Harian Pagi Bangka Pos Edisi 28 Juni 2010

Page 18

18

Kick off

SENIN 28 JUNI 2010

BANGKA POS

Akhirnya Saya Temukan Sayur Juga ADA satu anekdot tentang masyarakat Afrika umumnya dan Afrika Selatan khususnya. Tubuh mereka besar karena saban hari santapan utama adalah daging. Nyatanya, semua itu memang menjadi realitas. Sudah hampir tiga pekan saya berada di bumi Nelson Mandela ini, setiap hari hanya daging dan daging yang menjadi bahan makanan utama. Sebagai orang Asia, kapasitas perut menjadi sangat terbatas kalau daging yang masuk. Walhasil, satu hal yang selalu saya cari tak lain adalah warung, supermarket, atau pasar swalayan yang menyediakan sayur-mayur segar ala Indonesia seperti kol, bayam, atau kangkung. Tapi, itu semua bukan pekerjaan mudah karena yang ada hanyalah daging lagi, daging lagi. Asal tahu saja, daging di sini memang tersedia bejibun. Tak heran kalau harganya

terbilang murah. Daging ayam, misalnya, kalau dirupiakan hanya sekitar Rp 8 ribu per kilogram untuk ukuran baik. Daging sapi dan kambing juga sama, lebih murah dibanding apa yang ada di Indonesia. Meski sudah cukup menyerah untuk mencari sayuran segar, saya selalu isengiseng untuk mendapatkan itu. Dan hari keberuntungan itu kembali datang. Saat sedang berkeliling mencari jalan menuju Cambanos, Midrand, saya sedikit tersesat di kawasan perumahan. Tak dinyana, saat menurunkan kecepatan mobil hanya untuk mencari bantuan ke mana arah yang tepat menuju Cambanos, saya tertarik dengan sebuah toko berbahasa Cina dengan tulisan latin YATKE. Penasaran, saya pun turun dari mobil, berjalan ke arah toko tersebut. Saat berada di beranda, saya harus turun tangga untuk menuju ke arah toko. Kejutan muncul karena

tepat di bawah tangga, ada restoran Cina yang menawarkan nasi ala Indonesia! Sang pelayan, Cheng Lee, mengaku, nasi di restorannya sebagian besar dimasak bagi lidah orang Asia, tidak hanya Cina, tapi juga Indonesia, Malaysia, dan Thailand. “Semua asli, kami datangkan dengan cara tersendiri. Kalau Anda ingin buktikan, silakan saja, saya bisa menjamin itu,” katanya. Ajakan itu saya tolak halus karena saya baru makan nasi, lagi-lagi dengan lauk daging. Di sebelah restoran tersebut, di situlah toko YATKE berada. Bentuknya sekilas hanya sebagai toko swalayan saja, berisi barang-barang konsumsi seperti snack, bumbu-bumbu ala Cina, sampai mi instan. Saya baru terkejut saat melihat tumpukan rak di samping pintu sebelah kiri YATKE, sesuatu yang memang luput dari pandangan bagi orang yang pertama kali datang ke tempat itu.

Begitu mendekat, mata saya pastilah terlihat berbinar. Di sana ada daun so, kol, dan setumpuk kangkung yang menggiurkan. Tak pelak, saya pun langsung bertanya kepada sang pemilik toko, yang memiliki nama latin Tina dan nama Cina Lee Ti Na. “Benar, itu sayuran segar ala Asia, seperti asal Anda Indonesia. Kami mengambilnya langsung dari tanah leluhur kami, dan beberapa jenis saya tanam sendiri di belakang rumah,” kata Tina, yang masih sedikit susah berbahasa Inggris. Harganya pun tidak terlalu mahal, ratarata hanya 10-20 rand (sekitar Rp 13-26

TRIBUNNEWS/BUD

ribu) untuk lima ikat. Walhasil, seperti orang kalap, saya pun memborong. Dalam bayangan saya, besok bakal menjadi sarapan ternikmat dengan membuat sop segar karena saya sudah memiliki cadangan nasi ala Indonesia. Sruupp... nikmat terasa! (Tribunnews/bud)

Beratnya Kuliah di Afsel

Pernah Jadi Pelayan Bar

AFP

PHOTO/GIANLUIGI

GUERCIA

RAYAKAN KEMENANGAN - Suporter Ghana merayakan kemenangan tim mereka 2-1 atas AS di Royal Bafokeng Stadium di Rustenburg, Minggu (27/6) dini hari WIB. Kemenangan Ghana membuat anak-anak muda Afrika makin cinta terhadap benua mereka.

