Berita Metro

Page 4

TAJUK

Bau Busuk Hambalang BAU menyengat proyek mercu suar pembangunan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sarana Olahraga Nasional serta sekolah olahraga di Hambalang, Bogor, Jawa Barat merebak ke mana-mana. Bukan hanya kebusukan anggaran yang telah tercium Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), indikasi kuat proyek ‘politis’ ini beraroma korupsi juga terangkum dalam kontruksi bangunan yang tidak sesuai dengan kondisi tanah ekspansif di Hambalang hingga dua bangunan, yaitu lapangan indoor dan rumah genset ambles. Dari sepuluh Laporan Hasil Analisa (LHA) PPATK kepada KPK, ditemukan 23 transaksi mencurigakan. Apalagi, nyanyian terdakwa suap Wisma Atlet Sea Games, M Nazaruddin secara gamblang menyebut, rancangan dana proyek Hambalang itu dibuat oleh Menteri Pemuda dan Olah Raga Andi Mallarangeng dan Ketua Umum Demokrat, Anas Urbaningrum. Alur skandal Hambalang yang awalnya dirintis Menpora AdhiyaksaDault, memang penuh dengan trik dan rekayasa. Permohonan penggunaan lahan seluas 300 Ha seharusnya untuk kemaslahatan rakyat, pengajuan sertifikat agar anggaran Rp 125 miliar bisa cair malah terganjal. Uniknya, transisi ke Menpora Andi Mallarangeng, Kepala BPN Joyo Winoto langsung menerbitkan sertifikat, anggaran pun harus mengucur dengan alasan multiyear. Kabar terakhir lebih gila, pengajuan proyek Hambalang bukan menelan biaya Rp 1,2 triliun, namun bisa menyedot anggaran sebesar Rp 2,5 triliun. Laporan kontraktor, pembangunan mencapai 47 persen, padahal proyek sport centre ini ditargetkan tuntas pada akhir 2012 ini. Jujur, melihat karut-marut proyek politis ini, bukan hanya mencoreng pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono. Partai pemenang Demokrat seharusnya malu karena pentolan partai yang telah mengatasnamakan demoktrasi dan rakyat malah terindikasi merampok uang rakyat. Konon, untuk pengadaan barang sudah diluncurkan, walau proyek Hambalang sendiri kontroversi. Bantahan dari Anas menimbulkan pertanyaan besar! Bila Anas merasa posisi politiknya terjepit, kalau dirinya tidak terlalu mencampuri urusan Hambalang. Begitu pula Andi, mantan jubir presiden SBY ini menyatakan tidak ada yang menyalahi prosedur terhadap pelaksanaan proyek Hambalang. Keduanya juga membantah ada pertemuan untuk men-setting proyek Hambalang. Kalau memang keduanya kredibel dan bersih, mengapaalurproyekterputusdieraAdhiyaksaDault bisa mulus di zaman Andi Mallarangeng? Lebih parah lagi, kesimpang siuran lembaga legislatif menyikapi proyek Hambalang. Komisi X DPR yang semestinya bisa memaparkan secara transparan proses pengajuan dari eksekutif, malah saling lempar tanggung jawab. Alasan klise, alur pembahasan hingga pansus belum pernah menyebut nilai angka sampai Rp 2,5 triliun. Sekarang tinggal menunggu keberanian dari KPK, mampukah mengamankan uang negara dari penggarong dan mafia berkerah putih atau hanya menyeret hulubalang dari proyek Hambalang, tanpa bisa menyentuh pemegang remot kekuasaan. Kita tunggu! (*)

