Berita Metro

Page 4

TAJUK

Tranparansi Proyek dan Gratifikasi SEBAGAIMANA layaknya pelaku ekonomi, perusahaan kontraktor tentu ingin bekerja dengan mengutamakan keuntungan. Jika harus bekerja lantas merugi, bisa jadi tak ada orang yang mau memeras keringat hanya untuk hal buruk dalam sisi ekonomi. Seandainya tindakan ekonomi rasional sulit diwujudkan, pasti akan ada tindakan irrasional yang kemudian menyelinap di sela-sela aktifitas usaha. Gratifikasi atas proyek pemerintah bisa sangat mempengaruhi eksistensi ekonomi rasional. Sehingga, tindakan irrasional seperti menurunkan spesifikasi proyek menjadi pilihan tepat dari sisi ekonomi, namun sama sekali tidak bijak. Menjadi tidak bijak karena memangkas sebagian anggaran proyek demi gratifikasi akhirnya menurunkan kualitas produk. Apalagi jika produk atau proyek itu dibangun untuk infrastruktur publik, dan menggunakan uang rakyat. Ini identik dengan pencurian uang rakyat. Juga jelas-jelas sudah diharamkan dalam pasal 12 B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (PTPK). Karena itu, transparansi atas lelang proyek pemerintah sejatinya bersifat mutlak. Apalagi, sejauh ini pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah sedang punya tren melambat. Jika hal ini tidak diharapkan berlanjut, sekali lagi transparansi menjadi kebutuhan mutlak. Baik dari sisi penunjukan kontraktor, nilai proyek, hingga detil pengerjaan proyek, tidak seharusnya hanya diketahui oleh segelintir pihak. Melainkan banyak pihak juga perlu mengawasi proyek. Apalagi, proyek menggunakan kekayaan rakyat tersebut. Jika tidak, komplain bukan hanya akan datang dari kontraktor yang kalah. Tapi juga bisa dari masyarakat pengguna produk dari proyek tersebut. Jika transparansi dalam hal penunjukan dan pelaksanaan proyek pemerintah bisa dilakukan, tentu ini akan menjadi pertanda baik bagi peningkatan kinerja pemerintah dan investasi. Jauh lebih penting dari itu, transparansi juga akan memberantas tren dana siluman alias gratifikasi. (*)

KAMIS, 31 MEI 2012

4

OPINI

Mariyadi Faqih: Pejabat negara itu berusaha menciptakan kondisi yang memungkinkan orang lain tergiring untuk mengirimkan upeti.

ILUSTRASI: BM/ASWIN

Moralitas Rendah Pejabat Gugatan publik terhadap perilaku pejabat negara yang menumpuk kekayaan, dan meningkat tajamnya kekayaan pejabat negara, atau sejenisnya, saat ini seperti angin lalu. Padahal, permintaan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gigih menelusuri sumber aliran dana pejabat negara santer didengungkan. OLEH: MARIYADI FAQIH*

ASPIRASI

Stop (Asap) Rokok MEROKOK sangat banyak mudaratnya, semua orang tahu dan menyadarinya, termasuk perokok itu sendiri. Tetapi jika bicara soal larangan merokok, sudah pasti para pecandu rokok akan berkilah, meski yang bersangkutan tahu merokok tidak baik bagi kesehatannya dan bagi orangorang sekitarnya. Berbagai pembelaan yang tidak logis dan terkesan asal cuap pun muncul, seperi perkataan; “Tidak usah repot-repot melarang orang merokok, tutup saja pabriknya”. Seseorang yang telah kecanduan rokok tidak hanya merusak dirinya sendiri, tetapi juga dapat berakibat buruk tehadap anak, istri, keluarga, dan orangorang sekitarnya. Apalagi jika seorang pencandu telah memasuki tahap kritis, merokok sesukanya, tak peduli tempat, waktu. Bahkan tidak sedikit seorang kepala keluarga memilih membeli rokok ketimbang memanfaatkan uangnya untuk membeli susu yang sangat dibutuhklan anak. Karena itu, stop bahaya asap rokok. Demi kebaikan bersama, baik bagi perokok maupun orang-orang sekitarnya, maka harus ada aturan yang jelas. Beri batasan. Tidak cukup hanya dengan peraturan daerah (perda), peraturan gubernur (pergub), tapi harus diatur undang-undang. Silakan beri tempat bagi perokok, tapi jangan sampai mengganggu dan mengorbankan mayoritas masyarakat yang tidak merokok. Jangan korbankan rakyat hanya untuk mengakomodasi kebiasaan buruk sebagian kecil orang. Pemerintah harus memperjuangkan kepentingan warga, bukannya mengeksploitasi rakyat demi kepentingan bisnis pihak tertentu. Pemerintah tidak perlu ada jika yang diperjuangkan hanya kepentingan kelompok tertentu dan mengabaikan nasib rakyat. Begitu pun dengan wakil rakyat, harusnya mengedepankan kepentingan rakyat. Terkait masalah rokok, DPR dituntut serius mendorong pemerintah memberlakukan Rancangan Pengaturan Pemerintah (RPP) Tembakau. RPP terkait dampak rokok bagi kesehatan, upaya menyebarluaskan peringatan bahaya merokok, serta mencegah dan mengurangi bahaya merokok adalah untuk melindungi masyarakat umumnya. Pemerintah dan DPR tak harus ikut-ikutan berwacana mematikan pabrik rokok. Jangan matikan pabrik rokok, tapi lindungi masyarakat agar tidak menjadi korban. Fadlan Imaduddin Mahasiswa Pertanian Universitas Airlangga

