Republika

Page 8

Siesta Islam dalam Peradaban Modern S

A8

pustaka

Islam tumbuh dari hari ke hari.

Susie Evidia Y

atelit mata-mata Amerika telah berhasil mengambil gambar sebuah pesawat yang jatuh dekat markas militer Rusia. Namun, sebagian ulama masih mengharamkan foto dan menganggapnya sebagai berhala. Bahkan, ada ulama yang beranggapan keberhasilan Amerika itu hanya isu belaka, tidak memberikan kepastian. Keberhasilan lainnya dipertontonkan para ilmuan Barat yang berhasil menjelajahi ruang angkasa, nuklir, dan teknologi canggih lainnya. Melihat realitas saat ini, bagaimana sebenarnya masa depan Islam. Sanggupkah Islam bangkit dan berpacu menghadapi peradaban modern saat ini? Pertanyaan nasib Islam di zaman modern ini bertubi-tubi dilayangkan umat kepada ulama besar alGhazali. Mungkin ada kekhawatiran, Islam hanya akan menjadi penonton yang manis di era modern ini. Tragis. Intelektual Islam asal Mesir ini merasakan geliat Islam yang tumbuh dari hari ke hari. “Saya telah merasakan dengan tangan saya sendiri kebangkitan Islam hari-hari ini. Saya telah berjabat tangan penuh dengan kehangatan dan cinta para pejuang yang berperang mempertahankan komunitas Islam,” ujarnya. Ghazali mencontohkan perjuangan gigih yang hingga kini dilakukan oleh umat Islam di Filipina. Kawasan lainnya dilakukan para pejuang yang sedang mempertahankan Islam di pantai Samudra Atlantik. Perjuangan Islam pun tidak hanya angkat senjata, di berbagai daratan Islam hadir melalui dunia pendidikan. Generasi mudanya bersemangat menggali dan menuntut ilmu keislaman. Dari kenyataan ini al-Ghazali optimistis, sesungguhnya kebangkitan Islam

REPUBLIKA ● AHAD, 13 NOVEMBER 2011

benar-benar ada. Namun, jangan berbesar hati dulu, karena persiapan musuh-musuh untuk menumpas kebangkitan ini benarbenar nyata ada di depan mata. Umat Islam jangan lengah sedetik pun. Kaum orientalis Eropa memahami tabiat Islam. Mereka mengintai sejarah lama dan barunya bagaikan kedua mata serigala yang lapar. Ketakutan musuh ini terungkap dalam buku karya orientalis terkemuka asal Jerman, Paul Syamtaz, berjudul, Islam, Kekuatan Dunia Masa depan. Buku ini diterbitkan sekitar setengah abad silam. Dia mengatakan, sesungguhnya guncangan dunia Islam menimbulkan suara yang sangat menakutkan Eropa. Dan, membuat mereka bersatu padu untuk menghadapi raksasa yang baru bangun dari tidur panjangnya. Di tempat lain, Paul mengatakan, sesungguhnya kekuatan Quran menyatukan sistem barisan kaum Muslim. Berbagai upaya penghancuran sama sekali tidak mampu mengurangi kepercayaan mereka terhadap Alquran. Sesungguhnya ruh Islam masih menguasai pemikiran dan hati para pemimpin. Keadaan ini akan terus berlangsung selama bangsa-bangsa Muslim disatukan dengan ajaran Islam. Selama mereka tetap yakin bahwa Quran sebagai pemersatu seluruh bangsa. Dari pernyataan-pernyataan tersebut jelaslah bahwa persiapan para musuh untuk menghantam Islam dilakukan secara terusmenerus. Cara yang dilakukan, baik dengan sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Kebangkitan Islam di era modern ini akan dikepung oleh bahaya besar yang ikut andil di dalamnya para misionaris, orientalis, politisi, militer, budaya, wartawan, penulis, hingga orang-orang yang terus terang memusuhi Islam. Ada juga orang-orang yang bermuka dua, dan yang lebih parah datang dari kalangan umat Islam sendiri. Menghadapi kepungan besar ini, al-Gha-

katalog

R

●●●

Judul Buku Penulis Penerbit Cetakan Tebal

: : : : :

