Harian Pagi Bangka Pos Edisi 31 Mei 2009

Page 21

budaya

POS BELITUNG

Nostalgia

Pembaca setia Pos Belitung yang bermaksud menampilkan foto-foto dokumentasi kegiatan masyarakat serta berbagai lokasi di Belitung pada era sebelum tahun 1990 di rubrik Nostalgia dapat menghubungi Redaksi Harian Pagi Pos Belitung di Jalan Gaparman No 7 Tanjungpandan, telepon (0719) 21033. Foto yang hendak ditampilkan harus disertai identitas dan alamat pemilik, serta keterangan foto.

SMPN 1 MANGGAR 1966 - Para pelajar SMP Negeri 1 Manggar berfoto bersama guruguru SMPN 1 Manggar pada bulan Juli 1966. Siswi pada nomor 6 dari kiri adalah Fitri Talib, salah seorang alumni siswi SMPN 1 Manggar yang menjadi kolektor foto ini. (foto koleksi Fitri Talib)

Cerpen: Rurin Septira

Selendang Sutra untuk Ayah HARI ini aku bahagia sekali, karena aku mendapatkan beasiswa untuk kuliah di Universitas Gajah Mada (UGM) yang merupakan impianku selama ini. Dan aku sudah bicara kepada paman, paman setuju dengan niatku untuk melanjutkan kuliah. Memang sejak orang tua meninggalkan aku, aku hidup dengan paman. Ibu sudah lama meninggal saat aku masih berumur satu tahun sedangkan ayahku pergi entah kemana. Setiap kali aku tanyakan kepada paman tentang keberadaan ayah, paman hanya menjawab kalau ayah hanya pergi sebentar. Tapi aku tidak percaya, aku bisa lihat dari wajah paman, di sana tersimpan suatu kebohongan. Aku tidak mempedulikannya, aku cuma fokus ke kuliahku. Paman sangat mendukungku untuk kuliah. Paman menyarankan supaya aku bisa menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya. Akhirnya aku memilih untuk tinggal di rumah orang tuaku yang selama ini kosong yang terletak tidak terlalu jauh dari universitas impianku yaitu Bandung. Karena rumah paman terlalu jauh dari tempat kuliahku, dan menuju kesana harus menggunakan ongkos. Paman setuju dengan keputusanku, besok aku sudah mulai berangkat ke Bandung. Pagi ini begitu menyegarkan. Embun-embun bertebaran dimana-mana. Kicauan burung yang merdu menambah indahnya suasana di pagi itu. Aku masih terasa ngantuk memaksakan diri untuk turun dari tempat tidur menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Sesudah itu sholat subuh, setelah itu mandi dan ganti pakaian. Aku segera menuju ke ruang tengah sambil membawa tas ranselku. Disana sudah ada paman yang duduk menungguku sambil membaca koran. Dan dihidangkan secangkir kopi, aku mengagetkan pamanku. “Paman, aku berangkat ya,” kataku berpamitan dengan paman, sebenarnya hatiku berat meninggalkan paman. Tapi demi cita-citaku untuk membahagiakan paman. Aku tak bisa berbuat apa-apa lagi. Aku pun menciumi tangan paman yang sudah aku anggap sebagai orang tuaku sendiri,”paman baik-baik ya disini.” “Iya, kamu hati-hati ya ndok,” kata paman yang merelakan kepergianku. Aku langsung melangkah keluar menuju terminal supaya tidak ketinggalan bus tujuan Bandung. ** Setelah seharian membersihkan rumah itu, aku terasa capek dan lelah. Aku menuju kamar dan merebahkan tubuhku ke ranjang, kupejamkan mataku pelan-pelan. Aku tertidur dengan pulas. Tiba - tiba... “Tidak,” teriakku dengan nafas yang terengah-engah. “Apa yang sedang terjadi padaku,” jadi aku cuma mimpi, syukurlah,” kataku dengan nafas lega karena barusan aku bermimpi menemukan sebuah gubuk dan didalamnya aku melihat ada wanita separuh baya yang sedang menenun selendang sutra untuk suaminya, aku tidak tahu apa artinya mimpiku tadi. ** Aku teringat dengan cerita paman, tentang ayah dan ibuku yang persis sama dengan mimpiku tadi. Paman menceritakan kepadaku kalau ayah sangat menyukai tenunan selendang sutra. Sampai-sampai ibu rela menghabiskan waktunya di depan alat tenun hanya untuk membuat selendang sutra untuk ayah. Tetapi, kenapa ayah malah pergi meninggalkan aku. Tidak terasa airmataku mengalir, aku sedih bila teringat dengan ibu. Apakah yang semalam adalah ayah dan ibu. “Tidak”. cepat-cepat aku buang pikiran ngawur itu dari pikiranku. Tapi kalau memang benar aku sangat bahagia. Walaupun hanya lewat mimpi. Aku beranjak dari tempat tidur menuju ke ruang tengah. Haripun telah menunjukkan pukul 04.15 pagi. Aku segera mengambil air wudhu untuk sholat subuh. Sesudah itu aku mempelajari pelajaran lagi, sebelum aku benar-benar menjadi seorang mahasiswa. Hari ini hari minggu, jadi kuliah masih libur. Aku terus teringat mimpiku tadi malam. Aku