ASPIRASI

Wakil Menteri Hanya Beban DUA puluh wakil menteri (wamen) yang ada pantas bernapas lega, karena keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Kementerian Negara tidak mengharuskan Prsiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) langsung menggusur mereka. MK memang membatalkan penjelasan Pasal 10 UU No 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (KN) dengan alasan bertentangan dengan UUD 1945. Namun MK menyatakan Pasal 10 UU KN dalam kementerian tertentu tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mengandung persoalan konstitusionalitas norma. Alasan MK, dalam penjelasan Pasal 10 UU Kementerian Negara berbunyi: “Yang dimaksud dengan Wakil Menteri adalah pejabat karir dan bukan merupakan anggota kabinet”. Keputusan MK tersebut jelas melegakan para wakil menteri, karena meski bisa diartikan jabatan wakil menteri (wamen) saat ini kosong atau status quo sejak keluarnya putusan tersebut, tapi posisi mereka bisa diperbarui atau diselamatkan hanya dengan keputusan presiden (keppres), yakni untuk menegaskan bahwa wamen adalah anggota kabinet dan bukan pejabat karier. Namun terlepas selamat atau tidaknya para wakil menteri tersebut, pemerintah, dalam hal ini Presiden SBY, harusnya berpikir ulang untuk tetap mempertahankan perlu tidaknya wakil menteri. Apa yang dikemukakan pihak Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) bahwa 20 wakil menteri yang ada pada tahun 2012 ini akan menghabiskan anggaran Rp 15 miliar, jelas perlu diperhitungkan manfaat dan mudaratnya. Apakah dana sebesar itu sepadan dengan hasil yang mereka berikan. Bukankah itu hanya menjadi beban, atau pemborosan? Keputusan MK itu mutlak dan mengikat, Presiden tidak sepantasnya menunda-nunda mengeluarkan keppres atau mengambangkannya. Harus ada kepastian apakah wamen tetap dipertahankan, diganti dengan orang baru, atau sama sekali ditiadakan. Presiden juga diminta menjelaskan untung ruginya keberadaan wakil menteri. Posisi itu jangan hanya dijadikan untuk memberi tempat bagi orang-orang yang dinilai berjasa bagi Presiden atau bagi SBY pribadi. Aziz Fakruddin Mahasiswa UGM Jogjakarta

Diterbitkan oleh: PT. Berita Metro Jl Tunjungan No 86 Surabaya. www.kabarmetro.com

KAMIS, 7 JUNI 2012

4

OPINI

Asril: Ada tiga hal pokok yang menjadi sorotan terhadap substansi RUU Dikti.

ILUSTRASI: BM/ASWIN

RUU Dikti Tabrak Konstitusi

Rancangan Undang-Undang Pendidikan Tinggi (RUU Dikti) sedang dalam pembahasan pemerintah dan DPR. Diharapkan pertengahan tahun 2012 ini, draft RUU Dikti bisa disahkan menjadi Undang-undang. RUU Dikti dimaksudkan untuk melengkapi ketentuan hukum penyelenggaraan pendidikan nasional. Amandemen keempat UUD1945 membuktikan bahwa urusan pendidikan merupakan hal yang sangat penting. OLEH: ASRIL*

P

ASCA amandemen keempat UUD 1945, telah disahkan UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) dan UU No 9/2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP). Setiap peraturan perundangundangan dibuat untuk menciptakan keteraturan dan ketertiban yang jelas dan tegas di tengah masyarakat. Demikian pula dengan UU yang berkaitan dengan pendidikan nasional, yaitu UU Sisdiknas, UU BHP dan RUU Dikti. Tetapi, kenyataannya, masalah justru bisa ditimbulkan oleh keberadaan sebuah UU. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya permohonan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Terkait UU Sisdiknas yang “digugat” oleh masyarakat, MK memutuskan untuk membatalkan Penjelasan Pasal 53 Ayat (1) dan memberi tambahan kata “ikut” pada Pasal 6 Ayat (2) sehingga menjadi, Setiap warga negara ikut bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penye-