Al-Ghazali Menjawab 100 Soal Keislaman Syaikh Muhammad al-Ghazali Lentera Hati 2011 838 halaman

zali tidak merasa risau. “Saya sama sekali tidak khawatir terhadap mereka semua.” Para pemimpin Islam akan bangkit, tumbuh memperbaharui sirah para pendahulunya. Mereka akan bekerja berdasarkan pemikiran terbuka dan hati senantiasa menghadap hanya kepada Allah. Ada beberapa alasan nyata yang diungkap Ghazali di buku yang sangat tebal ini. Dia juga mempertanyakan, apakah termasuk

Nasib Islam di era peradaban modern ini hanya sebagian kecil dari 100 pertanyaan yang diajukan kepada ke al-Ghazali. Berkaitan dengan pertanyaan tersebut, ada juga yang menanyakan bagaimana sikap Islam terhadap berbagai peradaban modern: bioskop, teater, musik, menggambar, memahat, dan mematung? Sejauh mana kita dapat menerima peradaban modern? Bagaimana sikap Islam terhadap perempuan pada zaman modern? Pertanyaan-pertanyaan sejenis ini menandakan masih ada kegelisahan yang dirasakan umat Islam dengan kondisi zaman modern saat ini. Jawabannya secara rinci dijelaskan oleh Ghazali dalam buku ini dengan bahasa yang mudah dipahami, serta contohcontoh yang relevan dengan kondisi sekarang ini. Pertanyaan yang diajukan di buku yang judul aslinya Mi’atu Su’al’ an Al Islam ini, tidak hanya berkenaan dengan kondisi Islam saat ini. Melainkan ada juga yang menanyakan tentang Allah, ibadah, muamalah, Quran, hadis, Rasulullah, mazhab, hingga hari akhir. Ada juga yang menanyakan bagaimana mendirikan negara Islam, bagaimana Islam mengakui HAM? Serta masih banyak lagi pertanyaan menarik lainnya. Dari 100 pertanyaan yang ada di buku ini, mungkin saja ada beberapa pertanyaan yang selama ini pembaca cari. ■ ed: subroto

Hari-Hari Terakhir Soekarno Fatmah Bahalwan dalam buku terbarunya Dari Gang 3 ke Manca Negara yang diluncurkan Jumat (11/11) di Gramedia Jakarta. Buku ini menarik dikemas dalam bentuk biografi mengungkap kisah perjalanan hidup perempuan sukses yang menekuni dunia kuliner ini. Padahal, kalau merunut ke belakang, anak keenam dari 12 bersaudara ini merintis sebagai wanita karier yang sempat mengenyam posisi strategis. Dia pernah menjabat sekretaris dirut di perusahaan kayu ternama, lalu beralih sebagai sekretaris eksekutif di perbankan Islam. Di tengah kariernya yang menjulang, Fatmah mantap beralih profesi. Hobinya memasak menggiringnya pindah profesi sebagai pembuat sekaligus penjual kue. Pilihan yang ‘tidak realistis’ ini mengundang banyak tanda tanya besar dari pihak keluarga maupun temanteman seprofesinya. “Ibu dan mertua saya sampai heran dengan pilihan saya ini. Tapi, sekali memilih harus berani sukses,” ungkapnya. Pilihan jomblang ini membuat Fatmah harus beradaptasi hingga tiga bulan. Biasa kerja kantoran, berangkat pagi pulang sore kini harus berkutat di dapur. Dukungan suami, Wisnu Ali Murtono, yang membuat perempuan kelahiran tahun 1964 ini selalu semangat. Ketika gagal membuat kue atau pemesan tidak jadi dibeli, Wisnu meminta istrinya tidak sedih. Terus dicoba lagi. “Kebayang ketika gagal membuat kue, lalu suami bilang, makanya jangan keluar kerja, pasti membuat saya semakin depresi. Untungnya, suami saya sabar dan selalu memberi dorongan,” papar Fatmah bangga. Peran Wisnu di dunia istrinya ini

