Edisi 8 Juni 2011 | Balipost.com

Page 12

BALI UTARA

12 SOSOK Tambah Tempat Tidur SEJAK digulirkannya Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM), ruang rawat inap di RSUD Buleleng selalu penuh. Bahkan, RSUD itu selalu kekurangan tempat tidur karena pasien rawat inap membeludak. Meski pasien dengan JKBM terus membeludak, Direktur Utama RSUD Buleleng, dr. Nyoman Mardana, S.Pb., tetap berupaya memberikan pelayanana secara merata dan maksimal BP/kmb kepada pasien, baik pasein umum maupun pasien JKBM, Askes, dan Jamkesmas. Meski ruangan selalu penuh, RSUD Buleleng tidak pernah sampai menolak pasien yang membutuhkan perawatan di rumah sakit. “Siapa pun itu pasiennya, pelayanan kami sama dan sejak JKBM ini memang pasien membeludak dan kami tetap berupaya untuk menampung pasien yang masuk ke rumah sakit,” katanya. Saat ini, jumlah tempat tidur di RSUD Buleleng 257 buah. Tempat tidur sebanyak itu selalu penuh dijejali pasien dari pelosok Buleleng dan kabupaten lain yang berdekatan dengan Buleleng. Untuk itulah, ia berencana menambah ruang perawatan sekaligus menambah tempat tidur agar pasien tetap merasa nyaman berobat di rumah sakit tersebut. “Penambahan gedung rawat inap dan tempat tidur ini dilakukan dalam waktu dekat,” katanya. (kmb)

Rabu Paing, 8 Juni 2011

Dikhawatirkan, Temuan BPK Pengaruhi Program Penanggulangan HIV/AIDS Singaraja (Bali Post) Ketua Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) sekaligus Wakil Bupati Buleleng, Arga Pynatih, tampaknya kecewa terhadap temuan BPK yang menyatakan alokasi dana KPAD Buleleng Rp 549 juta pada tahun anggaran 2010 tidak sesuai ketentuan. Menurutnya, dana sebesar itu sudah digunakan dengan sebaikbaiknya untuk sosialisasi penanggulangan HIV/AIDS di Buleleng. “Kalau ini dipermasalahkan, saya khawatir akan mempengaruhi program KPAD dalam mencegah penularan AIDS yang kian parah,” kata Arga Pynatih di kantornya, Selasa (7/ 6) kemarin. Arga Pynatih menegaskan, alokasi dana KPAD Buleleng itu pemanfaatannya untuk mendukung kegiatan sosialisasi penanggulangan HIV/AIDS di seluruh wilayah Buleleng. Bukti pemanfaatannya tidak sama dengan alokasi dana untuk biaya proyek fisik. Sebab, dana itu untuk sosialisasi dan

bukan menyembuhkan penderita positif AIDS. “Perlu diingat, dana itu kami gunakan untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat terhadap bahaya AIDS dan dana itu bukan untuk menyembuhkan penderitanya,” katanya. Menurut Arga Pynatih, sebelum adanya temuan BPK

tersebut, pihaknya sudah mengusulkan pengelolaan danadana sosialisasi semacam itu sebaiknya dialokasikan dengan sistem hibah. Hal ini sesuai dengan kegiatan yang dibiayai menyangkut sosialisasi dan bukan proyek fisik yang diwujudkan dalam bentuk bangunan atau barang. Selain