penasaran dengan gubuk yang terletak tidak terlalu jauh dari rumahku. Diam-diam aku melangkah menuju gubuk tersebut dan membukakan pintu yang tidak terkunci. Mataku terpusat kearah alat tenun yang sudah berdebu dan selendang sutra yang telah jadi, yang tergantung di sekitar alat tenun. Selendang itu penuh dengan debu dan kotoran. Hampir sama dengan mimpiku tadi malam. Selendang sutra itu sangat menarik hatiku. Aku ingin memilikinya, akupun mengambil sehelai yang penuh dengan debu dan kotoran, “nanti bisa kucuci ,” pikirku. Akupun melangkah keluar, tapi didepan pintu aku menghentikan langkahku. Aku kaget paman sudah berdiri didepanku. “pa...pa..paman,”kataku kaget. “Paman sudah tau,” apa yang akan kamu lakukan,” kata paman yang membuatku tidak mengerti. “kembalikan selendang itu ditempatnya ndok,” suara paman terdengar lagi. Paman menyuruhku untuk mengembalikan selendang sutra itu. Kali ini aku menolak perintah paman. Aku benar-benar menginginkan selendang itu. “Kembalikan selendang sutra itu ndok,” suara paman mulai meninggi. “Baik paman,” aku menuruti perintah paman. aku meletakkannya kembali ke tempat tenun tadi. “Sudah, ayo kita tinggalkan tempat ini...! Paman melangkah keluar. Aku masih heran dengan paman, bermacam pertanyaan yang ada di dalam diriku. “Tunggu paman, kenapa selendang sutra itu dibiarkan tersimpan disini ,” kataku yang menghentikan langkah paman. Dengan penuh rasa ingin tahu. “sudahlah kamu tidak perlu tahu apa-apa ndok,” kata, paman. “Tapi, aku perlu tau paman,” aku ngotot pengen tau. “Baik, sebenarnya semua selendang sutra itu adalah buatan ibumu sebelum beliau meninggal. Ayahmu sangat menyukai selendang sutra itu. Jadi ayahmu menyuruh ibumu untuk membuat dengan alat tenun itu.” Paman terus melanjutkan ceritanya. .. Waktu ayahmu sedang sakit keras, beliau ingin melihat selendang bikinan ibumu sebelum beliau sakaratul maut. Tapi, ibumu meninggal saat dia sedang menenun selendang itu. Mungkin karena pikiran beliau kacau dan tergesa - gesa. Ayahmu sangat terpukul dengan kejadian itu. Beliau merasa bersalah. Akhirnya beliau menyusul ibumu ke surga,” cerita paman yang membuat aku terisak. “.. Jadi, ayah sudah meninggal,” kataku dengan airmata berlinang. “..Iya,” kata paman polos sambil melangkah keluar dan hilang disela embun dipagi itu. Tapi, kenapa selama ini paman bohong sama aku loh paman... aku bingung, tiba-tiba saja paman menghilang dari hadapanku. “.. Apakah aku mimpi lagi,” aku mencubit tanganku sendiri. Ternyata terasa sakit, berarti ini bukan mimpi. Tapi, kemana paman, kenapa tibatiba menghilang. Aku tertunduk sambil merebahkan kedua kakiku ke lantai gubuk itu dengan airmata yang selalu mengalir. Andai ayah dan ibu masih ada disini. Aku akan memeluk mereka erat-erat. Aku tidak akan membuat mereka kecewa. Aku akan membuat mereka bahagia. Tapi kenapa takdir hidupku seperti ini. Kenapa aku hanya bertemu mereka dalam mimpi. Kenapa mereka meninggalkan aku disaat aku benar-benar butuh kasih sayang dari mereka. Ibu... aku ingin dimanja dan dicium sama ibu. Ayah... aku ingin digendong dan ditimang-timang sama ayah seperti anak-anak yang lain. Andai aku masih punya ayah dan ibu, aku tidak akan menyiakannya. Ibu, ayah semoga kalian bahagia disana. Disini anakmu akan selalu mendoakan kalian. Akan selalu mengingat kalian. Karena aku masih beruntung bisa melanjutkan kuliah dan mempunyai paman yang begitu menyayangiku. Terimakasih paman, ayah dan ibu. Akan ku jalani hidup setegar dan selembut selendang sutra tenunan ibu untuk ayah. (*)