Sebuah Kematian

di Tengah Dunia Ramai

74

idak bisa dimungkiri bahwa kehebatan Presiden pertama RI Soekarno saat berpidato tidak ada bandingannya. Tegas, membangkitkan semangat, menggelegar, membuat massa dari berbagai usia antusias mendengarkannya. Namun, pernahkah mendengar bahwa Soekarno yang hebat itu pernah menangis, bahkan sampai sesegukan? Kabar ini mungkin tidak pernah semua orang ketahui. Putri keempat Soekarno, Sukmawati, mengungkapkan kepedihan ayahnya dalam buku ini. Dia menceritakan, ada dua kali tangisan Soekarno di pelukan Sukmawati. Padahal, kala itu Sukmawati masih bau kencur, masih berusia 14-15 tahun, yang belum bisa berbuat apa-apa. Begitulah, saking berkecamuknya perasaan Soekarno sehingga menumpahkan emosinya kepada anaknya sendiri. Di buku setebal 160 halaman ini, Sukmawati menceritakan ketika dia dan ayahnya sedang duduk berdua, “Tiba-tiba Bapak menangis tersedu-sedu tanpa kata dan aku hanya bisa memeluknya seraya mengelus-elus punggung beliau.” Peristiwa yang terjadi Maret 1968 di Hing Puri Bima Sakti, Batu Tulis, Bogor, hanya membuat Sukma terdiam. “Kasihan, Bapak,” katanya. Tangisan berikutnya yang membuat Sukma miris terjadi setahun kemudian di Wisma Yaso. Saat itu, kondisi kesehatan Soekarno semakin memburuk. Beliau dipenjara di dalam rumah. Ketika Sukma mengunjungi ayahnya, beliau menangis. “Bapak menangis terisak-isak lagi seraya berkata lirih, ‘Mengapa Bapak dibeginikan oleh bangsa sendiri?’” Menurut Sukma, sangat jelas ada beberapa penyebab shock dan

T

Rahasia Dapur Fatmah Bahalwan ahasia dapur jangan pernah diumbar. Sekali orang lain tahu akan menjadi pesaing yang kuat. Namun, tidak demikian bagi Fatmah Bahalwan. Sebagai ahli masak yang andal, pantang baginya merahasiakan urusan dapur. Bahkan, bisa dibilang Fatmah tidak pernah pandang bulu membagikan ilmu berkenaan dengan urusan dapur. Semua resep, baik yang lama hingga temuan teranyar bakal disebarkan kepada siapa pun yang menginginkan. Pastinya pula, setiap resep kue, cake, masakan selalu di-share di milis Natural Cooking Club (NCC) yang dikelola bersama suaminya sejak 2000. Awalnya, hanya empat anggota, semakin hari bertambah. Kini, NCC membludak sampai 12 ribu anggota yang tersebar di seluruh Indonesia hingga ke lima benua di dunia. Ada alasan tersendiri mengapa ibu tiga anak ini begitu obral terhadap resep makanan yang dimilikinya. Dia pernah sangat kesal kepada seorang teman yang pandai membuat kue jenis tertentu. Sayangnya, teman tersebut sangat pelit tidak pernah mau berbagi resep. Dirayu dengan cara apa pun, teman itu tetap menolak. “Dari situ saya janji, kalau saya bisa membuat resep tertentu akan saya bagikan kepada semua orang. Resep dirahasiakan sebuah kesombongan yang hanya sampai di situ, sedangkan kalau disebarkan akan terus mengalir,” ujarnya. Menurut Fatmah, ada kebahagiaan tersendiri ketika melihat orang lain sukses berkat resep yang diberikannya kepada orang tersebut. Rahasia dapur ini hanya sekelumit kisah yang diungkap

kebangkinan Islam bila sebagian orang mengabaikan keunggulan industri sipil maupun militer hanya karena kesibukannya mempelajari hukum shalat dengan memakai sepatu dan masuk masjid dengan semakai sepatu? Menurutnya tindakan ini merupakan salah satu fenomena kelinglungan akal pikiran dan kedangkalan pemahaman terhadap agama. Perilaku demikian selamanya tiidak akan pernah membuahkan kebaikan.