Babi Curian Ditutupi Terpal SEORANG petani, Ketut Saliada alias Sali (41), warga Banjar Wiraguna Kangin Desa Pelapuan Kecamatan Busungbiu, terpaksa diamankan di Mapolsek Busungbiu, Selasa (7/6) kemarin. Tersangka sebelumnya diduga melakukan pencurian babi di dua lokasi berbeda di wilayah Desa Pelapuan. Kapolsek Busungbiu AKP Ketut Sukada mengatakan, kasus pencurian babi itu sebenarnya terjadi Rabu (31/ 5) lalu. Kasus itu dilaporkan oleh korban Putu Suardita (31) yang juga warga Dusun Wiraguna. Setelah menerima laporan, jajaran Polsek Busungbiu langsung melakukan penyelidikan. Di tengah-tengah penyelidikan itu, Polsek mendapat informasi dari warga yang menemukan babi di sebuah kebun yang ditutupi dengan terpal. Setelah melakukan penyelidikan lebih intensif, orang yang menyembunyikan babi tersebut adalah tersangka Saliada. Oleh tersangka, babi itu diakui sebagai babi hasil curian. (kmb15)

Hasil Kerajinan Banyuning

Telepon Penting

Pemkab Buleleng 21985 SMS Pengaduan 3477 DPRD Buleleng 22713 Polres Buleleng 22510, 21841 Polsek Tejakula 28541 Polsek Kubutambahan 23012 Polsek Sawan 24900 Polsek Singaraja 22566 Polsek Sukasada 25791 Polsek Banjar 93347 Polsek Seririt 92450 Polsek Busungbiu 92126 Polsek Gerokgak 92999 KP3 Celukan Bawang 92842 Pospol Wisata Lovina 41010 Pospol Pancasari 25755 Siaga Reskrim 27511 Siaga Intel 29973 Siaga Lantas 22531 Pemadam Kebakaran 21113 RSUD Buleleng 22046 RS Kerta Usada 26278 RS Santhi Graha Seririt 94554, 94549 RS Parama Sidhi 29787 RS TNI-AD Singaraja 0362-22547, 7000653

jawaban kepada BPK terkait pertanggungjawaban dana tersebut. “Saya akan jelaskan pengelolaan dana itu kepada BPK, jangan sampai masalah ini berlarut-larut,” katanya. Sebelumnya, BPK memberikan penilaian disclaimer terhadap pengelolaan keuangan tahun 2010 di Pemkab Buleleng. Dari sejumlah temuan BPK, satu temuan yang menyangkut alokasi dana untuk KPAD Buleleng. Alokasi dana belanja operasional KPAD Buleleng yang dianggarkan dan direalisasikan dalam belanja SKPD Rp 549 juta, dianggap tidak sesuai ketentuan. (kmb/kmb15)

Pengelola Tak Transparan, 17 LPD Macet

LINTAS Buleleng

KELURAHAN Banyuning Kecamatan Buleleng, dinilai oleh tim penilai Provinsi Bali dalam lomba kelurahan se-Bali, Selasa (7/6) kemarin. Saat penilaian itu, Kelurahan Banyuning menggelar atraksi kesenian dan pameran produk kerajinan dan budaya. Selama ini, Banyuning memang dikenal sebagai sentra kerajinan berbahan tanah liat seperti alat-alat dapur, pot bunga dan lain-lain. Banyuning juga dikenal memiliki banyak sekaa kesenian tradisional dan modern seperti bondres, arja, drama gong, dan drama modern. Lurah Banyuning, Nyoman Sutata, menyatakan peran masyarakat Banyuning memang besar dalam memajukan Keluarahan Banyuning sekaligus dalam persiapan menghadapi lomba tersebut. Hadir dalam lomba tersebut Bupati Bagiada dan pejabat terkait di Pemkab Buleleng. (kmb15)

itu, pengalokasian dana ini juga bukan terjadi di Buleleng saja, tetapi juga di daerah lain di Bali bahkan di Indonesia. “Saya kira pengelolaan dengan hibah ini cocok diterapkan dan pernah saya mengusulkannya, namun belum mendapat tanggapan diperbolehkan atau tidak,” jelasnya. Arga menambahkan, khusus untuk temuan alokasi dana KPAD Buleleng, pihaknya segera akan memberikan penjelasan terkait alokasi dana Rp 549 juta yang telah digunakan untuk sosialisasi AIDS di Buleleng pada tahun anggaran 2010. Penjelasan ini sekaligus untuk memberikan

Bali Post/ole

LOMBA - Komunitas Ampas Kopi Singaraja berhak mewakili Kabupaten Buleleng dalam lomba musikalisasi puisi yang digelar Dinas Kebudayaan Bali, Agustus mendatang. Dalam lomba babak penyisihan untuk Kabupaten Buleleng di open stage Gubuk Relax Singaraja, Selasa (7/6) kemarin, Komunitas Ampas Kopi berhasil menyisihkan 13 peserta lain dari Buleleng.

