Tabloid ProDesa Edisi Perdana Maret 2013

Page 15

Wawancara Khusus

Edisi Perdana, Maret 2013

tahun lebih saya sebagai pembina AKD Jawa Timur dan selama itu pula saya tidak pernah menungganginya atau memanfaatkannya. Kalau saya punya kepentingan atau nafsu politik, sejak dulu saya sudah menggunakan AKD untuk alat kepentingan saya. Justru saya selaku Pembina AKD Jawa Timur, selama delapan tahun le­bih, selalu menjaga AKD sebagai organi­sasi yang independen dan bebas dari kepentingan kelompok-kelompok tertentu. AKD bisa berjalan sesuai relnya, yakni wadah bagi kepala desa memperjuangkan kepentingan masyarakat desanya. Catat besar-besar, saya hanya ingin menjadi kiai yang memimpin pesantren, dan menghasilkan generasi yang mengamalkan ajaran al-Qur’an secara kaaffah (sempurna). Pesantren yang melahirkan para enterpreneur yang berpijak pada Hadist dan Quran. Kalau memang demikian, apa yang harus dilakukan rakyat Jawa Timur dalam Pemilu Gubernur nanti ? Jawa Timur saat ini pada posisi yang kritis. Kritis kenapa, seolah-olah tidak ada calon lain yang dapat mengalahkan incumbent. Padahal tidak demikian. Kalau Khofifah maju masih tetap berpeluang menang. Kalau Bambang D.H. berpasangan dengan Khofifah bukan tidak mungkin akan menang. Apalagi masih ada Untung Rajab dan putra-putra terbaik Jawa Timur di negeri ini. Fenomena Jokowi menunjukkan bahwa incumbent tetap bisa dikalahkan. Padahal kurang bagaimana reputasi Foke, ia seorang doktor yang hebat lulusan Jerman, dan sudah menyiapkan segalanya. Tapi ia kalah dalam satu hal, yakni dalam kepemimpinan itu track recordnya sudah tercatat, dan the end of productnya sudah

bisa kelihatan. Karena itu saya hanya berpesan satu hal dalam pesta demokrasi nanti, jangan salah memilih pemimpin. Sebab, sekali salah memilih pemimpin, akan rugi selama lima tahun ke depan. Pilihlah pemimpin yang bertanggungjawab dan amanah. Banyak para kepala desa dan masyarakat desa yang sependapat dengan Pak Dwi. Namun juga ada yang menilai Pak Dwi terlalu “nylekit” (pedas, red.) mengkritisi kepemimpi­ nan di Jawa Timur. Apa sih yang di­ inginkan Pak Dwi sesungguhnya? Sampean kok juga belum percaya terhadap apa yang saya sampaikan dan saya inginkan. Sebagai seorang yang beragama Islam, keinginan saya hanya satu, ingin punya pesantren dan menjadi kiai yang mengasuh pondok pesantren. Seperti yang saya jelaskan sebelumnya, saya ingin melahirkan generasi yang hafal dan kaffah menjalankan ajaran al-Qur’an, yang mampu memberikan teladan dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat di sekeli­lingnya. Alhamdulillah dalam kehidupan du­ niawi, Allah SWT telah memberikan saya segalanya. Pencapaian duniawi saya sudah tidak bisa diukur lagi oleh harta yang sudah dilimpahkan Allah SWT, atau memburu kekuasaan dan mengangkangi sebuah jabatan di republik ini. Saya ingin seperti Rasulullah Muhammad SAW yang seluruh hidupnya diabdikan untuk ummat dan menjalankan semua perintah Allah SWT. Saya ingin seluruh kehidupan saya, benar-benar untuk pengabdian kepada masyarakat, bangsa dan negara, serta agama. Ya, kehidupan saya

pr desa

sudah tidak pada level pencapaian untuk menjadi A, B, C, atau D, saya hanya ingin pengabdian total terhadap perubahan masyarakat yang lebih baik. Apakah dengan menjadi Pembina AKD Jatim, tidak dapat disebut keingi­ nan terhadap pencapaian tertentu ? Mas, tolong dicatat besar-besar, bahwa hampir sembilan tahun saya membidani AKD Jatim, saya tidak pernah memanfaatkan para kepala desa di Jawa Timur untuk kepentingan saya agar saya menjadi ini itu. Sudah ratusan miliar uang saya keluarkan untuk AKD Jatim, tapi sampai sekarang saya tetap bukan siapa-siapa. Waktu sembilan tahun adalah waktu yang panjang untuk sebuah investasi sosial, politik, atau ekonomi agar saya menjadi siapa dan siapa. Masak ada orang di Jawa Timur atau kepala desa yang belum mengerti juga dengan apa yang sudah saya lakukan untuk AKD Jatim. Tolong juga dicatat tebal-tebal, saya hanya ingin kepala desa berdaya, saya hanya ingin memberikan pencerahan kepala desa lewat pemikiran saya, tena­ga saya, maupun harta saya. Lihatlah sekarang ini, kepala desa lebih berani dan terorganisasi. Akibatnya, dana pembangunan ke desa sekarang ini meningkat diban­ dingkan sebelum tahun 2004. Meski demikian, masih banyak aturan yang belum dilaksanakan sepenuhnya oleh pemerintahan di atasnya. Misalnya, saja Bantuan Keuangan Desa (BKD) dari Pemerintah Provinsi yang seharusnya diturunkan tiap tahun untuk tiap-tiap desa, belum juga dilaksanakan hingga kini. Ke mana larinya APBD Jatim sekitar Rp 12 triliun ? Ini hak desa, maka kepala desa harus menuntut hak itu. APBD jangan hanya dihambur-

