e-paper KPK Edisi 121

Page 12

12

KPK POS E D I S I 121 1 - 7 NOPEMBER 2010

KRIMINAL

LIPSUS

LBH Medan Desak AKP Darwin Ginting Dan Iptu Adnan Dipecat

KETIKA JURU PARKIR MENJURUS KEADIL AN "AKU ingin keadilan." Kalimat itu meluncur dari bibir hitam milik sosok pria berkulit kelam. Zainal Abidin Nasution (45). Ia bukanlah siapa-siapa. Dulunya, ia hanya dikenal sebagai juru parkir. Namanya kini mulai menyerayap pada kelompok pencari keadilan. Sadis, begitu ia mengenang akan kejadian yang dialaminya. Trauma, laku itu pun begitu mudah terlukiskan pada dirinya. Menangis, bagian dari perjalanannya, usai mendekam dalam bui. Zainal, sapaannya. Bukanlah siapa-siapa. Tapi, ia warga yang tak ingin keadilan berlaku semenamena. Darahnya sudah tertumpah. Lukanya masih membekas, tapi tekadnya masih membara. Zainal terdakwa pembunuh pengusaha yang divonis bebas oleh pengadilan. Sejak awal Zainal menyangkal semua tuduhan penyidik Kepolisian Sektor Medan Kota. Sangkalan itu tercium oleh majelis hakim pengadilan. Palu pun diketok, Zainal dinyatakan tak terbukti sebagai tersangka dan terdakwa dalam kasus yang menjerat dan menghantui bui belasan tahun. Selepas putusan hakim. Zainal masih berjuang. Fisiknya memang lepas dari kungkungan penjara. Baginya, hatinya masih dilingkupi rasa keadilan yang masih pincang. Ia berjuang didampingi Lembaga Bantuan Hukum Medan. *** Kasus penembakan sang jukir ini, berbuntut panjang. Setelah Brigadir Aulia Rahman yang merupakan anggota Polsekta Medan Kota, penembak kaki Zainal, warga Jalan Pancing yang dituduh pelaku pembunuhan terhadap Komisaris PT Sewangi Sejati Luhur Medan, Kusuma Wijaya, ditahan di penjara Polresta Medan. Tak lama lagi dua orang komandan Brigadir Aulia yakni AKP Darwin dan Iptu Adnan Pandibu bakal ikut terseret keranah hukum dan akan diperiksa dalam sidang kode etik. "Akan disidang Tim Komisi Kode Etik Poldasu. Namun kapan waktunya belum bisa dipastikan," aku Kasubid Dokliput Poldasu AKBP MP Nainggolan ketika ditanya wartawan di Mapoldasu kemarin. Diterangkannya, sidang itu digelar setelah AKP Darwin Ginting diperiksa Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) beberapa waktu lalu.Menurut Nainggolan sendiri setelah pemeriksaan selesai maka berkasnya diajukan ke Kapolda untuk

membentuk Tim Komisi Kode Etik. "Bila terbukti bersalah yang bersangkutan akan dikenakan hukuman sesuai keputusan rapat tim itu, tergantung kesalahan dan disesuaikan pasal yang dilanggar," jelasnya. Selain AKP Darwin Ginting yang menjabat Kapolsek Medan Kota saat peristiwa itu terjadi, tiga personel lain yakni Kanit Reskrim Iptu Adnan Pandibu, Penyidik Pembantu Aiptu Khairul Yani dan Reserse (tugas luar) Brigadir Aulia juga dikenakan sidang. Sementara itu secara terpisah AKP Subeno ketika ditanya wartawan juga mengaku kalau Brigadir Aulia dijatuhi hukuman penjara 7 hari, terancam sanksi karier dengan penundaan kenaikan pangkat setahun. Sementara Aiptu Khairul Yani dihukum penundaan gaji berkala setahun dan teguran tertulis. Hukuman itu ditetapkan dalam sidang disiplin dipimpin Kasat Reskrim Polresta Medan Kompol Fadillah Zulkarnain didampingi Kompol D Purba dan Sekretaris Sidang AKP Subeno. Penyidangan Aiptu Khairul Yani dan Brigadir Aulia disidang di Polresta Medan karena keduanya bertugas di wilayah Polresta Medan. Sementara AKP Darwin Ginting proses sidangnya digelar di Poldasu karena berdinas di Poldasu. Sedangkan mantan Kanit Reskrim saat peristiwa itu Iptu Adnan Pandibu akan diproses di Polres Pelabuhan Belawan tempat dia kini bertugas. Selain dihukum penjara selama tujuh hari, Aulia juga menerima sanksi karir dengan penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun. Sedang Aiptu Kahirul Yani juru periksa (juper) Polsekta Medan Kota yang menangani kasus Zainal dihukum penundaan gaji berkala selama setahun dan teguran tertulis. "Hukuman Aulia lebih berat, selain penundaan pangkat selama satu tahun, ditahan , dan penempatan khusus dan dimutasi bersifat demosi, sedang Kahirul Yani hanya penundaan gaji berkala selama setahun, " kata Sekretaris sidang AKP Subeno, kepada wartawan usai putusan sidang disiplin di Polresta Medan kemarin. Kedua oknum polisi itu, kata Subeno, terbukti melanggar pasal 6 huruf (a) PP RI No 2 Tahun 2003 Yo Perkap No Tahun 2006 tentang pelanggaran disiplin dan propfesi kepolisian.Sidang disiplin agenda putusan dipimpin Kasat Reskrim Polresta Medan Kompol Fadillah