Singaraja (Bali Post) Dari 166 Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Kabupaten Buleleng, 17 dinyatakan macet. Penyebab kemacetan dominan karena pihak pengelola tidak transparan kepada warga desa pakraman, misalnya menyembunyikan data hasil keuntungan yang diperoleh LPD. Kabag Ekonomi dan Pembangunan (Ekbang) Setkab Buleleng, Putu Meles, Selasa (7/6) kemarin, mengatakan pihaknya sudah melakukan pembinaan secara rutin terhadap LPD-LPD yang sakit dan macet di Buleleng. Pembinaan itu sebenarnya sudah menunjukkan hasil. Dari 21 LPD yang macet pada tahun sebelumnya, 4 LPD sudah mulai sehat. Empat LPD yang dulunya macet dan kini telah kembali bangkit itu adalah LPD Mayong, LPD Rangdu, LPD Pasut Katiyasa, dan LPD Banyuasri. “Meski sudah ada yang sehat, kini masih ada 17 LPD yang macet,” ujarnya. Meles mengatakan, LPD yang macet itu memang lebih banyak disebabkan oleh pengelolaan yang tidak terbuka dan transparan. Misalnya, terdapat unsur kolusi dan nepotisme dalam merealisasikan kredit kepada warga desa pakraman. Selain itu, pengelola juga menyembunyikan hasil keuntungan yang diperoleh LPD dan tidak mengumumkannya secara terbuka kepada warga desa pakraman. Tidak transparannya pengelolaan itu biasanya berbuntut terjadinya konflik internal. Akibatnya, LPD pun akhirnya bangkrut. “Seharusnya, pengurus transparan, baik kepada desa pakraman maupun krama dalam mmenjalankan program,” katanya. Hal lain, kata Putu Meles, bangkrutnya LPD juga karena sanksi sesuai dengan awig-awig desa pakraman tidak diterapkan dengan tegas. Padahal, desa pakraman pemilik LPD itu memiliki awig-awig yang mengatur nasabah peminjam di LPD. “Selain selektif memberikan kredit kepada warga desa pakraman, sanksi dalam awig-awig sebaiknya diterapkan dengan tegas,” katanya. (kmb)

Dominan, Kasus Tanah di Gerokgak Singaraja (Bali Post) Kasus tanah merupakan kasus yang dominan dihadapi oleh warga di wilayah Kecamatan Gerokgak. Jika pemerintah dan investor hendak membangun megaproyek seperti bandara internasional atau akomodasi pariwisata, masalah-masalah tanah itu sebaiknya diselesaikan terlebih dahulu agar tidak menimbulkan konflik besar di kemudian hari. Informasi dari sejumlah warga di sejumlah desa di Kecamatan Gerokgak, Selasa (7/ 6) kemarin, menyebutkan kasus tanah sepertinya merupakan kasus laten di wilayah Gerokgak. Kasus ini tidak terlepas dari banyaknya tanah di wilayah itu yang statusnya tidak jelas. Misalnya, warga sudah bertahun-tahun menempati tanah itu tetapi tibatiba diakui sebagai milik orang lain atau lembaga lain dengan menunjukkan bukti sertifikat. Anggota DPRD Buleleng yang berasal dari Kecamatan Gerokgak, Mulyadi Putra, membenarkan bahwa persoalan tanah merupakan persoalan yang banyak dihadapi