Diterbitkan oleh: PT. Berita Metro Jl Tunjungan No 86 Surabaya. www.kabarmetro.com

K

EMUDIAN, temuan PPATK terbaru yang menduga adanya transaksi ilegal bernilai miliaran rupiah di kalangan pejabat negara, misalnya, sudah terang benderang. Tetapi, penyelewengan atau penyalahgunaan kekuasaan itu masih sulit diungkap, bahkan terkesan tidak bisa terungkap. Pejabat negara yang dituding terlibat dalam perbuatan tidak terpuji, seperti menerima upeti atau hadiah dari kolega, rekanan, pengusaha, atau pihak-pihak yang berhasrat menjalin hubungan baik dengan dirinya, juga menjadi episode berkelanjutan. Episode demikian ini dibuktikan dengan banyaknya pejabat negara yang berurusan dengan hukum. Bahkan, ada yang sampai membuat anekdot tempat masa depan pejabat itu sebagai ‘hotel prodeo’ alias sel penjara. Dalam sebuah kasus, seorang pejabat baru menjabat seumur jagung, tetapi indeks prestasi kekayaannya sudah melambung tinggi. Kekayaan yang dinilai imposible ini membuat rakyat miskin

bertanya-tanya, mengapa jadi pejabat negara di “negeri pinokio” dan “negeri ketoprak” ini demikian enak? Apakah syarat hidup makmur secara mudah hanya dengan menjadi pejabat negara? Praduga bersalah yang distigmakan oleh publik itu sangat beralasan, mengingat masih kuatnya budaya KKN mencengkeram pemerintahan. Melangitnya kekayaan seorang pejabat negara atau tidak rasionalnya pendapatan resmi dengan posisi kekayaan saat menjabat, layak dituding berani “bermain api” selama menjalankan roda kekuasaan yang diamanatkan kepadanya. Dalam buku Kejahatan Negara, Eko Prasetio menyebutkan contoh kekayaan salah seorang selebriti politik Indonesia, yang sebelum menjadi anggota dewan tinggal di rumah kos bertarif sangat murah. Namun, dalam kurang dari dua tahun menjabat, kekayaannya sudah mencapai miliaran rupiah. Mengapa kekayaan seorang pejabat bisa cepat melangit? Selebriti politik itu amat suka bertransaksi ilegal. Elite politik, misalnya,

suka membawa atau menghadapkan rekanan ke selebriti kekuasaan di daerah. Jasa makelar ini berbuah fee atau pemberian sebagai kompensasi hadiah dan gratifikasi yang tidak sedikit. Dia bukan hanya mendapatkan hadiah atas jasa-jasanya, tetapi juga mampu menciptakan kolaborasi yang membuat rekanan merasa takut dan bergantung kepadanya, sehingga upeti terus mengalir secara rutin. Tampaknya, pejabat negara ini tidak menyia-nyiakan setiap kesempatan. Baginya berlaku prinsip aji mumpung. Begitu ada peluang strategis, mereka gampang sekali menerima tawaran hubungan baik atau jalinan emosional dengan pihak-pihak tertentu yang dinilai menguntungkanya secara ekonomi. Ironisnya, ketika kesempatan tidak terbuka, pejabat negara itu berusaha menciptakan kondisi yang memungkinkan orang lain tergiring untuk mengirimkan upeti. Pejabat negara ini membikin kondisi yang membuat objek bisa dengan mudah ter-pressure atau terdikte. Bahwa, dirinya membutuhkan uang, perlu dikirim upeti, atau perlakuan istimewa lainnya. Mentalitas tidak baik seperti memburu, mengumpulkan, dan menimbun kekayaan saat menjabat merupakan mentalitas yang menyatu dengan dimensi struktural. Meski sebenarnya sudah ada rambu-rambu