Zulkarnain didampingi Kompol D Purba dan Sekretaris sidang AKP Subeno dengan dihadiri korban dan keluarga serta pengacaranya Surya Adinata SH, MKn. Menurut Subeno yang juga merupakan Kasi Propram Polresta Medan, sidang kasus penembakan jukir tersebut sudah selesai dan anggota yang terlibat telah dijatuhi hukuman. "Kami sudah jatuhi hukuman kepada anggota yang bersalah, sesuai dengan berat ringannya perbuatanya dalam kasus itu, " jelasnya. Dijelaskan Subeno, Propam Polresta Medan hanya menyidangkan dua oknum anggota Polsekta Medan Kota karena keduanya masih berada di wilayah Polresta Medan. Sedangkan proses sidang AKP Darwin Ginting saat kasus itu ditangani menjabat sebagai Kapolsekta Medan Kota digelar di Poldasu karena beliau saat ini berdinas di Poldasu. "Sedangkan untuk mantan Kanitnya Iptu Adnan Pandipu di Polres KP3 Belawan karena saat ini beliau bertugas di sana," jelas Subeno. Polri Harus Tegas Secara terpisah, Kuasa hukum Zainal Abidin, Surya Adinata SH kepada wartawan mengatakan, penanganan kasus ini secara internal Polri masih terkesan tebang pilih karena ada beberapa oknum anggota Polsekta Medan Kota mulai dari tugas luar hingga penyidik tidak tersentuh. Padahal, kata dia, diduga kuat mereka terlibat melakukan penyiksaan terhadap Zainal saat proses penyidikan."Dugaan kami ada unsur pilih kasih cukup beralasan, sebab hingga saat ini mantan Kapolsekta Medan Kota dan kanitnya hingga saat ini belum disidangkan," tegas Surya. Menyikapi putusan yang diberikan institusi Polri terhadap oknum polisi yang terbukti bersalah dalam kasus Zainal belum memenuhi rasa keadilan. Menurut Surya, dalam kasus penembakan Zainal ini, tindakan oknum polisi itu tergolong berat dan fatal, seharunya hukuman yang diberikan juga harus sesuai, misalnya dibebas tugaskan sebagai penyidik atau dimutasi ke luar daerah, hingga menjadi efek jera untuk tidak berbuat semena-mena selaku aparat penegak hukum. Menurut Surya, setelah sidang disiplin ini diputus, pihaknya akan menuntut Kapolda agar menggelar sidang kode etik bagi oknum anggota Polsekta Medan Kota tanpa terkecuali. Sedangkan,

laporan pidana Zainal ke Direskrim akan didesak segera ditindak lanjuti. "Kami berharap kasus ini menjadi atensi Kapoldasu, hingga bidang yang berwenang menangani kasus itu dapat segera menuntaskannya, sebab hingga saat ini berita acara pemeriksaan belum juga ada titik terang," tegas Surya. Seperti diberitakan, Zainal ditangkap polisi di rumahnya dan di bawa ke salah satu tempat di kawasan Medan Johor. Di lokasi itulah oknum polisi itu mengeksekusi kedua kakinya. Dia dipaksa mengaku sebagai pembunuh Kesuma Wijaya.Peristiwa itu terjadi tanggal 25 Mei 2009 , Zainal ditangkap dan mengalami penyiksaan oleh polisi dari Kepolisian Sektor Medan Kota. Metode penangkapan dinilai kuasa hukumnya lebih kepada penculikan daripada sebuah penangkapan. Polisi secara brutal menyiksa Zainal setelah membawanya ke dalam sebuah mobil dan berputar-putar keliling kota, bukannya langsung menuju kantor polisi.Di sebuah tempat, Zainal diturunkan, dan di sana dieksekusi tembak oleh polisi padahal saat itu Zainal sudah tidak berdaya. Akibat penyiksaan ini, Zainal mengalami gangguan fisik dan psikis. Kedua kakinya jadi cacat karena ada proktil bersarang di kaki . Setelah proses penyidikan diduga diwarnai penyiksaan, BAP Zainal akhirnya tuntas diselesaikan aparat kepolisian , kemudian dinyatakan P21 oleh Kejaksaan Negeri Medan, setelah itu, Zainal pun kemudian diadili di Pengadilan Negeri Medan, didakwa melakukan pembunuhan keji. Setelah melalui persidangan yang panjang, Majleis hakim menjatuhkan putusan vonis bebas kepada Zainal karena tidak terbukti melakukan perbuatan pidana. Pasca putusa bebas itu, Zainal, istrinya bersama kuasa hukumnya pun mulai bergerilya mencari keadilan menuntut polisi yang telah menembaknya. Laporan pengaduan masuk ke Propam Poldasu. Bahkan, kuasa hukumnya telah membawa Zainal kehadapan Kapoldasu Irjen Pol Oegroseno di Polda Sumut. Saat itu, Kapolda terus merespon laporan itu dan memerintahkan Direktur Propam Poldasu agar segera mengusut tuntas kasus penganiayaan dan mencari pelaku pembunuhan yang sebenarnya.(S.EDHI)

