Sengketa Tiada Putus: Matriarkat, Reformisme Islam, dan Koloniasme di Minangkabau

Page 224

182

SENGKETA TIADA PUTUS

perampoean itoe soedah naek ramboet [gadis], maka ia tiada pergi ka soerau lagi, melainkan doedoek berkoeroenglah ia; agak soekar melihatnja.”78 Perempuan muda itu diajari ibunya dalam hal keahlian rumahtangga seperti menjahit, memasak, dan membersihkan rumah, serta membaca teks-teks seperti “chabar Nan Tongga, hikajat Nabi Mohamad terbang ka langit”. Anak-anak perempuan lain menikmati lebih banyak kebe­ basan. Di schoolschrift yang berbeda, kita tahu tentang “Dari hal kalakoean anak perampoean jang beroemoer dari 5 tahoen sampai ia bersoeami” di kampung dataran tinggi Tanjung Ampalu. Sama-kalamaan maka toemboehlah djoega pikiran kapa­ danja dan bertambah-tambah djoega tjerdiknja, maka tahoelah ia menimbang dari pada baik dan djahat jaitoe djikalau ia soedah beroemoer kira2 10 atau 11 tahoen dan tahoelah ia menolong pekerdjaan iboe bapanja, saperti kasawah dan kaladang dan pandailah ia pergi bertoboh [berkelompok] sama2 kawannja dan ada djoega jang pergi menoeroetkan toboh lakilaki.79

Seorang penulis schoolschrift terakhir menggambarkan per­ mainan-permainan anak-anak perempuan. Tidaklah menghe­ rankan, permainan menyediakan sarana bersosialisasi, dan walau­pun tidak diungkapkan dalam memoar-memoar perem­ puan, sangatlah mungkin bahwa anak-anak perempuan ini membicarakan banyak perkara tentang kehidupan seperti yang dialami anak-anak laki-laki di surau dan di lapau. Adapoen anak perempoean itoe soeka sekali memboeat permainan; akan meriang-riangan hatinja, maka jang 78 Ibid., 19r. 79 “Hal perempoean di Tandjoeng Ampaloe”, schoolschrift akhir abad ke-19 (Leiden MS. Or. 5999/VRSC 687, dalam Portefeuille 1197), 1v.

ISI Sengketa new.indd 182

22/09/2010 23:03:45


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.