15 Mei 2013

Page 2

OPINI

2

Batam Pos, Rabu 15 Mei 2013

Kriminalisme Merajalela

Inspirasi KRIMINAL

SATU keluarga berjumlah tiga orang dibunuh secara sadis dirumahnya sendiri oleh kawanan perampok. Kejadian ini berlangsung di Deli Serdang, Sumatera Utara. Korban yang terdiri dari suami, istri dan satu anak perempuan dibunuh secara sadis dan mengenaskan. Luka bekas tusukan pisau dan bacokan parang menganga disekujur tubuh korban. Benar-benar sadis. Menurut tetangga sekitarnya korban adalah orang baik yang ramah dengan tetangga dan suka menolong. Sebagai seorang tukang urut beliau tidak pernah mematok harga bagi siapa saja yang ditolongnya. Pasien yang datang

cukup memasukkan uang sukarela ke kotak infaq yang sudah tersedia di depan rumahnya. Pada saat kejadian uang di kotak infaq yang diperkirakan hanya berjumlah lima jutaan itu telah raib. Mungkin itulah yang ingin dirampok oleh para perampok. Saat ini polisi sedang memburu pelakunya. Letti, korban perampokan mini market Rezeki Jaya miliknya di Tanjung Pinang, juga mengalami luka parah akibat dibacok para perampok. Demi menyelamatkan anak dan istrinya yang juga dianiaya, dia berjuang melawan perampok. Akibatnya kondisinya sangat memprihatinkan dan harus dirawat intensif di rumah sakit. Dua kasus di atas adalah salah satu dari sekian

banyak tindakan kriminal yang terjadi di sekitar kita. Bukan hanya di tingkat nasional, di Batam pun kriminalitas meningkat terus. Kita mendengar dan membaca dari berbagai media banyaknya peristiwa perampokan dan kejahatan lainnya yang tidak segan-segan menghilangkan nyawa korbannya. Siapa saja yang ditemui dibunuh. Tidak ada rasa perikemanusiaan sama sekali. Sepertinya kriminalisme semakin merajalela. Bentuknya pun semakin tidak menghormati nilai-nilai kemanusiaan. Korban dibunuh secara membabi buta. Mengapa disaat sekarang tren kriminalisme meningkat? Apakah polisi tidak peka terhadap kriminalisme ini? Masyarakat akan merasa tidak nyaman bila sewaktu-waktu

Kirimkan opini Anda ke opini@batam足pos.co.id hidupnya terancam oleh penjahat bahkan di rumahnya sendiri yang sejatinya merupakan tempat yang paling aman buat seseorang. Kita perlu merenungkan kekhawatiran Stephan Hurwitz (1986), bahwa yang paling ditakutkan adalah ketika kriminalitas dijadikan semacam profesi dan atau mata pencaharian. Dalam konteks tersebut, kriminalitas tidak lagi sebagai suatu aktivitas atau tindakan terpaksa dan tidak dapat dihindari, tetapi justru dengan kesadaran penuh merupakan cara dan pilihan pertama dalam mengatasi berbagai persoalan kehidupan. Hendaknya seluruh pihak terkait terutama penegak hukum tanggap mengatasi dan menuntaskan masalah kriminal ini.***

Korupsi dan Wanita

[Batam Pos @BatamPos] [INTERAKTIF] Tweeps, Tahanan jaksa (mantan polisi yang terlibat kasus perampokan) kabur, punya kunci borgol. [Raja.M.Taufik akbar@Fikbarker] Networkingnya bagus (y) [Said Muammar ?@Denterz] Udah kaya di tivi-tivi ya [dedi@DedSubambang] kalo menurut saya sih itu permainan

Pilih Aku atau Dia

M

emilih bukan sesuatu yang gampang. Sementara ada pepatah yang mengatakan bahwa hidup itu sendiri adalah pilihan-pilihan, namun ada kalanya kita dihadapkan pada pilihan yang tidak mudah, misalnya untuk melanjutkan sekolah atau bekerja. Seringkali juga kita mesti memilih, apakah kita lebih memilih makan siang hari ini di restoran jepang atau di warung pinggir jalan alias warteg, dan seterusnya. Semakin lama, dalam banyak hal, pilihan yang bisa diambil semakin banyak dan kompleks. Tahun 80-an, kita tidak punya pilihan lain selain TVRI untuk menonton siaran televisi. Sekarang, belasan TV swasta lokal bisa dinikmati. Bahkan dengan adanya parabola dan siaran TV kabel, ratusan channel siaran televisi menjadi suguhan sehari-hari, kita tinggal dihadapkan pada pilihan apakah menonton film action di HBO atau reality show di TV swasta lokal. Contoh lain. Saat ini kita tidak hanya mengandalkan telepon rumah yang dulu dikuasai oleh PT. Telkom. Dengan adanya telepon genggam, kita bisa memilih operator seluler yang kita sukai. Tinggal pilih, prabayar atau pascabayar? Fenomena yang sama juga terjadi di wilayah politik. Di zaman orde baru, kita hanya punya satu calon presiden, yang tentunya selalu menang dan terpilih. Kalaupun ada calon lain, itu dianggap hanya orang nekat, atau sekadar penggembira pemilu. Selain jumlah calon, kita juga hanya memiliki tiga partai politik untuk di pilih. Bahkan untuk beberapa kalangan tertentu, partai politik apa yang harus dipilih sudah ditetapkan sedari awal. Golput pada saat itu bisa dianggap pembangkangan terhadap negara. Di era reformasi, atau sejak tahun 1998, semuanya berubah. Dari hanya tiga partai politik yang ikut pemilu, tiba-tiba kita dihadapkan pada pilihan satu diantara 48 partai politik peserta pemilu 1999. Di pemilu berikutnya yakni tahun 2004, jumlah peserta pemilu agak menyusut menjadi 24 partai politik saja, dan pada Pemilu 2009, kita disuguhi dengan 38 partai politik yang menjadi kontestan pemilu. Selanjutnya pada pemilu 2014 yang akan datang, jumlah kontestan pemilu menjadi 12 Partai Politik nasional di tambah 2 partai politik lokal di NAD. Demikian juga dengan calon presiden dan wakil presiden, hampir setiap partai saat ini memiliki calonnya masingmasing. Dalam politik Indonesia kontemporer, kebebasan

