Bahana Mahasiswa Edisi Mei 2010

Page 9

Bahana Mahasiswa

99

Edisi 1-15 Mei 2010

“Di Cina labunya agak runcing ke atas, sedangkan labu di sini bulat.”

Oleh Aditia Bagus MENGENDARAI sepeda motor, kami menuju Desa Betung, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau. Jaraknya sekitar 18 kilometer dari jalan lintas timur Sorek. Awalnya kami melewati jalan beraspal, lalu ada jalan dari tanah kuning dan berkerikil. Kemudian kami lewati jalan aspal kembali sebelum sampai ke desa Betung. Tiba di Betung, kami langsung menuju rumah kepala desa. Sebuah rumah khas melayu. Ada tangga di depan rumahnya. Dinding-dinding tangganya dihiasi ukiran jepara bewarna kuning dan hijau. Oleh istri kepala desa, kami dipersilahkan duduk di kursi dari anyaman bambu. Kursi ini merupakan hasil kerajinan desa Betung. Tak berapa lama, Agus Salim, Kepala Desa Betung tiba. Kami berbincang ringan. Agus lalu membahas soal labu. Labu adalah sebuah benda tempat menyimpan air minum. “Ini kebudayaan unik. Air yang dimasukkan dalam labu akan terasa segar dan sejuk,” tutur Agus. lll

Tak ada yang tahu pasti kapan labu ini mulai digunakan untuk menyimpan air. “Yang jelas sudah ada sejak zaman nenek moyang dulu,” ujar Agus. Anum, warga Desa Langgam mengatakan, konon labu berasal dari Cina. Para pendekar dari Negeri Tirai Bambu ini menggunakan labu sebagai tempat menyimpan arak. Anum mengakui, ada perbedaan mendasar antara labu Cina dengan labu asal Pelalawan. “Di Cina labunya agak runcing ke atas, sedangkan labu di sini bulat.” Selain itu, labu Cina juga punya leher lebih panjang dibanding labu Pelalawan. “Tapi bentuknya sama, seperti angka delapan,” tambah Anum. Umumnya labu berwarna hijau muda. Ada juga yang berwarna putih. Bentuk labu asal Pelalawan ini menyerupai badan manusia, ada kepala dan badan. Bagian kepala rata-rata sebesar kepalan tinju anak-anak. Sedangkan badannya sebesar kepala orang dewasa. Lebar labu umumnya sejengkal orang dewasa, ada juga yang lebih dari dua jengkal orang dewasa. Tingginya bervariasi, umumnya dua jengkal orang dewasa. Proses pembuatannya tak rumit. Waktu yang dibutuhkan sekitar dua minggu. “Tapi sekarang tak banyak yang buat. Karena kebudayaan ini sudah mulai ditinggalkan,” sesal Agus Salim. Agus menceritakan proses pembuatannya.

Labu yang sudah besar dan matang diambil dari batangnya. Labu yang diambil biasanya labu pahit. Untuk tahu labu pahit atau tidak, bisa dilihat sewaktu berbunga. “Bisa dicicip bunganya. Kalau rasanya pahit, berarti labu pahit.” Jangan lupa pilih labu yang cukup besar supaya banyak menampung air. Labu air yang sudah dipetik, dijemur sekitar tiga hari untuk mendapatkan kulit yang keras dan tahan jika direndam. Setelah dijemur, buat lubang di atasnya. Tepat di tangkai batang labu melekat. Lubang ini berfungsi agar air bisa masuk dan isi labu cepat busuk. “Lubang ini juga yang digunakan untuk membuang isi labu,” kata Agus. Selanjutnya labu direndam dalam air. “Ini membuat isi labu membusuk.” Proses ini dibiarkan seminggu sehingga isinya benar-benar busuk dan bisa dibuang. Setelah itu dibuat lubang satu lagi di samping labu atau sekitar lima sentimeter ke bawah dari lubang awal. Lubang itu berfungsi untuk sirkulasi udara sehingga isi labu yang busuk bisa mudah dikeluarkan. Lubang ini juga berfungsi mengeluarkan air minum jika labu telah jadi tempat penyimpan air. Setelah isi keluar, yang tinggal hanya biji labu saja. Usai itu labu dikeringkan dengan cara dijemur. Waktunya tak dapat dipastikan. Yang jelas sampai labu berubah warna menjadi cokelat muda atau cokelat tua. Makin kering labu, kulit yang dihasilkan makin bagus dan kuat. Terakhir mengeluarkan biji yang masih tertinggal. Cara mengeluarkannya juga unik. “Harus pakai rotan,” ungkap Agus. Rotan sepanjang 20 sentimeter seukuran kelingking dibengkokkan. Bagian yang dibengkokkan dimasukkan lewat lubang atas. Lalu rotan itu dikeluar masukkan sehingga biji-biji keluar. Setelah biji keluar, labu tinggal dicuci dan dibersihkan dengan air bersih. “Setelah itu labu siap diisi air minum. Air ini pasti terasa lebih segar dan nikmat dibanding bila disimpan di tempat lain.” Ini diakui seorang anak kecil yang dari tadi memperhatikan kami berbincang dengan Agus. “Betul Bang, enak kali kalau diminum,” ujarnya.

obat. Berbagai jenis penyakit bisa disembuhkan. “Termasuk penyakit karena diguna-guna,” kata Agus. Air itu disebut sulung air. “Tapi harus ada manteranya dulu,” aku Agus. Hanya orang-otang tua dulu yang tahu

lll

Air dalam labu bisa juga digunakan untuk

Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Riau Bahana Mahasiswa

mantera itu. “Sekarang sudah banyak yang meninggal.” Karena keunikan labu ini, banyak orang tertarik. Tak hanya dalam negeri, turis mancanegara pun tertarik. Salah satunya dari Jepang. “Selama berbulan-bulan mereka meneliti tentang labu,” aku Agus. Diakui, labu memang banyak di Desa Betung. “Mata pencarian penduduknya banyak yang bertani, selain nelayan dan beternak.” Labu punya banyak khasiat dan manfaat. “Sayang sejak ada botol-botol yang lebih praktis dan mudah digunakan, labu ditinggalkan begitu saja,” tutup Agus. lmaikel

Foto:Adit BM


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.