lenggaraan pendidikan. UU BHP juga digugat oleh masyarakat dan MK kemudian menyatakan bahwa UU BHP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, melalui Putusan Nomor 11-14-21-126 dan 136/PUU-VII/ 2009 tanggal 30 Desember 2009. Polemik lain yang masih tersisa dalam UU Sisdiknas adalah tentang biaya pendidikan. Pasal 34 Ayat (2) UU Sisdiknas tegas menyebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan dasar tidak memungut biaya. Namun, pada banyak pasal lain tegas pula disebutkan bahwa peserta didik dan masyarakat ikut bertanggung jawab dalam pendanaan pendidikan. MK telah menolak permohonan judicial review terkait ketentuan biaya pendidikan dalam UU Sisdiknas, sehingga diartikan bahwa pengenaan biaya pendidikan kepada peserta didik tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Dalam praktiknya, di sekolah ma-

sih terjadi pungutan-pungutan yang tidak bisa dibedakan dengan biaya pendidikan. Ada juga pungutan yang diberi judul “sumbangan sukarela” yang besarnya ditetapkan oleh pihak sekolah. Banyak orangtua murid tidak berdaya karena anakanak mereka tersandera sebagai peserta didik. Di sisi lain, tidak sedikit orangtua mengeluhkan mahalnya biaya untuk mengikuti jenjang pendidikan tinggi. Artinya, Pasal 34 Ayat (2) UU Sisdiknas hanya menjadi hiasan belaka. Ada tiga hal pokok yang menjadi sorotan terhadap substansi RUU Dikti (http://www.dpr.go.id/id/ruu/kesejahteraan-rakyat/ Komisi10/136/RUU-tentangPendidikan Tinggi). Pertama, mengenai status perguruan tinggi negeri (PTN), baik yang umum maupun khusus, yang terdapat pada Pasal 41, yang menyebutkan adanya status PTN Badan Hukum. Kedua, mengenai pengelolaan keuangan pada PTN dalam Pasal 83 yang menyatakan bahwa penerimaan PTN dari masyarakat (mahasiswa, orangtua mahasiswa dan/atau donatur) tidak termasuk pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dan pada Pasal 84 yang menyatakan bahwa pola pengelolaan dana PTN selain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan bidang keuangan negara, juga bisa menggunakan pola mandiri dan pola Badan

Layanan Umum (BLU). Ketiga, Pasal 85 menyatakan bahwa PTN dapat menyelenggarakan badan usaha atau portofolio usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Status PTN berbadan hukum seharusnya tidak dimunculkan lagi dalam RUU Dikti, karena sudah ada Putusan MK Nomor 11-14-21126 dan 136/PUU-VII/2009. Dalam Putusan tersebut, MK memerintahkan agar frasa “badan hukum pendidikan” dalam Pasal 53 ayat (1) UU Sisdiknas, dimaknai sebagai sebutan fungsi penyelenggara pendidikan dan bukan sebagai bentuk badan hukum tertentu. Dengan pertimbangan dan penjelasan yang sama, maka MK juga membatalkan UU BHP. Apabila ketentuan tentang ini tetap dipaksakan, penulis yakin kelak MK akan membatalkan pula pasal ini. Lain halnya apabila ketentuan tentang badan hukum itu dimaksudkan untuk mengatur pengelolaan perguruan tinggi swasta? Pengelolaan keuangan PTN, khususnya yang berkaitan dengan penerimaan dari masyarakat tidak dimasukkan dalam PNBP. Kenapa demikian? Padahal jika dimasukkan PNBP maka secara otomatis akan mengikuti ketentuan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara. Menjadi aneh ketika pengelolaan ke-uangan di PTN dirancang untuk dikelola secara tersendiri dan tidak mengikuti

