastra-indonesia-2_maryati-sutopo

Page 92

terpegang oleh Joko ketika dia sedang membesihkan kelas mereka. Terperanjat dia lekas-lekas dia menarik tangannya ke luar. Dan menghitung jarinya. Untung jumlahnya masih utuh. Binatang apa yang barusan dipegangnya? Astaga! Untung dia tidak menggigit! Buru-buru Joko membungkuk. Melongok ke dalam laci. Bersiap-siap untuk memukul binatang itu dengan sapunya…Dan matanya yang sudah melotot dengan gagangnya itu membentur…bangkai seekor tikus! “Sialan geramnya sambil menendang bangku si Gino dengan gemasnya. Dia pasti sengaja menaruh bangkai tikus itu di sana. Tidak mungkin sang tikus itu di sana. Tidak mungkin sang tikus sengaja mau mati di situ. Teman-temanya memang senang mengolok–olokkan Joko. Mentang-mentang dia cuma seorang anak babu. Sudah l tahun ibunya bekerja sebagai pembantu di sekolah ini. Dan untuk membantu ibunya, Joko membersihkan kelas setiap pagi. Satu jam sebelum pintu gerbang sekolah dibuka... Waktu masih kecil dulu, Joko mau menjadi kacung. Tukang membersihkan kelas. Malu. Dia pernah menolak masuk sekolah, malu dikatai anak babu oleh teman-temannya. Lalu Joko melihat ibunya harus bangun lebih pagi. Mengambil alih tugasnya. Memompa air. Membersihkan kelas. Membersihkan WC. Mengepel serambi sekolah. Dan Joko merasa terenyuh. Tidak sampai hati melihat ibunya bekerja seorang diri. Ibu sudah cukup menderita. Sejak muda dia harus berjuang seorang diri menghidupi mereka berdua. Ayah Joko entah pergi kemana. Sampai sekarang Joko sendiri belum tahu di mana lakilaki itu berada. Dia belum pernah melihatnya. Dia malah tidak tahu, adakah seorang laki-laki yang pantas dipanggilnya Ayah. Ibunya yang mencari makan untuk mereka. Dengan bekerja menjadi pembantu di sekolah ini. Begitu berat penderitaan Ibu sampai rambutnya sudah putih semua, padahal kulit mukanya masih kencang. Ibu tidak marah ketika Joko tidak mau membersihkan kelas, tetapi Ibu menangis ketika Joko menolak sekolah... “Lihat tuh Joko” gerutu Pak Prapto kalau malam-malam kebetulan dia melihat Joko sedang belajar di bawah pelita. Joko dan ibunya tinggal di belakang sekolah. Rumah Pak Prapto dan pondok ibu Joko hanya dibatasi oleh sebidang kebun. “Anak babu” tetapi otaknya cerdas. Hampir tiap tahun jadi juara kelas. Padahal tiap hari dia bekerja keras. Makannya Cuma singkong! Tapi badannya begitu bagus. Tegap. Tidak loyo seperti anak-anakmu! Barangkali karena setiap hari dia bekerja! Tidak cuma makan dan tidur saja!” Meskipun di depan istrinya Pak Prapto selalu memuji Joko, di depan Joko sendiri dia tidak pernah bilang apa-apa. Tetapi

Pelajaran 9 Pameran

79


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.