Judul Buku Penulis Penerbit Cetakan Tebal

: : : : :

Dari Gang 3 ke Manca Negara Henry Ismono Elex Media Komputindo 2011 220 halaman

tidak bisa dianggap enteng. Lulusan S2 dari Selandia Baru ini tidak malu, apalagi sungkan membawa kardus berisi nasi uduk untuk dijual ke kantor istrinya. Wisnu pula yang membuat kardus wadah cake tape keju yang menjadi bisnis pertama istrinya. Dari jualan perhari hanya empat loyang, merangkak hingga ratusan Loyang. Setelah ratusan kardus, suami Fatmah ini menyerah. Lahan kerjanya diberikan kepada yang lain. Di buku setebal lebih 200 halaman ini, Fatmah tidak sungkan membongkar rahasia jatuh bangun usahanya. Dia pun tidak risi menceritakan kisah dari rumah kontrakan sederhana, akhirnya dapat memiliki markas kuliner di bilangan Jalan Matraman Jakarta Timur. Perjalanan panjang entrepreneur dan ahli masak ini sangat mengesankan dan layak dibaca semua kalangan. Pasti buku ini bisa menjadi inspirasi, khususnya bagi perempuan yang ingin berkutat di urusan dapur. ■ susie evidia y ed: subroto

Baru saja dia berkata demikian, sebuah sepeda motor yang dinaiki empat mahluk Tuhan mendekati mobil kami. Karena pengendaranya keberatan, jadi motor oleng dan menubruk bagian depan mobil Ford Putra yang baru saja dibeli. Putra berusaha menjauhi motor yang sarat dengan penumpang itu, tapi banyak kendaraan di sebelah-menyebelah. Tabrakan tak terhindarkan. Suara berderak berseling dengan jeritan suara kretes, kretes, seperti suara kerupuk yang diremas. Aku sudah membayangkan yang terburuk, mungkin itu suara kepala anak pengendara motor yang tergilas. Semua berhenti hening sejenak. Suara gaduh tadi hilang berganti dengan tangis dan suara orang merintih dan mengaduh. “Bu, Ibu di dalam saja, Bu, aku urus mereka. Ibu jangan melihat keluar.”

“Ya, dibawa ke rumah sakit saja dan kita yang membayar biayanya. Cepat agar tak ditangani polisi, nanti malah banyak permintaan tak lekas tertolong.” Putra meloncat keluar dan menghentikan taksi untuk memasukkan yang terluka dan yang tidak. Dia membayar orang untuk mengurus motor orang itu, jadi semua masuk ke taksi. Orang itu dimintai KTP dan kami menuju ke RSU yang ada di Bogor. “Bu, kita antar mereka dulu ya, Bu.” “Ya, ayo lekas, kasihan anaknya, masih kecil-kecil.” Orang yang dititipi motor mengikuti kami juga. Lalu-lalang lekas lancar kembali, jadi saat polisi datang sudah tak ada apa-apa yang perlu dia tangani. Putra masih bisa tertawa melihat polisi itu kehilangan objek kerja tambahan. Memang Putra

kesedihan ayahnya. Gugurnya para jenderal, terutama Pak Yani yang disayangi, rakyat banyak yang dibunuh dan ditahan, serta para menterinya yang ditahan. “Terkutuk kau, Soeharto!” kata batin Sukmawati sambil memeluk ayahnya. Kesedihan Soekarno ini hanya sebagian kecil dari isi buku Creeping Coup d’Etat Mayjen Suharto yang diluncurkan pada Sabtu (29/10) di Perpustakaan Nasional, Jakarta. Di buku ini diungkap pula bagaimana hari-hari terakhir Soekarno bersama Sukmawati. Dimulai dari 1 Oktober 1965 hingga ayahnya meninggal, 21 Juni 1970. Tidak sampai di situ, dituangkan juga wasiat sang ayah yang ingin dimakamkan di Bumi Parahyangan, tapi tidak kesampaian. Karena, Soeharto telah menunjuk makam di Blitar. “Tempat tersebut bukanlah yang diinginkan Bapak. Beliau ingin dimakamkan di rumahnya sendiri di Batu Tulis, Bogor.” ● ● ●