MINGGU 31 MEI 2009

5

ngenjunga k

Oleh : Fithrorozi

(Komunitas Telinsong Budaya)

Gak Tige, Aku, Mai, Dayang SURAK along Nek Mot, sampai ke tana. Nok ape nek, nukokan amat besurak to, Kik Sera’ie dak timpo ngelepas kan kelapak, dak tulai deserut. La masok ke ruma baru Kik Sera’ie tau, kaki Nek Mot tetitik kan alu lesong. Kulit padi beras baru lum tekelupak, tapi isik kulit kaki la tekelusit duluk. Sigap Kik SeraÆie ngeredakan surak along Nek Mot. Ukan tebiat Kik Sera’ie nyalakan urang nok detimpak musibah. Nok paling penting tulongek dulok. De ruma panggong Kik Serai’e dak ade tulisan ‘TOLONG DULU URUSAN BELAKANGAN’ kimacam de Ruma Sakit. Ukan karne dak pandai nulis, ade tulisan mun dak pandai bace percume juak, nok paling penting kite sigap nulong urang. Kik Sera’ie bebuat kitu, ye naluri urang kampong. Dak patut kite ngulor-ngulor waktu nyalakan urang nok detimpak musibah, ape agik nok detulong to perenggu dirik. Mun dak pandai nulong pakai tangan, pakai cakap, mun dak juak, tulong pakai du’e, uji Kik Lebai tek. La belakangan baru tau, alu jao kan lubang karne isak tesipak Jemaen garagara bekabut nak mandik nyiapkan dirik idang nunton madun. Jemaen tesangkak kaki kenak lumpang, lumpang tegiser alu pun pinda ke kaki Nek Mot. La uda ngurusek Nek Mot. Kik Sera’ie becarik kan Jemaen nok ngembuat Nek Mot tetitik kan alu lumpang. Becarik ke dapor tapi dak keliatan batang idong. ‘Ennnaeennnn’ surak Kik Sera’ie. Ndak lamak Busu Sema muncul dari aik arongan. ‘Tadik se ade Long biakbiak mandik, dak tau sekarang lepus kemane. Bekemas ngenjemput ketangin. Sua ne nak nunton madun de ujong kampong’ uji Busu Sema. Paya mun anak nok laki angkat bujang macam Jemaen, urusan gak tapak gering. Jak itu ngendengar ade madun dak timpo bekemas putik ketangin, giliran desuro carik gawe banyak alasan kitu kini. Ukan base nak nunton madun itupun pastila ade nok derenong de kampong urang, dak kuang ngendengar ade nok dayang melinter sikit. Seumoran Kik SeraÆie makin ari makin detuntut besikap bijak., tepakse la Kik SeraÆie carik ubat kaki bini e sendiri. Mun nunggu Jemaen ade jalan dak baik kaki