ketentuan peraturan perundangundangan di bidang keuangan negara. PTN adalah milik pemerintah, dibiayai dengan dana negara, dan menerima pendelegasian dari pemerintah untuk melaksanakan tugas pemerintah dalam menyediakan pelayanan pendidikan tinggi yang merupakan amanat konstitusi. Apabila dikelola tersendiri, dikhawatirkan menjadi penyebab tingginya biaya kuliah di PTN. Dalam RUU Dikti, PTN diberi kesempatan untuk menyelenggarakan badan usaha. Sekalipun dilaksanakan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan, hal ini akan menyebabkan PTN tidak fokus pada upaya mencerdaskan bangsa. Perlu dikemukakan kembali bahwa PTN adalah pengemban tugas pemerintah yang diamanatkan konstitusi, yaitu untuk memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. Bukankah segala kepentingan yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan dapat terlaksana meskipun PTN tidak mempunyai badan usaha? Kebutuhan modal untuk badan usaha bisa menjadi alasan bagi PTN untuk menetapkan biaya kuliah yang tinggi. *PNS di Kemenko Kesra, alumnus Pasca Sarjana IPB Bogor.

Suara Anda Koper Hilang di Lion Air PADA 14 April 2012 pukul 17:45 saya melakukan penerbangan dari Surabaya menuju Jakarta dengan pesawat Lion Air, nomor penerbangan JT 0579. Sesampai di Jakarta, saya menunggu bagasi saya yaitu sebuah koper beserta isinya. Hingga bagasi terakhir ternyata koper saya tidak juga ada. Lalu saya melaporkan kehilangan koper saya, dan saya didata untuk diberi bukti laporan kehilangan barang (Property Irregularity Report). Hari berlalu hari, hingga satu minggu sudah, saya juga belum dikabari dari pihak Lion Air tentang bagaimana nasib koper saya yang hilang. Pada 20 April, saya datang ke kantor Lion Air di Jalan Gajah Mada Jakarta Barat, disana saya diterima oleh salah satu staff Customer Services bagian kehilangan barang. Staff tersebut mengatakan kalau saya harus menunggu selama satu bulan, karena koper saya sedang dicari, dan setelah satu bulan nanti saya akan dikabari. Hampir dua bulan sudah berlalu, sampai saya tulis surat pembaca ini, tidak juga ada kabar dari pihak Lion Air.

Dimana tanggung jawab pihak Lion Air yang terkesan lari dari tanggung jawab? Janji untuk menelpon pun tidak pernah dilakukan sama sekali. Kalau memang koper saya hilang pihak Lion Air harusnya memberitahu saya, dan mengganti kehilangan koper saya seperti yang dijanjikan pihak Lion Air. Harusnya pihak Lion Air lebih memperhatikan pelayanannya untuk kenyamanan konsumen. Bukan terkesan lari dari tanggung jawab. Apollonius Soehermanto JL. Jambangan No.36 RT02/RW04 Surabaya

Pungutan Liar SAYA ingin menanyakan tentang airport tax di Bandara International Lombok, barubaru ini saya berangkat ke luar daerah (domestik) dan membayar uang airport tax sebesar Rp. 30.000 . Alangkah kagetnya ketika saya harus membuat laporan keuangan dengan melampirkan berkas Airport tax itu.

KIRIM TULISAN OPINI DAN SUARA ANDA KE REDAKSI BERITA METRO

Selama ini saya selalu bolak balik di BIL dan selalu membayar Rp. 30.000,- dan tidak pernah mengecek harganya. ternyata, ketika saya buat laporan, saya baru sadar bahwa harga PJP2U hanya tertera Rp. 25.000,- saja. Berarti tiap perjalanan saya selalu di korup Rp. 5000,-. Sungguh ironis, jika ternyata benar biaya airport tax di Bandara International Lombok hanya Rp. 25.000,- maka tiap kepala yang berangkat dari bandara di kenakan Pungutan Rp. 5000,- / kepala. Bisa dibayangkan berapa orang yang keluar dari BIL tiap hari. Saya harap ini segera ditanggapi oleh pemerintah, jika benar pungutan hanya 25.000 maka tolong aparat pemerintah segera proses dan tindak langsung. Terima kasih. Hery Susanto Griya Perampuan Asri Mataram

Lambatnya Proses Refund Gagal Transfer BTN PADA tanggal 1 Mei 2012 saya melakukan transfer via ATM bank BTN dari

