"Kedai Merahh: Kumpulan Karangan"

Page 50

kalian dapet gelar itu bukan dengan membeli,

pakai

perjuangan, nggak ada jeleknya dipasang.” Nggak ada jeleknya. Bukan keharusan. Semacam seyogianya. Tapi bagiku ini seperti perintah. Harus dilalui dengan debat – tapi itu nanti. Untunglah maminya dengan ringan mengatakan, “Itu sih nggak prinsip. Kalo kalian nggak punya gelar tapi masang gelar itu namanya lelucon. Itu bisa membuat yang punya gelar beneran kesinggung, apalagi kalo gelar itu menyangkut profesi. Go ahead!” Kami lega. Tinggal urusan dengan orangtuaku. Bapak hanya tersenyum, “Sebelum emeritus, Bapak itu sudah jadi promotor untuk delapan doktor sosiologi. Tapi bagi Bapak, urusan gelar hanya berlaku untuk kepentingan akademis. Jelas kan?” Duh, leganya. Kemudian Ibu menimpali, “Kalau Ibu nggak bisa menghindar. Gelar kan soal profesi, dan itu dipasang di papan depan pagar kita. Hanya yang bergelar dan berizin praktik yang boleh masang. Itu soal tanggung jawab kepada masyarakat dan sumpah profesi. Tapi soal gelar Bapak sama Ibu nggak dipasang di undangan, itu nggak masalah. Gitu juga gelar kalian. Terserah.” “Apalagi,” kata Bapak, “zaman sekarang sudah inflasi gelar. Hahaha...” Ibu menyahut, “Ah jadi inget baliho waktu kampanye pemilu kemarin. Ada tuh yang gelarnya rangkep-rangkep

40

Antyo Rentjoko


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.