Palu Keadilan

MAJELIS hakim Pengadilan Negeri Medan membebaskan juru parkir di Jalan Selat Panjang, Medan, Zainal Abidin Nasution dari ancaman hukuman 18 tahun penjara. Zainal didakwa melakukan pembunuhan terhadap pengusaha spare part, Kesuma Widjaja. Dalam amar putusan yang dibacakan Suhartanto, Selasa 8 Juni 2010. Zainal dinyatakan tidak bersalah sebagai mana didakwakan jaksa, Parulian Kartagama Sinaga. Parulian mendakwa Zainal dengan pasal berlapis, dengan anca-

man hukuman 18 tahun penjara. Mendengar putusan majelis hakim, Zainal langsung menitikan air mata. Reaksi haru juga diperlihatkan istri Zainal, Listiani. Penasehat hukum Zainal, Muslim Muis Tanjung dari Lembaga Bantuan Hukum Medan, menegaskan, putusan majelis hakim membuktikan adanya kebenaran dan keadilan. "Seperti duga dari awal bahwa klien kami tidak bersalah. Ini dapat dibuktikan dengan keterangan dua orang saksi yang tidak sinkron," tegas Muslim.

Keterangan saksi Ngatiyem, pembantu rumah tangga Kesuma, dan keterangan istri Kesuma, Ben Tik Wani, dalam persidangan dianggap tidak sesuai fakta kejadian. Salah satunya, timpal Surya Adinata dari LBH Medan, kemeja dan celana yang dihadirkan dalam persidangan, disebut pakaian terdakwa saat melakukan aksinya, tidak benar karena buka ukuran Zainal. Surya menambah, jaksa tidak dapat menghadirkan dua bukti dalam kasus yang diselidiki oleh Kepolisian Sektor Medan Kota. Atas putusan itu, Muslim

LEMBAGA Bantuan Hukum ( LBH ) Medan mendesak pimpinan kepolisian agar mengambil tindakan tegas terhadap mantan Kapolsekta Medan Kota AKP Darwin Ginting dan Kanit Reskrim Iptu Adnan Pandibu agar dipecat dari keanggotan Polri. Pemecatan kedua perwira Polri tersebut memang harus dilakukan mengingat keduanya merupakan pimpinan ( Komandan) di Mapolsekta Medan kota yang harus bertanggungjawab.Atas penembakan terhadap Jukir Zainal beberapa watu yang lalu." Seharusnya hukuman mereka berdua lebih berat dikarenakan jabatannya sebagai pimpinan,"tegas Ketua LBH Medan didampingi Kepala Divisi HAM Yurika Ningsih ketika disambangi diruang kerjaannya, kemarin. Dikatakannya,AKP Darwin Ginting dan Iptu Adnan Pandibu harus tetap diperiksa bukan saja didalam persidangan kode etik dan disiplin.Akan tetapi keduanya juga harus diseret kepersidangan umum sebab tindakannya tersebut sudah termasuk kedalam kriminal. "Polisi harus mempercepat sidang kode etik.Sebab bila terlalu lama akan menimbulkan efek negatif bagi kepolisian," ujar Yurika. Ketika disinggung sidang disiplin yang telah digelar Polresta Medan terhadap terperiksa. Dan mengganjarnya dengan hukuman kurungan selama 7 hari serta hukuman teguran. Menurut Yurika sendiri kalau hal itu semua belumlah memuaskan ditambah lagi dengan jalannya proses persidangan di kepolisian tersebut tidak terbuka seperti layaknya dalam persidangan dipengadilan negeri. Kurang terbukanya persidangan yang digelar polisi itu sendiri dapat dilhat dari Jaksa Penuntut Umum ( JPU) dalam persidangan tersebut. Di mana kalau disidang displin tersebut terdakwa/terperiksa kurang mendapat jeratan pasal- pasal dari JPU itu sendiri. Dan hal itulah yang membuat perbedaan dari persidangan PN yang JPU selalu menerapkan pasal-pasal yang memang dilakukan oleh terdakwa itu sendiri. Untuk itu, agar penegakkan hukum dinegara ini dapat berjalan dengan baik sudah seharusnyalah.pimpinan Polri yang anggotanya melakukan pelanggaran hukum apalagi sampai-sampai terlibat kriminalitas haruslah dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku. Dan janganlah menutup-nutupinya apalagi membelanya sebab bila hal itu dilakukan akan membuat citra Polri akan semakin buruk. "Kalau perlu pecat saja polisi yang telah mencoreng citra kepolisian sebab masih banyak personil-personil Polri yang lebih baik dari mereka," pungkasnya. (S.EDHI)