oleh warga di Buleleng Barat. Terbukti, pada saat Mulyadi melakukan reses di daerahnya, sebagian besar aspirasi yang disampaikan warga berupa persoalan-persoalan yang menyangkut tanah. Misalnya, ada tanah warga yang sudah dibebaskan, tetapi belum dibayar oleh investor serta persoalan lain yang bersentuhan dengan masalah tanah. Untuk itu, ia meminta pemerintah berkonsentrasi menyelesaikan persoalan tanah di Buleleng Barat. “Jika soal tanah itu belum diselesaikan, maka pembangunan di wilayah Gerokgak akan selalu menemui kendala,” ujarnya. Selain itu, tanah yang dulunya berupa hutan dan berstatus sebagai tanah negara tiba-tiba dimohon oleh seseorang yang dicurigai dekat dengan pemegang kekuasaan. Setelah permohonannya dikabulkan, tanah itu dibiarkan begitu saja sampai akhirnya ditempati oleh orang lain. “Inilah yang biasanya menimbulkan konflik. Ada orang memohon, ada orang lain yang menempatinya. Hingga kini masih ada tanah seperti itu,” kata

seorang warga di Pejarakan. Hal lain yang kerap menimbulkan konflik adalah penanaman investasi di tanah warga yang masih dalam status sengketa. Sehingga, sempat beberapa kali terjadi konflik antara warga dan investor. Pasalnya, warga merasa tanah yang dibanguni oleh investor itu masih sebagai miliknya. Sementara pihak investor, sudah membelinya dari orang lain. Yang lebih lucu adalah tanah di wilayah Desa Sumberklampok. Tanah yang ditempati oleh warga di daerah itu statusnya masih sebagai tanah negara. Padahal, tanah itu sudah ditempati warga sejak bertahun-tahun lalu. Bahkan di atas tanah yang statusnya masih belum jelas itu sudah berdiri fasilitas umum seperti kantor desa, sekolah, dan tempat peribadatan. Warga menilai, persoalan tanah ini juga muncul karena pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pihak BPN tidak secepatnya menyelesaikan masalah-masalah tanah yang rentan memicu konflik. Seperti persoalan tanah ratu-

san hektar yang sebelumnya dikuasai oleh PT Margarana dan PT Dharma Jati, hingga kini belum tuntas. Padahal, di atas tanah itu telah berdiri bangunan milik warga dan sudah diolah menjadi perke-

bunan milik warga. Warga khawatir, pada saat pemerintah mengambil keputusan, warga yang telanjur menempati tanah itu tidak bisa menerimanya sehingga terjadi konflik panjang. (kmb15)

Bali Post/ole

DIKUASAI - Kebun cabai di areal yang sebelumnya dikuasai oleh PT Margarana di Desa Pemuteran Buleleng.

Museum Buleleng Memprihatinkan Dana Nol, Benda Bersejarah Mulai Rusak Perhatian pemerintah terhadap museum di Buleleng bisa dikatakan sangat kurang. Buktinya, Museum Buleleng di Jalan Veteran, Singaraja yang menyimpan benda-benda yang berkaitan dengan sejarah Kabupaten Buleleng benar-benar tak mendapat perhatian dari Pemkab Buleleng, baik dari segi moral maupun material. Akibatnya, kondisi museum itu kini memprihatinkan. Gedung dan benda yang tersimpan di dalamnya juga mulai rusak karena tak terpelihara dengan baik.

SETIAP hari, Museum Buleleng selalu mendapat kunjungan dari wisatawan. Sebab, di gedung itu terdapat sejumlah benda bersejarah yang punya kaitan erat dengan lahirnya Kota Singaraja, sekaligus perkembangan kemajuan Buleleng dari zaman pra-kolonial, kolonial hingga zaman modern sekarang ini. Misalnya, di areal museum terdapat sejumlah sarkofagus yang ditemukan di sejumlah desa di Bali Utara. Sarkofagus itu menunjukkan bahwa Buleleng termasuk daerah tua yang sudah dihuni oleh manusia sejak ratusan abad lalu. Yang menarik, selain sarkofagus, di gedung itu terdapat benda modern, yakni mobil dinas Gubernur Mr. Pudja. Mobil itu bisa menjadi saksi tentang Kota Singaraja yang pernah menjadi ibu kota Sunda Kecil. Benda modern lain yang punya nilai sejarah adalah mesin ketik Anak Agung Panji Tisna, pengarang novel dari era Pujangga Baru. Mesin ketik itulah yang digunakan oleh Pandji Tisna un-

