Merumuskan arah reformasi kebijakan Hutan

Page 20

Diskusi Pada bagian ini beberapa peserta mengajukan pertanyaan dan tanggapannya atas presentasi dari pembicara. Di antaranya, Hedar Leudjeng dari Dewan Kehutanan Nasional mengingatkan tentang pidato Mr. Sadjarwo di hadapan DPR-GR tentang rancangan UUPA. Mr. Sadjarwo menyatakan bahwa dengan UUPA ini kita akan merubah situasi dimana memuncaknya modalmodal asing, menghentikan pertikaian rakyat dan pengusaha asing, dan aparat pemerintah dengan rakyatnya sendiri. Namun setelah 50 tahun UUPA dilaksanakan modal asing semakin banyak dan pertikaian semakin menjadi. Cerita 50 tahun lalu jalan di tempat atau bahkan mundur ke belakang. Kemudian Hedar menyebutkan bahwa saat ini ada lebih 25 ribu desa di Indonesia yang seluruh atau sebagian wilayahnya ada di dalam kawasan hutan. Artinya, puluhan juta rakyat yang ruang kehidupannya ada di kawasan hutan dan puluhan juta rakyat itu yang seumur hidupnya dan lahir sudah berstatus kriminal, karena UU kehutanan mengatakan siapa yang tinggal di hutan suatu perbuatan pidana, membawa parang sudah tindak pidana. Sehingga jika diakumulasikan orang yang hidup di dalam kawasan hutan bisa dihukum mati berkali-kali. Lalu ketika kita bicara soal reforma agraria di semua kategori kawasan hutan, maka harus disadari terlebih dahulu bahwa ada desa yang sudah ada jauh sebelum republik ini ada berada di dalam kawasan yang sekarang disebut sebagai kawasan hutan. Rencana Perpres itu tolong dipikirkan lagi, konflik-konflik coba diperhatikan, konflik vertikal di luar Jawa dan Madura berasal dari penetapan kawasan, pengelolaan dan pelepasan kawasan hutan. Apa yang dilakukan oleh pemerintah setelah ada TAP MPR No. IX Tahun 2001 itu terlalu sedikit hal yang dikonversi tak banyak yang diperbaiki, seharusnya yang dilakukan adalah perombakan total. Lalu San Afri Awang menanyakan bagaimana pandangan BPN tentang hasil penelitian ICRAF mengenai kawasan hutan yang salah kategori. Menurut hasil penelitian ICRAF ada 24 juta ha hutan yang salah kategori. Martua Sirait dari ICRAF menyebutkan bahwa antara penunjukan kawasan hutan dengan penetapan kawasan hutan tidak bisa dipersamakan. Dari luas 136 juta Ha, hutan yang baru dilakukan penataan batas baru sampai 14 juta Ha. Bila land reform adalah kawasan hutan yang bukan merupakan kawasan hutan yang telah dilakukan penatabatasan, maka objek landreform menjadi lebih luas karena bisa mencapai ratusan juta hektar sekitar 112 juta ha. Karena itu, penetapan kawasan hutan berdasarkan penunjukan tidak bisa dipakai acuan, oleh karena itu perlu dilakukan penatabatasan untuk segera bisa melakukan penetapan kawasan hutan, namun penetapan batas sering lambat karena ada penolakan dari masyarakat setempat. Sementara itu, Agustiana dari Serikat Petani Pasundan (SPP) mempertanyakan posisi RPP reforma agraria di tengah tumpang tindih hukum. Oleh karena itu RPP tersebut tidak boleh mengacaukan tafsir sebagaimana dikehendaki oleh UUPA dan UUPBH. Selain itu perlu dilakukan harmonisasi UU dan harus ada evaluasi total untuk kategori kawasan, pembangunan, 8

Â


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.