KRIMINOLOG, LESSON SIHOTANG

"Rekayasa BAP Dapat Dilihat Selama Persidangan" KABAR kasus penangkapan Zainal yang diduga dijadikan tersangka rekayasa ini membuat kriminolog dari Universitas HKBP Nomensen ( UHN), Lesson Sihotang SH Mhum, harus angkat bicara. Meskipun dirinya mengaku tidak mengetahui secara pasti kasus yang menimpa juru parkir tesebut. Kepada KPK Pos, Mei lalu, Lesson menjelaskan bila ada rekayasa BAP, akan dapat dibuktikan selama dalam persidangan. Sebab secara pasti ada keganjilankeganjilan selama dalam persidangan itu. Dicontohkannya, apabila polisi telah melakukan rekayasa BAP, maka para saksi yang sebelumnya telah dimintai keterangannya akan kembali dipertanyakan selama dalam persidangan. Dan, apabila dalam keterangan para saksi itu berbeda dengan apa yang ada dalam BAP maka sudah dapat dipastikan kalau BAP itu, hanyalah rekayasa yang dilakukan polisi. Dan, lanjut Lesson, apabila hal itu terbukti maka akan bisa menjadi serangan balik buat polisi khususnya penyidiknya dan dapat dituntut secara pidana. Maka dari itu, kuasa hukum terdakwa harus benarbenar dapat memperhatikan proses persidangan selama pembuktian adanya keganjilan-keganjilan tersebut. "BAP harus sama dengan keterangan saksi dipersidangan," ujar Lesson. Ketika ditanya soal penembakan yang dilakukan polisi terhadap Zainal, dosen Fakultas Hukum UHN ini, dengan santai mengatakan kalau hal itu bisa saja terjadi dan kalau ditanya kepada polisi maka akan dijawab tersangka lari atau melakukan perlawanan. Dan, juga bisa karena adanya faktor kongkalingkong dengan pihak keluarga korban dengan polisi yang menangani kasus tersebut. Saat ditanya kenapa polisi selalu main tembak, ia mengatakan, kalau selama ini filosofi polisi kita masih menganut teori pembalasan. Artinya, apabila polisi berhasil menangkap pelaku kejahatan maka tersangka itupun harus terlebih dahulu dipukuli hingga babak belur, maksudnya agar pelaku juga dapat merasakan bagaimana sakitnya perbuatannya itu kepada para korbannya. Maka dari itu untuk memperbaiki citra Polri sudah seharusnya personil Polri itu sendiri harus dapat meningkatkan mutu pendidikannya sendiri. Dengan adanya rekayasa BAP, Lesson mengaku, kalau hal itu bisa terjadi lantaran polisi takut atau pun tidak mau kehilangan muka di masyarakat dengan tidak mampu mengungkap kasus tersebut.

menyatakan, LBH Medan akan menggugat Kapolda Sumatera Utara. "Karena terjadi pembiaran dan penyesatan penyelidikan hingga klien kami ditahan selama satu tahun 10 hari," tegasnya. Jaksa penuntut, Parulian Kartagama Sinaga langsung menyatakan kasasi atas putusan bebas itu. "Kasasi," katanya. Zainal ditangkap dan ditahan Polsek Medan Kota, dengan tuduhan tersangka tunggal pembunuhan Kesuma Widjaja. Korban ditemukan tewas di garasi mobil, rumahnya Jalan Bandung, Medan,

(S.EDHI)

pada Selasa (26/5/2009) malam. Dalam penyelidikan Zainal pun menderita luka tiga tembakan di bagian kaki. Istri Zainal, membantah suaminya melarikan diri. "Ditangkap dari rumah saat tidur," ungkap Listiani, Mei lalu. Akibat luka tembakan di kaki suaminya, Listiani mengaku berjuang mendapatkan uang perobatan. "Dua tembakan di kaki kiri dan satu butir peluru di kaki kanan. Untuk operasinya, kami harus mengeluarkan uang Rp 3,5 juta," tutur Listiani. (BBS)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.