Anda punya keluhan tentang kebijakan dan pelayanan publik? Atau, Anda punya gagasan? Kirimkan email atau dengan cara SMS ke redaksi Berita Metro.

rekening e-Batara Pos sebesar Rp 600 ribu ke rekening istri saya di bank BRI. Tapi hingga esok harinya uang tersebut belum masuk ke rekening istri saya, sedangkan saldo tabungan e-Batara Pos saya sudah ter-debit sebesar Rp 600 ribu plus biaya administrasi Rp 5 ribu. Hari itu juga saya melakukan pengaduan ke contact center bank BTN di nomor 021-26533555 dan diterima oleh customer service serta dijanjikan bahwa proses gagal transfer membutuhkan waktu 20 hari kerja sesuai dengan peraturan Bank Indonesia. Tanggal 21 Mei 2012 saya memastikan kembali, kapan permasalahan akan diselesaikan dan dijanjikan kembali 20 hari kerja dari tanggal pengaduan saya (2/05/2012). Akan tetapi hingga saat ini, tanggal 4 Juni 2012 jawaban dari contact center hanya mengatakan bahwa pengaduan saya masih dalam proses dan tidak dapat memberikan kepastian berapa hari lagi pengaduan saya di proses. Didik Haryono Jl H. Mawi, Parung, Bogor Email: red_beritametro@yahoo.co.id Hotline: +6231-5318686 SMS: +62 8564 6036 977

Komisaris: Mayjen TNI Sutarno Soepodo SH, Direktur Utama: AR Balhmar, Direktur: Djoko Tetuko, Pimpinan Perusahaan: H. Samiadji Makin Rahmat. Pimpinan Redaksi/Penangung Jawab Pemberitaan: M Habibullah. Wakil Pemimpin Redaksi: Al Khadaffi. Manager Keuangan: Silvia Umar Balhmar, Manager Iklan: Djuwariyah. Dewan Redaksi: AR Balhmar, H Djoko Tetuko, H. Samiadji Makin Rahmat, M Habibullah, Yahya A Waber, Tjipto Chandra, Marcella, Hadi Ismanto, M. Nabil, Ferdy Yunisaf Sekred: Farra Silviana, Redaktur Senior: R. Sulistyono, Herry Sunarya Redaktur: Ari Widura, E Prayogo, Hadi Pudjiantoro, Ibnu Hanif, Zamzami PuLang, Bambang Andrias, Reporter: Bambang, Arie, Hadi, Endray, Rofiqi, Ami, Ali, Fotografer: Tovan Bram Kumara, Soemadji, Pracetak: Ahmad Choironudin, Artistik/Tata Letak: Agus Wicaksono, Mufian Haris, Zainal Mustakim, Firman Hidayat, Hartoyo, Biro Jakarta: Marcella (Kord), Ferdy Yunisaf, Reza Firvano Perwakilan Daerah: Pasuruan: Supardi (kord). Gresik: Maruwar (kord). Mojokerto: Prayogi. Malang: Taufik (kord), Pungky S W , Suseno, Gunawan, Sidoarjo: Dicky Arista (Dea), Probolinggo: Subhi (kord), Madiun: Jumanto (kord), Kediri: Andik Kartika, Nganjuk: Roy Alexander, Tuban: Syaian (kord), Bojonegoro: Reono Pareno, Bogor: Omar Abdel, Bali: Rohmat. Sirkulasi/Pemasaran: Farid, Khairul. Alamat Redaksi: Jl Tunjungan No 86 Surabaya. Telp: 031 - 5318686, 5323414, Fax: 5323414, Percetakan: PT. Temprina Media Grafika Email: red_beritametro@yahoo.co.id. Tarif Iklan: Display (FC) Rp. 25.000 MMK (BW) Rp. 17.000 MMK, Sosial Rp. 10.000 MMK, Baris Rp.. 15.000 (Minimal 2 Baris)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.