Islamku-Islam Anda-Islam Kita - Gus Dur

Page 168

Islam, KEADILAN DAN HAK ASASI MANUSIA

Per­dana Menteri, nasib Pakistan akan seperti yang disampaikan Rasulullah itu?’’ Penulis menjawab, bahwa dalam hal ini diper­ lukan pe­nafsiran baru sesuai dengan perubahan yang terjadi? Bukankah Nabi Muhammad Saw menunjuk kepada kepemimpin­ an Abad VII hingga IX Masehi di Jazirah Arab? Kepemimpinan suku atau kaum, waktu itu memang berbentuk perseorangan (individual leader­ship), sedangkan sekarang kepemimpinan negara justru dilembagakan? Benazir Bhutto harus mengambil keputusan melalui si­ lakukan sesuai dengan pesan dan diterima oleh pembesar Bahrain, kemudian pembesar Bahrain tersebut memberikan surat kepada Kisra. Setelah membaca surat dari Nabi Muhammad SAW, Kisra menolak dan bahkan mero­bek-robek surat Nabi Muhammad SAW. Menurut riwayat bin al-Musayyab —setelah peristiwa tersebut sampai kepada Rasulullah SAW— kemudian Rasulullah ber­ sabda: “Siapa saja yang telah merobek-robek surat saya, akan dirobek-robek (diri dan kerajaan) orang itu” (al-Asqalani. Fath al-Bari, hal. 127-128). Tidak lama kemudian, Kerajaan Persia dilanda kekacauan dan berbagai pembunuhan yang dilakukan oleh keluarga dekat raja. Hingga setelah terjadi bunuh-mem­ bunuh dalam rangka suksesi kepemimpinan, diangkatlah seorang perempuan yang bernama Buwaran binti Syaira­waih bin Kisra (cucu Kisra yang pernah dikirimi surat Nabi) sebagai ratu (Kisra) di Persia. Hal tersebut karena ayah Buwaran meninggal dunia dan anak laki-lakinya (saudara Buwaran) telah mati terbunuh. Karenanya, Buwaran kemudian dinobatkan menjadi ratu. Peristiwa tersebut terekam dalam sejarah terjadi pada tahun 9 H. (lihat juga: Abu Falah ‘Abd al-Hayy bin al-’Imad al-Hanbali, Syazarat al-Zahab Fi Akhbar man Zahab, Beirut: Dar al-Fikr, 1979, Jilid. I, hal. 13). Selain itu, dari sisi sejarah sosial bangsa tersebut dapat diungkap bahwa menurut tradisi masyarakat yang ber­langsung di Persia masa itu, jabatan ke­ pala negara (raja) biasanya dipegang oleh kaum laki-laki. Sedang yang terjadi pada tahun 9 H. tersebut menyalahi tradisi itu, sebab yang diangkat sebagai raja adalah seorang pe­rempuan. Pada waktu itu, derajat kaum perempuan di mata masyarakat berada di bawah derajat kaum lelaki. Perempuan sama sekali tidak dipercaya untuk ikut serta mengurus kepentingan masyarakat umum, terlebih lagi dalam masalah kenegaraan. Keadaan seperti ini tidak hanya ter­ jadi di Persia saja, tetapi juga di seluruh Jazirah Arab. Dalam kondisi kerajaan Persia dan keadaan sosial seperti itulah, wajar Nabi Muhammad SAW yang memiliki kearifan tinggi, me­lontar­kan hadis bahwa bangsa yang menyerah­kan masalah-masalah (kenegaraan dan kemasyarakatan) kepa­da perem­puan tidak akan sejahtera/sukses. Bagai­mana mungkin akan sukses jika orang yang me­ mimpin itu adalah orang yang sama sekali tidak dihargai oleh masyarakat yang dipimpinnya? Salah satu syarat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah kewibawaan, sedang pe­rempuan pada saat itu sama sekali tidak me­ miliki kewibawaan untuk menjadi pemimpin. Andaikata seorang perempuan telah memiliki kualifikasi dan sangat dihormati oleh masyarakat, sangat mung­ kin Nabi yang sangat bijak­sana akan menyata­kan kebolehan kepemimpinan politik perempuan.

g 130 h


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.