Ghana Bikin Anak Muda Makin Cinta Afrika PIALA Dunia 2010 di Afrika Selatan ini memberikan dampak yang sangat positif, terutama untuk persatuan. Tanyakan saja pada sekelompok anak muda berkulit putih dari Afsel di Long Street, Cape Town, yang memberikan dukungan penuh kepada Ghana, ketika melawan Amerika Serikat, Sabtu (26/ 6) malam atau Minggu (27/ 6) dini hari WIB. Mereka secara serentak mengatakan, dengan adanya Piala Dunia di Afrika, maka kecintaannya terhadap benua ini semakin tinggi. Apalagi, hanya Ghana yang masih bertahan dalam event empat tahunan paling bergengsi ini. “Saya merasa menjadi lebih orang Afrika sekarang, dibandingkan dengan sebelum Piala Dunia

dimulai,” ujar pelajar berusia 17 tahun, Storm Barry. “Saya mengawalinya dengan mengenakan kostum Bafana, tetapi sekarang mereka tersingkir sehingga saya mendukung tim Afrika yang lain,” tambah gadis tersebut. Memang, banyak orang Afrika Selatan yang mengatakan bahwa, pengalaman mengikuti timnya di Piala Dunia, membuat mereka semakin bersatu sebagai sebuah negara. Bahkan, beberapa anak muda berkulit putih Afrika Selatan juga melukiskan bahwa mereka semakin terikat dengan benua yang untuk pertama kalinya menyelenggarakan Piala Dunia ini. “Ghana adalah tim terakhir dari Afrika, dan mereka mewakili kami semua. Saya ingin

mengatakan bahwa kami semua akan memberikan dukungan penuh kepada Ghana sekarang setelah Afrika Selatan tersingkir,” ujar pelajar berusia 18 tahun Josh Lurie. Meskipun demikian, ada juga pemuda kulit putih dari Afrika Selatan yang lebih senang membela AS, dibandingkan dengan mendukung Ghana. Tentang itu, Lurie mengatakan bahwa mereka adalah orang baru. “Ada perbedaan dengan generasi tua. Saya pernah mendengar orang tua mengatakan mereka akan mendukung Amerika Serikat. Tetapi di sini di Long Street, selama Piala Dunia, yang bertemu dengan anak muda Ghana dan Kamerun, dan saya merasa lebih menjadi Afrika.”(kompas.com)

Sergio Pilih Sergio Romero PERTARUNGAN menarik terjadi tidak hanya antartim peserta putaran final Piala Dunia 2010. Persaingan di level individu juga menjadi hal hal yang tak bisa diremehkan begitu saja. Gengsi menjadi magnet terbesar untuk meraih gelar individu. Dalam konferensi pers di Jabulani Centre, Sandton, Johannesburg, Jumat lalu, tiga kiper legendaris, Petr Cech (Ceska), Oliver Kahn (Jerman), dan Sergio Goeychochea (Argentina), mengemukakan pendapatnya. Secara gamblang Sergio menegaskan,

kiper timnas Argentina Segio Romero layak mendapat gelar kiper terbaik. Saingan terdekat akan datang dari kiper Brasil, Julio Cesar. “Sergio memiliki kualitas bagus dalam pertandingan di fase grup. Dia cekatan dan punya refleks bagus. Tapi Julio Cesar juga tak bisa dihilangkan begitu saja. Modal di fase grup dan pengalaman di Inter Milan musim ini bisa menjadi modal hebat baginya untuk bersinar di Piala Dunia 2010,” kata Goeychochea, yang bersinar di Piala Dunia 1990. (Tribunnews/bud)

DI AFRIKA Selatan (Afsel), pemuda asal Indonesia yang tengah menempuh pendidikan tinggi sebenarnya ada empat orang. Namun, Tribun hanya bisa menemui dua orang saja yang berbasis di Pretoria. Selain Berdina Sara Indrabhuwana Purba dan Damianus Moa, masih ada Michael Suwandi serta Dedi Ali. Tribun sudah berusaha untuk mengontak dua lainnya, usaha itu gagal. Namun paling tidak, cerita tentang bagaimana mereka bisa memilih negara terujung di dunia bisa didapat dari dua pemuda kita yang dijumpai Tribun. Hidup merantau di negara yang harus ditempuh 12 jam via Malaysia, 18 jam via Dubai, dan 22 jam lewat Hongkong ini tentu saja memiliki konsekuensi tersendiri. Kemandirian menjadi hal paling utama yang harus mereka rasakan. Perubahan sistem di Indonesia, mulai dari cuaca, makanan, sampai gaya hidup ala Eropa yang ada di Afsel, selain tentu saja kriminalitas, sudah jadi hal yang lumrah bagi mahasiswa asal Indonesia. Mereka mengungkapkan, masa sosialisasi dan adaptasi tak cukup setahun, minimal 1,5 tahun baru bisa mengenal bagian permukaan, belum apa yang sebenarnya ada di dalam kehidupan masyarakat Afsel, yang terdiri dari tiga jenis manusia: kulit hitam, kulit putih, dan colourd. Awal berada di Afsel menjadi ujian paling berat bagi mereka, terutama masalah kedisplinan dan penyesuaian diri. “Dulu, kami benar-benar tak mengerti apaapa. Tidak tahu di mana harus beli bahan makanan, selalu tersesat karena jalanan

yang membingungkan, sampai tak mau keluar pada malam hari mengingat warning tentang kriminalitas yang sangat tinggi di sini,” ucap Dumi. Suasana itu terjadi sampai sekitar dua bulan. Setelah itu barulah mereka memutuskan untuk membeli peta, memberanikan diri naik taksi ala Afsel yang “menyeramkan”, sampai akhirnya berani membawa mobil sendiri. “GPS menjadi andalan kami meski kadang teknologi itu

juga malah membingungkan karena ada beberapa jalan yang tak terpantau satelit. Tapi itulah risiko yang malah membuat kami menjadi tahu jalanan yang aman dan tidak,” kata Dumi. Namun yang paling menarik dari kisah mereka tentu saja cara bagaimana mereka bisa survive dengan keterbatasan kiriman uang, sekaligus menguji kemandirian. Dumi, misalnya, saat mengawali kuliah di University of South Africa (UNISA) pada jurusan Ilmu Komunikasi serta Pelatihan Bisnis, rela menjadi “buruh