moral profetis yang mengikatnya, tetapi tidak diindahkan. Filosof kenamaan Aristoteles pernah mengingatkan, “Semakin tinggi penghargaan manusia terhadap kekayaan, maka semakin rendahlah penghargaan manusia terhadap nilai-nilai kesusilaan, kebenaran, kejujuran, dan keadilan.” (D Taniwijaya, 2006) Dalam diri seseorang yang larut menjadi pemuja atau pengultus kekayaan berarti dirinya rela dikerangkeng oleh kekuatan kapital, yang mengakibatkan kecerdasan batinnya lemah atau mengidap krisis profetis berbasis humanitas dan kebangsaan. Kecerdasan batin yang melemah merupakan salah satu akar utama kriminogen terjadinya penyalahgunaan atau pengebirian moral profetis. Kecerdasan batin akan tetap hidup dan menyala sepanjang manusia bersungguhsungguh membebaskannya dari beban kecenderungan mencintai kekayaan atau dimensi ekonomi secara berlebihan. Apa yang diingatkan oleh Aristoteles layak dijadikan refleksi elite pejabat. Bahwa, manakala manusia sudah terjebak dalam pengkultusan kekayaan atau sumber-sumber status sosial- ekonomi, maka sosok ini telah menjatuhkan opsi pada deskralisasi atau pengimpotensian moral profetisnya. Peran-peran yang dimainkannya cenderung memanfaatkan ja-

batannya untuk mencari dan mengumpulkan pundi-pundi kekayaan dengan mengorbankan komitmennya terhadap loyalitas kerakyatan. Moral profetis seperti yang disinyalir oleh Frans Magnis Suseno sebagai kekuatan utama dan pondasi normatif yang menyangga kehidupan kemasyarakatan dan kebangsaan, akhirnya sebatas diberlakukan jadi aksesoris, melodi merdu paduan suara struktural, dan nyanyian kultural kelompok eksklusif yang selalu dilantunkan. Pejabat negara seperti itulah yang membuat lahirnya stigma negara tanpa negarawan di negeri ini. Bangsa ini kaya pejabat bergelar tinggi yang kelihatannya intelektual, namun gelar yang disandangnya tidak diikuti tingginya komitmen moral. Komitmen pribadi secara eksklusif berupa nafsu memperkaya diri dan keluarga jauh lebih ditinggikan dibandingkan tanggung jawab menyejahterakan rakyat. Beban ekonomi rakyat sudah sedemikian berat. Mereka hanya disisakan ampasnya, sementara saripatinya sudah dihisap oleh pejabat penyeleweng. Negara pun dilabeli dengan “negara tanpa hukum” (state without law). Sungguh memprihatinkan! *Peserta Program Doktor Ilmu Hukum di PPS Univ. Brawijaya Malang

Suara Anda PLN Serpong Menembak Catatan Angka Meteran Listrik SAYA mempunyai rumah di Komplek Pinang Griya Permai Tangerang yang saya kontrakkan kepada pihak lain. Pada bulan September 2011 pengontrak rumah kabur dengan membawa kunci rumah dan kunci pagar. Pada tanggal 23 November 2011, petugas PLN Serpong membongkar meteran listrik rumah saya dan meninggalkan surat pembongkaran dengan jumlah tagihan sebesar Rp.1.256.332. Tentu saja saya sangat keberatan dengan jumlah tagihan tersebut, karena dari bulan September 2011 rumah saya sudah kosong, sedangkan tagihan yang tertera adalah termasuk tagihan bulan berikutnya. Hal ini sudah saya pertanyakan kepada pihak PLN Serpong, tapi tidak diberikan jawaban yang semestinya. Saya mohon perhatian kepada Bapak Kepala PLN Serpong Tangerang dan kepada Direksi PLN, janganlah asal catat meteran listrik pelanggan yang merugi-

kan pelanggan. Abdul Aziz Jl Pemuda TBS Rawamangun, Jakarta Timur

Paket Pecah dan Terlambat SAYA menjalankan usaha secara online, pada tanggal 8 Mei 2012 saya mengirimkan paket ke Jakarta, isinya keramik handicraft melalui jasa ekspedisi JNE. Tetapi entah mengapa paket saya baru sampai tanggal 21 Mei, padahal seharusnya 2-3 hari sampai dan kondisi barang sudah hancur semua. Mengapa paket saya bisa hancur seperti itu, padahal di kwitansi ada keterangan fragile, artinya mungkin paket saya mendapat perlakuan yang tidak pantas oleh petugas JNE selama perjalanan. Dengan kejadian ini saya mengalami kerugian, karena kehilangan kepercayaan dari konsumen. Indra Irawan Jl. Bojongkaler, Cikutra Barat, Bandung

