Merumuskan arah reformasi kebijakan Hutan

Page 5

Kata Pengantar Perlunya perubahan tenurial kehutanan semakin disadari pada awal 1990-an. Perubahan yang dimaksud bertumpu pada harus adanya alternatif dari pengelolaan hutan berbasis negara, terutama di negara-negara berkembang. Beberapa negara berkembang sudah mulai memberikan pengelolaan hutannya pada masyarakat lokal dan adat, walaupun dengan persentase yang sangat sedikit. Perubahan ini disadari karena ada yang tidak dapat dilingkupi oleh sistem pengelolaan hutan berbasis negara. Sistem itu cukup berhasil dalam memetakan dan menginventarisir hutan sebagai satu kesatuan, mengkalkulasi dan memanfaatkannya. Namun sistem pengelolaan berbasis negara hampir selalu bersifat diskriminatif terhadap masyarakat sekitar hutan dan lebih memberikan preferensinya kepada badan usaha besar. Akibat yang sangat nyata dari sistem pengelolaan hutan berbasis negara adalah kemiskinan di sekitar hutan yang kaya. Hilangnya akses masyarakat pada hutan dan bahkan penyingkiran mereka dari hutannya mewarnai penerapan sistem pengelolaan berbasis negara ini. Sejak pertama diterapkan di Indonesia pada abad ke-19, sistem itu melemahkan sistem penguasaan lahan/hutan masyarakat yang secara faktual mengurus hutannya secara turun temurun. Masa Orde baru adalah puncak penyingkiran itu dengan klaim sepihak negara atas kawasan hutan. Hutan dapat dijadikan modal besar untuk mengongkosi penguatan kekuasaannya dengan memberikan pemanfaatannya kepada pemodal besar di sekeliling kekuasaannya. Akibat lain dari kebijakan ini adalah melihat hutan semata “kayu� yang memicu eksploitasi berlebihan pada hutan. Perlawanan mulai sering disuarakan terutama oleh masyarakat adat dan termarjinalkan lainnya. Tekanan ini semakin kuat karena juga diresonansikan oleh masyarakat internasional. Hasilnya adalah pemerintah mulai menerapkan kebijakan yang memberikan akses kepada masyarakat, misalnya dalam wujud kemitraan dengan perusahan Hutan Tanaman Industri di awal tahun 1990-an. Namun itu bukan inti dari yang diminta oleh kelompok penekan dan gerakan masyarakat adat dan termarjinalkan ini. Harus ada perubahan pada sistem pengelolaan hutan berbasis negara, salah satunya dengan mengakui dan memberikan tempat bagi sistem pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Dengan adanya perubahan ini diharapkan terjadi juga perbaikan pada pengelolaan hutan dan berdampak pada perbaikan ekonomi. Orde Reformasi membuka jalan bagi perubahan tersebut. Desentralisasi digerakkan dengan keinginan untuk lebih memberikan kesempatan masyarakat lokal mengelola hutannya. Selain itu, lahir pula kebijakan kehutanan masyarakat yang ingin membuka akses bagi masyarakat memanfaatkan hutan, walau mungkin tidak menjawab persoalan kepemilikan atas lahan. Pada wilayah yang lebih makro, lahir TAP MPR IX/2001 yang hendak menjawab carut marut pengelolaan sumber daya alam yang lekat dengan persoalan ego sektoral, tumpang tindih kebijakan/peraturan, kerusakan lingkungan, konflik, ketimpangan penguasaan tanah dan


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.