TRIBUNNEWS/BUD

Tribun bersama Dina (kiri) dan Dumi

kasar” dengan pendapatan di bawah rata-rata orang Afsel asli. Alumnus SMA Regina Pacis Bogor ini pernah menjadi barman di Grafters Tavern Pretoria dengan bayaran hanya 17 rand (sekitar Rp 21 ribu) per jam, padahal orang lokal dibayar minimal 30 rand (sekitar Rp 39 ribu) per jam. Dalam sehari, rata-rata ia bekerja 5-6 jam, tapi hanya pada hari-hari tertentu ia mengambil pekerjaan tersebut. Setelah barman, Dumi pun merasakan turun langsung menjadi pelayan di tempat yang sama. Bayarannya lumayan, yakni sekitar 2 ribu rand (sekitar Rp 2,6 juta) per bulan. Namun semua itu masih jauh dari standar orang lokal, yang bisa mencapai angka 5 ribu rand (sekitar Rp 6,5 juta) per bulan. “Semua itu menjadi sebuah pelajaran. Memang tak mudah untuk mandiri, tapi dengan kerja keras semuanya bisa teratasi dengan baik,” ujar pria berusia 24 tahun ini, yang memiliki alamat Indonesia di Jalan Pacilong Nomor 17, Bogor, Jawa Barat. Terakhir, Dumi juga pernah merasakan menjadi tukang cuci baju hanya untuk membayar sewa apartemen. (*)

Menjadi Presenter KISAH Dina lain lagi. Untuk menambah uang saku yang diberikan orang tua, cewek yang kini sudah tinggal tingkat terakhir alias menunggu semacam skripsi itu rela menyisihkan waktu menjadi seorang presenter. Cewek yang satu ini memang memiliki kualitas suara yang cukup bagus. Dalam sehari, jika tengah beruntung, tarif seorang Dina bisa mencapai angka 500 rand (sekitar Rp 650 ribu). “Namun tetap saja saya harus berhemat luar biasa. Pergi malam ke tempat hiburan misalnya, benar-benar tidak

seperti di Jakarta. Di sini semuanya serba mahal sehingga harus dihitung dengan cermat setiap pengeluaran. Satusatunya jalan ya dengan kerja part time hanya demi mencari hal-hal lain karena kiriman orang tua memang hanya cukup untuk kuliah saja,” kata Dina, yang selama perhelatan putaran final Piala Dunia 2010 ini menjadi LO bagi Castrol. Mengenai sistem pengaturan kerja serta belajar, Dina dan Dumi serta mahasiswa Indonesia lain memiliki insting untuk melatih tersendiri. “Kami biasanya sudah

menghitung apa yang akan terjadi. Belajar adalah prioritas utama. Jadi, kalau ada pekerjaan, kami harus menyesuaikan itu dengan jadwal belajar, kuliah, ataupun bimbingan. Jadi belajar dan kuliah lancar, mencari uang pun tak menjadi masalah besar,” kata Dina. Cewek yang beralamat di Villa Bogor Indah Blok CC-16 Nomor 67, Kedung Malang, Talang, Bogor, Jawa Barat, ini harus membayar apartemen 3.500 rand (sekitar Rp 4,55 juta) per bulan, dengan pengeluaran terminim berada di angka seribu rand (sekitar Rp 1,3 (*) juta).(*)

Cech dan Kahn Favoritkan Casillas

TRIBUNNEWS/BUD

Petr Cech (kiri) dan Oliver Kahn.

BERBICARA tentang siapa kiper terbaik pada putaran final Piala Dunia 2010, pendapat seragam diungkapkan Oliver Kahn dan Petr Cech. Cech menyebut Julio Cesar serta Iker Casillas memiliki peluang yang sama untuk merebut golden glove. “Mereka berdua memiliki pengalaman sepanjang musim ini. Kualitas liga dan pertarungan di Eropa membuat mereka sangat siap menghadapi Piala Dunia kali ini. Saya pikir jika tim mereka bisa melaju ke babak final, satu di antara mereka bisa menjadi kiper terbaik,” kata Cech. Kiper legendaris Bayern Muenchen, Oliver Kahn, mengatakan, masih terlalu dini untuk menentukan siapa yang patut menjadi kiper terbaik. “Tapi Cesar dan Casillas punya kans besar. Selain itu, Manuel Neuer juga level tinggi,” kata Kahn.(Tribunnews/bud)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.