KIRIM TULISAN OPINI DAN SUARA ANDA KE REDAKSI BERITA METRO

Citibank Visa Diblok Karena Tagihan tidak Tertulis SUATU hari ketika saya mau membayar bon restoran dengan kartu-kredit Citibank, ternyata saya diberi-tahu kalau kartu Citibank Visa saya diblok. Padahal saya selalu membayar tagihan tepat waktu, call center Citibank memberi tahu bahwa saya telah menunda tagihan kartu Master Clear Card. Sebagai catatan, saya tidak pernah menerima kartu Master Clear Card dari Citibank, namun pihak Citibank bersikeras bahwa kartu telah dikirimkan dengan tagihan administrasi sejumlah hampir Rp 600 ribu. Dan dikarenakan terlambat membayar, secara otomatis kartu Visa saya diblok. Saya sebagai konsumen merasa pihak Citibank telah bertindak sewenang-wenang dengan memberikan kartu Clear Card tanpa sepengetahuan saya. Dan menagihkan tagihannya tanpa saya ketahui. Apalagisayasamasekalitidakpernah mengkonfirmasi kartu Master Clear Card tersebut. Hermawan

Anda punya keluhan tentang kebijakan dan pelayanan publik? Atau, Anda punya gagasan? Kirimkan email atau dengan cara SMS ke redaksi Berita Metro.

Jl Waspada, Jakarta Barat

Kartu Kredit Permata tidak Kunjung Diaktifkan SAYA pemilik Kartu Kredit Bank Permata yang statusnya sampai saat ini tidak bisa digunakan, namun sudah ada tagihan. Call center bank Permata menjanjikan dalam waktu 3 hari akan diaktifkan. Pada tanggal 21 Mei 2012, saya dihubungi oleh seseorang yang mengaku dari bank Permata dan saya dijanjikan akan dihubungi lagi hari Kamis dengan janji kartu akan segera diaktifkan. Namun sampai hari Jumat, tidak ada yang menghubungi saya dan call center Permata yang saya hubungi juga masih memberikan janji yang sama. Sangat disayangkan Bank sebesar Permata tidak mampu memberikan pelayanan yang baik kepada nasabahnya. Mohon tanggapan dari pihak Manajemen Bank Permata. Frigis Mardatu Jl. Sukasari 3 Bogor Email: red_beritametro@yahoo.co.id Hotline: +6231-5318686 SMS: +62 8564 6036 977

Komisaris: Mayjen TNI Sutarno Soepodo SH, Direktur Utama: AR Balhmar, Direktur: Djoko Tetuko, Pimpinan Perusahaan: H. Samiadji Makin Rahmat. Pimpinan Redaksi/Penangung Jawab Pemberitaan: M Habibullah. Wakil Pemimpin Redaksi: Al Khadaffi. Manager Keuangan: Silvia Umar Balhmar, Manager Iklan: Djuwariyah. Dewan Redaksi: AR Balhmar, H Djoko Tetuko, H. Samiadji Makin Rahmat, M Habibullah, Yahya A Waber, Tjipto Chandra, Marcella, Hadi Ismanto, M. Nabil, Ferdy Yunisaf Sekred: Farra Silviana, Redaktur Senior: R. Sulistyono, Herry Sunarya Redaktur: Ari Widura, E Prayogo, Hadi Pudjiantoro, Ibnu Hanif, Zamzami PuLang, Bambang Andrias, Reporter: Bambang, Arie, Hadi, Endray, Rofiqi, Ami, Ali, Fotografer: Tovan Bram Kumara, Soemadji, Pracetak: Ahmad Choironudin, Artistik/Tata Letak: Agus Wicaksono, Mufian Haris, Zainal Mustakim, Firman Hidayat, Hartoyo, Biro Jakarta: Marcella (Kord), Ferdy Yunisaf, Reza Firvano Perwakilan Daerah: Pasuruan: Supardi (kord). Gresik: Maruwar (kord). Mojokerto: Prayogi. Malang: Taufik (kord), Pungky S W , Suseno, Gunawan, Sidoarjo: Dicky Arista (Dea), Probolinggo: Subhi (kord), Madiun: Jumanto (kord), Kediri: Andik Kartika, Nganjuk: Roy Alexander, Tuban: Syaian (kord), Bojonegoro: Reono Pareno, Bogor: Omar Abdel, Bali: Rohmat. Sirkulasi/Pemasaran: Farid, Khairul. Alamat Redaksi: Jl Tunjungan No 86 Surabaya. Telp: 031 - 5318686, 5323414, Fax: 5323414, Percetakan: PT. Temprina Media Grafika Email: red_beritametro@yahoo.co.id. Tarif Iklan: Display (FC) Rp. 25.000 MMK (BW) Rp. 17.000 MMK, Sosial Rp. 10.000 MMK, Baris Rp.. 15.000 (Minimal 2 Baris)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.