urang bini. Dari penganten baru sampai la beputean kepalak, Kik Sera’ie tetap pegadoan kan bini. Ape agik ruma panggong nok duluk ramai, kini sepi detinggal anak nok la punye ruma sendirik. Ruma panggong kitu gede dediamek tige anak beranak. Nek Mot, Kik SeraÆie, Jemaen. Pasal ngelindongek bini Kik SeraiÆe kuang de cunto tetanggak belau. Urang kampong ngalokkan tetanggak Kik Sera’ie to burong ruik, base ngelindong bini rajin decamporkan cemburu, timbal e rajin ninggalek keluarge. Uji se nenangkan dirik. Mun burong ruik pantang ngeliat ade kembang lain debawa lubang batang-tembat bini e ngeram. Desangke ade burong lain merik makan bini e, cemburu e ya habi bahul. Kiape mun anak beranak diam delubang, jaaakkk..aaiiààtang mati mun lubang e detutup. La dak deberik makan, dak deberik nafas pulak. Janàjan lup idup ki burong ruik, jan sampai ilang sala urang timbul sala dirik. Gara-gara cemburu anak bini debuno. “yang.,..yang, kenal ke kan kamek,” uji Jemaen bukak pecakapan. “Ukan jak dayang bang name aku, aku Zainab pakai ‘ve’ usa pakai ‘be’ bang, nak sebela to baru Dayang, nok siun itu Mai uji Zainab pulak. Jemaen pun ngemok ngendengar Zainab ngenalkan duak kawan e agik , ukan base ape, Jemaen ngerase cucok itong-itongan e, same-same betige. Kan bejudo malam ne, piker Jemaen. “Ati-ati En, depuerek urang,” uji Satar. Jemaen dak peduli kan cakap kawan tika kini, ape agik nok derenong raga licin. Jemaen dak sadar mun senang kan anak dayang urang perlu pekeras, dak kan ade mun la kawin gak tapak bengangak dedepan pintu. Pikiran Satar mimang raga panjang debanding Jemaen. Usa gak temelanjing kesenangan tika detegor nok bini. Sendak-ndak e nak pandai berik makan bini, ngator ruma tangga ki pengulu gawai kan nyenangkan ati bini. Biar gimane pun urang bini to penghias ruma tanggak. Tige sarat ini nak deperitongek benar-benar. Mun dak sutik rawan gawe sape kan senang,mun kitu mudel e ade jalan mertue kan ngumerek anak nyinder menantu. Mun la kapal demasok aik, decamporek urusan dari urang lain, biar itu

urang tue, kan bingong nakhoda. La kelamaÆ-lamaÆan kapal jadi bucor dak dapat ngelintasek bahtera ruma tanggak. Mun daÆan se dak patut urang tue nyamporek anak-anak e nok la bekeluarge. Ukan bagik nak memandai, tapi kitu la ure-ure-nasihat urang tue turun- temurun, muncul ukan semate-mate keluar dari jungor tapi dari ati, dari pengalaman idup. Uji Kik SeraÆie mun punye anak nok bini kuang deandalkan, biar la belaki gik nak ngerawat urang tue tika sakit. Jak mikak liatek pula Jemaen, La tau Umak e surak along kesakitan, cakap dak mare. Ape agik sampai nak desuro cari ubat. Muda-mudaan se pula Jemaen dak sampai ke tue Mun ade madun de kampong campo bunyi e. biak mudak nganggap ade mun madun ade bearti ade pasal idang becaningan, beee.. mun renyek nak namba pengaselan, madun ukan hanye idang ngenghibur penganten tapi ngenghibur masemase susa, bekutis ngencarik duit dari bejualan berene-rene barang sampai pemakanan. Tika kini lampu sulo pun depakai, nok nyungkor tepakse ngambik perlop duluk. Lampu sulo, lampu pom ye dak ye arus desediekan sendirik. Ukan base nok punye hajat begawai dak kan sanggup nyiapkan listrik mun la sepanjang jalan bejerapik kitu, dak masok itongan tika ngembentok panitia. Orkes Musik Gelagau, la mainkan berape ikok lagu, kacang emping de toples jak la bekurang deputik bidun, tapi lum ade juak gelagat Satar kan Basir renyek ngenalek dirik. Mun Jemaen usa ditiru, pantang ngeliat nok kepo sikit tang la deunji, desiul-siul kimacam nyiulek berebak. Urang lum nanyak die la ngenalkan dirik. “Sape nok lagak de kampong ini ye” Jemaen la mulai nyurongkan cakap sambel nguyum permen hacks tapi muke ngabak ke Satar. Karne cakap Jemaen dedengar Zainab, dayang selidik punye selidik, Zainab, Mai Dayang dak lebe dari sikok perenggu, gik sedare semue rupe e. “Bang nok lagak de kampong ini pun gak tige, Aku, Mai, Dayang”. Zainab dak tule kirik kanan namangkan perenggu e. Makà.nab, dak magiek urang lain ke??? Baca Pos Belitung (Kolom BudayaNgenjungak, Minggu 31 Mei 2009)

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Menyampaikan

TURUT BERDUKA CITA HJ. SITI AISYAH BINTI H. ABDUL SALAM

(Ibunda Bapak. HA. Ramli Sutanegara, SE, SH, MBA) Pada Hari Rabu, 27 Mei 2009 Pukul 20.00 Wib Semoga Arwah Almarhumah diterima di sisi Allah SWT dan kepada keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan dan kekuatan lahir dan batin, Amin Ir. H. Eko Maulana Ali, SAP, SIp, MSc Gubernur

H. Syamsuddin Basari, S.Sos. M.Si

Ir. H. Imam Mardi Nugroho, MT Sekda

Wakil Gubernur


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.