Bahana Mahasiswa 2011

Page 38

KHASANAH

Rumah Ukir Rantau Bais Oleh

Herman

Ukiran rumah Rantau Bais tak lepas dari kreasi orang Cina. Jauh sebelumnya Tambusai pernah di Rantau Bais. Bais terletak di pinggir Sungai Rokan. Sungai ini bermuara ke Selat Malaka. Hulunya sampai ke Pasaman, Sumatera Barat. Rantau Bais termasuk Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir. Sebelah Utara berbatasan dengan Jalan Ujung Tanjung, Bagan Siapi-api. Sebelah Selatan dengan Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis. Sebelah Barat berbatasan dengan Sedinginan dan Sebelah Timur berbatasan dengan Kepenghuluan Munggo Tanah Putih. SEKITAR 6 anak lelaki bersama seorang lelaki berusia 40-an bermain tangkap bola di pinggir sungai Rokan. Air sedang pasang sore itu (15/12). Persis di depan mereka bermain tangkap bola, berdiri sebuah rumah tradisional melayu. Rumah panggung bercat kuning pu-

foto: Herman BM

DARI PEKANBARU lewati Jalan Lintas Sumatera Utara-Riau sekitar tiga jam, kami tiba di kota Duri.Tujuan kami ke Desa Rantau Bais, Rokan Hilir. Letaknya sebelum Jalan Ujung Tanjung, Bagan Siapi-api, Rokan Hilir. Sepanjang jalan hanya pohon sawit dan pipa minyak Chevron Pasifik Indonesia yang tampak: Rumbai-MinasDuri-Dumai—memang pusat pengeboran minyak PT Chevron. Jalan menuju Rantau Bais tak begitu lebar, hanya cukup dilintasi dua sepeda motor dari arah berlawanan. Awalnya jalan mulus beraspal. Namun setelah dua kilometer, kami harus lewati tumpukan tanah merah. Desa Rant a u

dar. Rumah dari kayu beratap seng. Enam jendela rumah dan pintunya tertutup. Satu sepeda motor Supra terparkir di dekat rumah. “Ukiranukiran di atap itu yang menggambarkan ini rumah tradisional,” kata H. KhalifahMuhammad Khotib. Semua penduduk Desa Rantau Bais kenal dengan H. Khalifah Muhammad Khotib. Ruslan—sapaan akrabnya—kelahiran Rantau Bais. Kini usianya 65 tahun. Ia salah satu tokoh masyarakat. “Sekarang rumah tradisional begini tidak sampai 10 lagi,” ujar Ruslan. Dulu jumlahnya 18 buah. Beberapa sudah rusak dimakan usia. “Dibangun lagi tapi bukan rumah tradisional. Rumah semi permanen,” jelas Ruslan. Mau bangun rumah tradisional, “Bahannya sudah langka, apalagi ukirannya. Gak ada lagi yang bisa buatnya.” Rumah tradisional kedua yang kami jumpai tak berapa jauh dari rumah bercat kuning pudar. Persis di sebelah rumah Ruslan. Namun kondisinya sudah tak layak huni. Dindingnya warna kayu asli yang sudah pudar, sebagian atap sudah miring. “Kalau kena angin, rumahnya goyang. Tiang penyangganya sudah tidak kuat,” ujar Ruslan. Rumah ini pun tak berpenghuni lagi. “Ahli warisnya sudah pindah ke tempat lain.” D i tem-

BAHANA MAHASISWA

Majalah 2011

38


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.