kan untuk pencitraan para penguasa anggaran, seperti pasang gambar dan baliho besar-besar dan membayar iklan di media massa. Coba dihitung berapa jumlah APBD yang dihamburkan untuk kepentingan pribadi para bupati atau gubernur, bukan untuk membantu dan mengentaskan kemiskin­an. Semboyannya makmur bersama wong cilik, tapi dana jamkesmas dihapus, kambing-kambing yang diterima orang miskin pada mati semua, dan jalanjalan rusak di desa dibiarkan, dan saluran irigasi pada amburadul tak berfungsi. Para pemimpin dan pejabat bisanya berlombalomba ngakali bagaimana menggarong uang negara. Saya melihat dan mempelajari, bahwa kemajuan di negeri ini harus dimulai dari desa. Selama ini posisi desa dan masyarakat desa tidak atau belum menjadi prioritas utama bagi program pembangunan di negeri ini. Karena itu, kemajuan itu harus dimulai dari cara berpikir para pemimpin yang ada di desa, yakni kepala desa. Apalagi, kepala desa merupakan ujung tombak dalam sistem pemerintahan, maka sesungguhnyalah mereka yang paling langsung dan berperan terhadap kemajuan bangsa ini. Bagi saya, kalau kepala desa berdaya, maka desa akan sejahtera, dan negara pun akan berjaya. Kepala desa berdaya luas artinya. Ya, dia akan menjadi paham tugas dan kewajibannya dalam sistem pemerintahan, paham persoalan hukum, tahu menggali potensi ekonomi masyarakatnya, dan sebagainya. Lebih penting lagi, mereka memiliki keberanian untuk mengatakan mana yang lebih baik atau lebih buruk. Juga diingat, dalam mem­ besarkan AKD Jatim saya tidak menggunakan uang negara se­peser pun. (bdh, fat)

Selalu Impikan Kades Jadi Bupati Sepuluh kepala desa menjadi bupati atau wakil bupati di Jawa Timur. Itulah impian dan tekad R.H. Dwi Putranto Sulaksono (DPS), pembina sekaligus figur utama yang membidani berdirinya AKD Jatim. Betapa tidak, sejatinya jika bersatu para kepala desa akan dapat mewujudkan keinginan mereka selama ini. “Yaitu, kedaulatan desa dan dana yang mencukupi bagi pembangunan maupun pemberdayaan masyarakat desa,”ujar DPS. Karena itu, DPS berharap AKD Jatim sebagai wadah bagi perjuangan tersebut. Potensi kepala desa menjadi pemimpin di daerahnya, seperti bupati atau wakil bupati sebenarnya cukup besar. Toh, saat ini sudah ada kepala desa yang menjadi bupati, seperti M. Amin di Ponorogo. Demikian pula sudah banyak kepala desa yang menjadi anggota DPRD, seperti M. Nizar Zahro (Bangkalan) menjadi anggota DPRD Jatim. Demikian pula beberapa kades yang menjadi anggota DPRD di wilayahnya, misalnya H. Toni MS di Nganjuk, Ali Basri di Magetan, dan Harley Priyatomoko di Bondowoso. Bahkan di Pasuruan ada tiga mantan kades sudah menjadi anggota DPRD, juga di Sumenep, Pamekasan, dan sebagainya. DPS mendirikan dan membesarkan AKD Jatim pada 5 Mei 2005, dilandasi niat yang tulus dan ikhlas agar kepala desa memiliki profesionalisme, independensi dan amanah. Selanjutnya mereka dapat ikut berkiprah dalam pembangunan di tanah air, khususnya di Provinsi Jawa Timur. Salah satu caranya, merebut kekuasaan di wilayahnya masing-masing. “Toh ada mekanisme calon dari unsur independen. Bila perlu dibuat kontrak politik dengan calon bupati dari kepala desa yang akan diusung bersama.,”ujar pria kelahiran Tuban ini. Lebih jauh DPS menegaskan, selain berjuang secara politik AKD Jatim diharapkan memberi manfaat besar bagi pemberdayaan anggotanya maupun masyarakat desa, sehingga lebih professional, independen, dan amanah. Setiap kades harus professional dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai birokrasi pemerintahan. Pengetahuan kepala desa tentang hukum dalam sistem administrasi negara, keuangan negara,

manajemen pemerintahan, hingga berbagai kebijakan pemerintah pusat, provinsi maupun pemerintah kabupaten diharapkan selaras dengan pembangunan yang berlangsung. “Sehingga tidak ada lagi berita bahwa para kepala desa tersandung kasus hukum hanya karena ketidaktahuannya terhadap hukum dan sistem administrasi negara di republik ini,”ujar Ketua Yayasan Dwiyuna Jaya ini. AKD Jatim perlu menunjukkan sikap independen. Seringkali kepala desa dimanfaatkan untuk kepentingan politik tertentu, bahkan ‘dijual’. Misalnya, dimanfaatkan memberi suara dalam pilpres, pilgub, pilbub dan pileg. Ironisnnya setelah hajatan selesai, tidak ada program pro desa, bahkan para pemimpin maupun wakil rakyat itu

15

seolah-olah lupa janji-janjinya. Dalam kondisi seperti ini, AKD Jatim harus berani bersikap independen dalam setiap kegiatan pemilihan presiden, kepala daerah maupun legislatif. AKD Jatim harus berani melakukan tawar menawar. Lebih tepatnya, AKD Jatim harus berani membuat kontrak politik dengan para calon peserta pemilihan kepala daerah maupun calon anggota legislatif. Keberanian dan kekuatan dalam tawar menawar ini harus semata-mata didasarkan pada kepentingan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa untuk terciptanya kemakmuran dan kesejahteraan di desa itu sendiri. Sebab jabatan kepala desa merupakan amanah rakyat desa, yang sebagian besar masih miskin dan kondisi desa yang terbelakang. (bdh)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.