Sukmawati yang hadir di acara peluncuran bukunya menjelaskan, sesuai dengan judulnya—kudeta— maka bukunya ini mengungkap kudeta yang dialami oleh Soekarno. Creeping Coup d’Etat maksudnya adalah kudeta merangkak atau pengambilan kekuasaan secara perlahan-lahan yang dilakukan Soeharto terhadap Soekarno. “Kudeta alon-alon asal kelakon. Begitulah Soeharto memperlakukan Soekarno. Caranya dengan menjadikan Soekarno ‘tahanan rumah’,” tegas Sukmawati. Kudeta yang sesungguhnya diceritakan di bagian akhir buku ini. Sukma menyatakan sepakat dengan pendapat Dr Subandrio bahwa kudeta merangkak yang

berhati baja dan berselera humor tinggi. Sampai-sampai, hal yang masih membuatku mau putus jantungku, dia sudah lega dan bisa dianggap lelucon. “Bagaiman Putra, apa lukanya parah? Tapi, kedengaran seperti kepalanya terlindas.” “Ah nggak, cuma suara tas plastik yang pecah. Isinya kerupuk.” “Alhamdulilah, syukur kalau tak ada yang mati ….” “Nggak, nanti juga bisa pulang kalau sudah ditangani di rumah sakit. Tapi, Ibu di mobil saja ya, biar aku saja yang menyelesaikan semua. Biar ibu tak ngeri melihat darah dan bau obat yang Ibu tak suka itu, kan?” “Ya, ya bayar saja semua Putra, biar tak ada yang merasa dirugikan, walau dia yang menabrak mobilmu.” “Ya, ya. Ini sudah sampai. Ibu di sini saja. Jangan ke mana-mana. Sudah hampir gelap, nanti Ibu

Judul Buku : Creeping Coup d’Etat Mayjen Suharto (Kesaksian Hari-Hari Terakhir Bersama Bapak) Pengarang : Sukmawati Soekarno Penerbit : Media Pressindo, Yogyakarta Cetakan : 2011 Tebal : 160 halaman

dilakukan Soeharto dan kawankawannya melalui empat tahapan. Dia menggambarkan secara terperinci tahapan-tahapannya. Sukma membuka kartu bahwa menulis buku ini tidak mudah, tetapi harus mempunyai pola pikir seperti detektif. Karena, menyangkut tragedi menyeramkan yang terjadi di Indonesia. “Saya harus seperti detektif Agatha Christie yang mencari teka-teki yang sangat rumit,” ujarnya. Pengumpulan bahan-bahan tulisan ditelusuri dari para aktivis GMNI pada zaman itu (1965). Sukma juga mengunjungi dan menanyakan kepada para tahanan politik di beberapa lembaga pemasyarakatan. Buku ini dilengkapi foto-foto Sukma kecil bersama ayah dan keluarga besarnya. ■ susie evidia y ed: subroto

kesasar kalau mau kembali ke mobil. Malah masuk ke mobil orang lain lagi ….” “Dia melompat mencari suster dan perawat agar menangani keempat orang yang terserempet mobil Putra. Lalu dia menghilang, menemui pegawai administrasi rupanya. Kasak-kusuk, lalu memberi uang dan merangkul pengendara motor itu dan mengenalkan pembawa motornya. Ia memberi ongkos kepada si pembawa motor tadi yang aku anggap sangat jujur karena dia tidak melarikan motornya.

Bersambung


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.