tuk melahirkan novel “Sukreni Gadis Bali” atau “I Swastha Setahun di Bedahulu” yang terkenal itu. Selain sebagai benda yang kini masuk dalam kategori langka, mesin ketik milik Pand-

ji Tisna bisa dijadikan bukti bahwa di Buleleng pernah lahir pengarang besar yang bisa disetarakan dengan pengarang-pengarang besar lain seperti Sutan Takdir Alisjahbana, Marah Rus-

Bali Post/kmb

RUSAK - Benda-benda bersejarah yang dipajang di Museum Buleleng kini mulai rusak karena pihak pengelola museum tak memiliki dana operasional untuk memelihara benda-benda tersebut.

li, dan Merari Siregar. Namun kini, benda-benda itu tidak terpelihara dengan baik karena museum itu tak memiliki sumber dana yang pasti. Uang yang masuk ke museum praktis hanya diperoleh dari sumbangan para pengunjung yang jumlahnya tidak terlalu besar. Memang, terdapat sejumlah donatur yang sesekali memberikan bantuan dalam jumlah besar. Namun, bantuan itu tidak datang secara teratur. Dana yang diperoleh dari bantuan pengunjung dan donatur itu hanya cukup untuk mennggaji cleaning service. “Untuk pemeliharaan gedung dan koleksi museum, sama sekali tak ada alias nol,” kata seorang penjaga di Museum Buleleng. Harapan satu-satunya hanya kepada Pemkab Buleleng. Namun, pemkab ternyata tak mau mengalokasikan dananya ke Museum Buleleng dengan alasan museum itu dikelola oleh pihak yayasan, yakni Yayasan Pelestarian Warisan Bali Utara (PWB). “Sejak museum dikelola

oleh yayasan, pemerintah daerah tidak pernah mengalokasikan anggaran untuk menunjang operasional museum,” kata Ketua Yayasan PBW yang juga mantan Bupati Buleleng, Drs. Ketut Wirata Sindhu, usai audiensi dengan Wakil Bupati Made Arga Pynatih, Selasa (7/6) kemarin. Sebagai ketua yayasan, Wirata Sindhu selama ini sudah berjuang mencari dana kepada donatur untuk menutupi biaya oprasional museum. Selain itu, pihaknya juga gencar mencari sponsor untuk mempromosikan museum. Namun, hasilnya tidak optimal sehingga kondisi gedung museum kini memprihatinkan dan akibat kerusakan itu barang-barang bersejarah yang tersimpan dalam ruangan kini

terancam rusak. “Sekarang museum ini kami kelola dengan kelompok sekaa demen yang menyisihkan uang untuk membiayai operasional museum,” katanya. Menurut Wirata Sindhu, kendati biaya oprasional tidak memungkinkan dibantu oleh Pemkab Buleleng, ia berharap pemerintah bisa membantu biaya untuk menggaji petugas cleaning service yang dipekerjakan di museum itu. Dengan upaya ini, lingkungan museum tetap terjaga. “Kalau dana operasional tidak bisa dibantu, ya kami mohonkan pemerintah membantu gaji petugas cleaning service. Wisatawan yang berkunjung setiap hari ada saja dan untuk menjaga lingkungan ini perlu petugas cleaning service,” jelasnya. (ole/kmb)

“Sejak museum dikelola oleh yayasan, pemerintah daerah tidak pernah mengalokasikan anggaran untuk menunjang operasional museum.”


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.