dan keterbukaan politik telah memberi kita pilihan yang semakin beragam. Namun apakah hal itu akan memberikan keuntungan bagi rakyat pemilih? Jawabannya hanya dua kata : belum tentu. Kompetisi antarpartai politik untuk menarik minat pemilih, tidak memperlihatkan adanya diferensiasi maupun menandakan perbedaan antar satu parpol dengan parpol lainnya. Berbeda dengan perang tarif antar operator seluler, pertarungan antar partai politik tidak memberikan sesuatu yang baru bagi voters (pemilih). Perilaku Pemilih (Political Behavior) Dalam menyusun platform politik dan strategi kampanye, partai politik tentunya harus memperhatikan karakteristik voters, dimana dalam ilmu politik dikenal dengan kajian mengenai perilaku pemilih (political behavior). Menurut

kajian ini, ada beberapa hal yang mendasari seseorang dalam menentukan pilihan politiknya, yakni: penentuan pilihan karena kesamaan ideologi, berdasarkan afiliasi partai politik, kesamaan etnis, pragmatisme politik, serta program dan integritas parpol atau kandidat. Berdasarkan berbagai kajian maupun fakta empiris hasil pemilu 2009, terlihat bahwa perilaku pemilih di Indonesia cenderung didominasi oleh empat hal yang pertama tadi. Namun demikian, aspek afiliasi dengan partai politik semakin meluntur sejalan dengan menguatnya pragmatisme dalam politik. Sementara, kecenderungan untuk memilih dengan berdasarkan kedekatan etnis atau primordial masih saja ada dan tetap bertahan. Namun yang memprihatinkan adalah tradisi untuk menjatuhkan pilihan dengan berdasarkan pada program dan integritas dari parpol atau kandidat masih belum banyak muncul di Indonesia. Padahal, tingkat rasionalitas pemilih paling jelas bisa dilihat dari aspek ini. Rasionalitas politik yang diukur dari kecenderungan pilihan politik berdasarkan program dan integritas partai, seakan-akan diabaikan dalam proses pembangunan politik dan demokrasi di Indonesia. Padahal tugas utama partai politik adalah juga untuk melakukan pendidikan politik. Jadi, dalam situasi yang demikian apakah pilihan untuk tidak memilih menjadi satu pilihan yang bisa dibenarkan? Tentu saja tidak. Jika kita mencintai kebebasan demokrasi yang sudah mulai kita rengkuh selama satu dasawarsa ini, maka pilihan kita adalah mempertahankannya. Mempertahankan kebebasan, bisa menjadi satu pijakan dalam menentukan pilihan politik. Termasuk juga ketika kita harus memilih salah satu dari 12 Partai Politik yang akan bertarung pada Pemilu 2014. Memang, rasionalitas tidak selalu memberi ruang bagi kita untuk dapat memilih salah satu partai politik. Partai lama maupun partai baru, calon lama atau calon baru, tidak bisa diharapkan dapat memenuhi janji-janji politik足n ya yang acapkali kelewat muluk-muluk. Tapi rasionalitas tentang kebebasan, tentang demokrasi, tentang kesejahteraan, tentang keberpihakan dan sebagainya, selalu menyediakan ruang harapan baru dalam menentukan pilihan. Barangkali cukup dengan mencermati program parpol dan kualitas kandidat dari parpol-parpol peserta pemilu, kita bisa melihat posisi sebuah partai politik terhadap berbagai hal yang diidamkan rakyat. Selanjutnya silahkan bertanya pada diri sendiri: pilihan apa yang saya akan pilih? ***

Kirimkan keluhan atas pelayanan publik dan keadaan di sekitar Anda ke opini@ batampos.co.id. Khusus tulisan opini jumlah kata sebanyak 1200 kata. Untuk info opini SMS ke 081270092248

Toko Buku 171

Sirajudin Nur Wakil Ketua I DPW PKB Kepri

Judul Penulis Tebal Buku Penerbit Dijual Di Alamat Telepon email

: Peradilan Konstitusi di 10 Negara : Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H dan Ahmad Syahrizal, S.H., M.H. : 200 Halaman : Sinar Grafika : Toko Buku 171 Batam : Ruko Cipta Emerald Jl. Raya KDA no. 8 Batam Centre, (depan Kampus UNIBA) : 0778-475062 /0852-71341767/ 081372150809 (Asep) atau 087894078015 (Fitri) : tb171batam@yahoo.co.id

Sinopsis BUKU ini bukan sekedar buku Hukum Tata Negara positif yang membahas pasal-pasal yang berlaku, tetapi menganalisis berbagai perkembangan teori dan praktik ketatanegaraan serta perbandingan konstitusi di berbagai negara di dunia yang makin menyatu di era globalisai dewasa ini. Dan juga berkaitan dengan persoalan peradilan tata negara atau peradilan konstitusionaldi sepuluh negara republik diantara lebih dari 100 negara yang mempraktikannya. ***

Punya kunci borgol, tahanan jaksa kabur Waktunya mengaduk adonan Kue bolu buatan si Noni Kalau penjahat punya kunci Jadi siapakah dibalik ini?


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.